Hutan

22 7 2
                                    

"Bagaimana?"tanya Hideyoshi, menyambut kedatangan Nami dari kejauhan.
"Huh,"Nami menghembuskan nafasnya lelah.
Hideyoshi pun tersenyum melihat expresi Nami yang tampaknya sangat letih, "ini,"ucap Hideyoshi seraya menyodorkan sapu tangannya.
Nami menatap sapu tangan itu, kemudian kembali menatap Hideyoshi yang masih memamerkan senyum padanya.
"Aku baru saja mencucinya, ambillah,"ucapnya.
"Mmmh, tidak usah,"tolak Nami lembut.
Hideyoshi melihat ke arah kening Nami,"keringatmu bercucuran seperti ini, nampaknya kau lelah sekali,"ucapnya seraya menempelkan sapu tangan nya ke kening Nami dengan lembut, Nami membeku hingga nafasnya sendiri sulit ia keluarkan, "apa saja yang kau lakukan didalam?,"tanya Hideyoshi, jaraknya yang dekat membuat hidung Nami bisa mencium aromanya yang begitu maskulin.
"Ti, tidak, tidak ada,"jawabnya terbata, matanya menyala kaget, menyadari jawabanya, kenapa ia tak bisa berkata jelas?, Apakah ia gugup? Ia tak pernah merasakan ini sebelumnya, tapi jantungnya,,,, kini mulai berdebar-debar, apakah ini debaran cinta? Debaran ini nyata seperti kata-kata yang ia baca di novel-novel romance, ia merasa nyaman, saat ini ia merasa nyaman, yah nyaman, nyaman karena untuk pertama kalinya diperhatikan sejauh ini, oh pangeran Hideyoshi.
"Nami?,"panggil Hideyoshi dengan expresi yang seperti menahan tawa,"kau, kenapa senyum-senyum sendiri?,"tanya nya membuat Nami kini terbelalak mengingat apa yang sudah ia bayangkan, apakah khayalannya mengekpresikan wajahnya dalam dunia nyata tadi, oh tuhan, pertama kali ia merasakan jatuh cinta kenapa sememalukan ini.
"Ah"Nami menutup wajahnya malu, kemudian memukul-mukul kepalanya sendiri, membuat Hideyoshi semakin tertawa dibuatnya.
"Heeei, kau kenapa?,"tanya Hideyoshi seraya menahan pergelangan tangan Nami,
Hideyoshi langsung terdiam matanya terpejam, ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, membuat ia terkejut dan kembali membuka matanya, ia menatap Nami yang kini balik menatapnya dengan pandangan heran, kemudian berpindah, mata mereka mengarah ke satu tujuan, tangan mereka yang kini saling bersentuhan.

"Apa yang kalian lakukan?,"tanya seseorang tiba-tiba.
Hideyoshi menoleh, kembali tersadar dengan titik fokus mereka, Nami menarik tangannya, bayangannya masih tertuju pada pikiran Hideyoshi saat ini.
"Kau sudah keluar?"sapa Hideyoshi.
Ren mengangguk kecil, "Baru saja,"jawabnya.
Tiba-tiba Ren melangkah maju, maju mendekati Nami.
"Kau!, bukankah tadi kau masuk ke kelasku untuk mencariku?"Tanya Ren.
"Eh," Nami mengingat sejenak, kejadian barusan membuatnya kehilangan fokus,"oh,"ingatnya.
Ren mengerutkan keningnya heran
"Jadi kau tau aku memasuki kelasmu?,"tanya Nami, yang expresi nya terus berubah-ubah, menjadi tidak masuk akal.
"...." Tak ada jawaban, hanya ada expresi wajah Ren yang datar lah yang memberi isyarat kalimat bahwa ia sangat malas menjawab.
"Lalu, jika kau tau kenapa kau tidak segera menghampiriku??"tanya Nami dengan expresi wajah yang dibuat sekesal mungkin, hingga semua yang akan melihatnya juga akan kebingungan dibuatnya.
melihat Ren seperti tak bersedia menjawabnya, ditambah wajah Hideyoshi yang melongo tidak mengerti menatapnya, membuat Nami menjadi malu pada dirinya sendiri, ia mencari cara agar semua tak menganggapnya bodoh ia pun mulai berakting kesal, menghentak-hentakkan kaki seraya pergi, tapi apapun yang dilakukannya semakin membuatnya terkesan wanita gila.

-

Nami berjalan seorang diri menuju kelas belajarnya, tapi tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang mengikutinya.
Geraknya was-was, ia tak ingin menoleh langsung ke belakang, takut jika saja sesuatu yang tak di inginkan malah menimpanya dengan cepat, Nami terus berjalan dengan cepat, langkahnya ia perbesarkan dari pada biasanya, beberapa langkah, ia pun menoleh.
----shiiiiinggggg________
Tak ada siapa-siapa, bahkan dibelakangnya kosong tak ada satu manusia pun.
Ia kembali berjalan, kini setengah berlari, sesuatu itu mengikutinya lagi, ia tambah kecepatan nya berlari, kemudian kembali berhenti untuk menoleh lagi.
"Nami?"sapa seseorang
"Guru Chen?"ucapnya menjawab, ketika menoleh yang ia lihat guru Chen, ia menoleh ke arah belakang guru Chen, dan tak ia dapati seorang pun
"Siapa yang kau cari?"tanya guru Chen ikut menoleh ke arah belakanganya
"Eumm, tidak ada pak,"
Guru Chen mengernyit, "Apakah kau merasakan sesuatu yang aneh Nami?"tanya nya.
"Eummm,"Nami tak bisa menjawab bisa jadi sesuatu yang tadi itu hanya perasaannya saja.
"Berhati-hatilah Nami, kau harus selalu ingat, kau adalah pewaris Touch,"ucapnya, kemudian pergi meninggalkan Nami dengan beribu-ribu pertanyaan yang kini hadir di otaknya.

-

"Tiiiiiin,"sebuah suara klakson mobil mengejutkannya.
Ia menoleh ke arah suara, di depan kirinya, cuma berjarak 5 meter dari tempatnya berdiri, sebuah mobil Jeep berwarna merah berjalan ke arahnya.
Nami menyipitkan matanya berusaha melihat ke dalam kaca mobil tersebut hingga mobil itu berhenti tepat di hadapannya.
Pintu kaca dibuka perlahan, menampakkan batang hidung si mungka datar yang masih menatap ke arah depan, expresinya masih sama, datar, tanpa ia menghiraukan Nami yang padahal ia sudah berdiri tepat di samping kaca mobilnya tersebut.
"Aih?"Nami mendesis.
"Masuk," ucap si mungka datar, membuat Nami ingin sekali merobek-robek wajah halusnya agar bisa berubah dari expresi nya saat ini.
"Kemana?"ingin sekali ia bertanya kalimat itu, sekedar ingin tahu atau hanya sedikit berbasa basi, tapi Nami sudah mulai mengerti, bertanya pada si mungka datar hanyalah menambah emosi saja, karena selain mungkanya yang selalu datar, sepertinya ia juga bisu, dan hanya bