02. Kehidupan Baru

10 6 0
                                    

Langkah Helena memelan ketika mendengar suara musik dan gemercing gelang kaki. Sejatinya Helena begitu membenci suara itu karna setiap mendengarnya bayangan saat dimana Ellard dirayu oleh para penari kayangan membuat amarahnya berada di ubun-ubun. Hingga membunuh lima penari kayangan itu tanpa sadar.

Hal bodoh yang dilakukannya itu menyebabkan kemarahan besar oleh Dewa Agung, Dewa tertinggi Nirwana.

Karnanya Helena dihukum dengan pengasingan selama satu abad di gunung Ayland, tanpa Element apapun hingga dia tidak bisa berbuat apa-apa disana selain membayangkan bagaimana ekspresi Ellard saat pengadilan, Diam. Ellard hanya diam menatap lurus kedepan tanpa niat apapun mengeluarkan suara.

Padahal dia juga tahu jika Helena adalah jodohnya dan Helena mencintai dirinya. Dia juga tahu jika Helena melakukan hal itu karna cemburu melihatnya dirayu oleh para penari kayangan saat acara penghormatan Dewa Agung.

Mulai sejak saat itu juga Helena sudah tak ingin lagi menaklukan hati Ellard dan memutuskan melakukan pertukaran jiwa setelah kebebasannya dari hukuman berat itu.

Helena menggeleng mencoba menutup ingatan buruk itu lagi. Aroma minuman beralkohol menyeruak masuk dalam indra penciumannya membuat Helena berpaling sebentar kebelakang. Rambut merah kelam yang dia sanggul tinggi bergoyang karna pergerakan tiba-tibanya.

"Benedict sialan! Menempatkanku pada tempat seperti ini. Ini baru sehari aku disini tapi harus mengalami hal yang selalu kuhindari!" Helena berdecak sebal, karna Benedict dirinya mengumpat begitu banyak di hari pertama dia menjadi manusia.

Helena bersembunyi di balik pilar yang menjadi pemisah antara lorong kamarnya dan tempat terkutuk itu.

Disana ada banyak penari wanita yang bergerak gemulai menghibur para pria kaya yang juga kini digelayuti tiga hingga empat wanita beserta gelas minuman ditangannya.

"Bisa-bisanya mereka bersenang-senang seperti itu tanpa mengingat kematian mereka. Dasar manusia!"Helena menggeleng miris memperhatikan bagaimana para manusia hidup bersenang senang tanpa sedikitpun berfikir untuk memperbaiki sifat agar setidaknya jika mereka mati nanti mereka bisa berengkarnasi atau naik sebagai malaikat. Bukan malah berakhir di Neraka.

"Disana terlalu ramai, bagaimana jika kita mencari tempat yang lebih nyaman untuk melakukannya."

Baru saja Helena ingin melangkah pergi dari tempat terkutuk itu, sebuah suara halus dan terkesan ada nada menggoda disetiap katanya mampu membuat bulu kuduk Helena meremang jijik bercampur geli.

Dengan mata Dewinya yang dapat melihat objek jauh lebih dari dua kilo meter, membuat Helena dapat menyaksikan dua manusia berbeda jenis kelamin tengah bercinta panas dibalik tirai penutup ruangan baca tak jauh dari tempat para penari dan pria penggila wanita.

Helena tepaku dengan mata melotot dan bibir yang sedikit terbuka. Beberapa detik kemudian dia baru mendapatkan kesadarannya lalu menggeleng keras.

"Oh Dewa Agung, maafkan mata hambamu yang satu ini, karena tidak dapat menjaga mata suci yang kau berikan padaku," Helena berucap pelan penuh penyesalan dan mengambil langkah cepat meninggalkan tempatnya.

                                  ✴✴✴

"Akh, Mataku...."

Helena mengucek kedua matanya berkali-kali meski tau itu tidak akan berguna namun tetap dilakukannya.

"Tempat sialan! Haruskah aku setiap hari melihat pemandangan seperti itu di tempat ini? Menjijikkan!" Helena mendelik cepat, mata suci yang selalu dia coba jaga sudah ternoda dan memutuskan keluar dari istana Paradise  dengan kekuatannya. Meski tengah menggunakan raga lain, kekuatan dalam dirinya masih ada sebab Element itu mengikut pada jiwanya.

Setelah melewati beberapa penjaga Helena kini sampai pada sebuah taman kosong yang berada cukup jauh dari sana.

Istana Paradise terletak di pinggiran desa yang dekat dengan sebuah bukit tinggi dimana ada taman indah tempat Helena sekarang.

Hingga Helena tidak perlu bersusah-payah melewati rumah penduduk dengan penampilan aneh.

Aneh menurut Helena karna tubuhnya kini hanya berbalut gaun tipis berwarna putih dengan balutan perban yang berada di sekeliling lengan kepala dan kakinya. Apalagi gaunnya tak berlengan hingga memperlihatkan leher dan atas dadanya yang putih mulus.

"Tunggu, apa raga ini masih suci?" Helena bertanya bimbang pada dirinya sendiri. Raut khawatir tercetak jelas pada wajah bulatnya yang kecil.

Dengan cepat Helena memejamkan mata menerobos masuk pada memori gadis manusia yang kini dia diami raganya, mencoba memastikan kesucian raganya.

Selang beberapa menit akhiranya tarikan nafas cepat dan hembusan yang keras terdengar bercampur dengan angin sejuk taman yang berada tepat di atas bukit. Angin seperti tau keberadaan Dewinya.

"Masih suci," batin Helena terdengar begitu melegakan.

"Mengagumkan, gadis ini mempertahankan kesuciannya hanya dengan mencoba menyelesaikan masalah setiap pelanggan. Takdir memang terkadang adil dalam menentukan kisah hidup. Dewa Agung... Kau jenius." Helena tersenyum kagum menatap langit berawan diatasnya.

"Harus di pertahankan. Huh, aku harus merubah reputasiku disini," sambung Helena menatap lurus pedesaan di bawah sana dan juga bangunan tinggi yang diyakini Helena adalah istana kerajaan Aligart.

Bangunan itu benar-benar mencolok diantara rumah-rumah kecil para penduduk. Jika ada yang menyamai mungkin hanya bangunan para anggota kerajaan, itu juga masih terlihat kecil.

Paradise  saja yang Helena anggap sebuah istana hanya terlihat secuil jika dibandingkan dengan bangunan istana kerajaan.

Terhenti dari memperhatikan bangunan istana, Helena bergerak cepat membungkus dirinya dengan cahaya kebiruan, mengganti gaun yang tadi dia gunakan menjadi gaun berbahan sutra berwarna biru air dengab motif sulur api diujung gaun. Lalu terlapisi jubah tipis yang juga berwarna biru transparan.

Rambut kusutnya ia gerai lalu mengkepang sedikit di kedua bagian dekat telinga, sisanya tergerai hingga pantat.

"Helena mari bertualang di dunia baru."

Senyum cerah terbit di bibir berisi gadis itu lalu melangkah meninggalkan taman dengan semangat.

Sementara di dunia atas, tepatnya istana Dewa Kehidupan.

Helina, adik kembar Helena tengah memarahi habis-habisan sang suami yang tega mengirim kakaknya ke dunia manusia.

"Helina, kakakmu yang memintaku melakukannya. Kau tau sendiri kan jika Helena tengah berusaha untuk menghindar dari Ellard setelah pengasingannya," ucap Benedict memelas sebari mencoba menenangkan istrinya yang tengah hamil muda. Semenjak kehamilan Helina emosinya cepat berubah.

"Aku tau hal itu. Tapi, apa kau bisa memastikan jika Dewa sialan itu tidak akan menemui kakakku?"Helina berbalik kebekakang, melipat kedua tangannya di depan dada, menatap tanya sekaligus marah pada Benedict suaminya.

"Jangan mengumpati seorang Dewa Helina,"Benedict berucap halus, takut semakin menambah amarah Helina. "Lagi pula, untuk apa Ellard ke dunia Manusia?" sambung Benedict membuat Helina dalam diam mengangguk setuju.

Ellard tidak ada perasaan sama sekali dengan kakaknya Helena, jadi tidak mungkin dia khawatir jika Helena menghilang dan mencarinya. Imposible.

"Tapi tetap saja. Apalagi... Kau menukarkannya dengan raga seorang pelacur 'kan?" pertanyaan Helina bernada lebih ke nada kesal.

"Ya, karna... Gadis manusia yang meminta padaku itu masih suci. Aku bersumpah demi Dewa Agung. Lagi pula gadis itu dulu seorang putri raja," Benedict berucap sebari berjalan pelan mendekat ke arah Helina yang berada dekat dengan pinggiran sungai kecil.

"Tapi itu dulu--"ucapan Helina terhenti ketika Benedict dengan cepat memeluknya.

"Sudahlah, Helena juga membutuhkan waktu agar dapat menghindari masalahnya sebentar disini."

"Sampai kapan?" tanya Helina masih dalam pelukan Benedict. Namun hanya dijawab gelengan dari sang suami.

Country revenge : ALHEGRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang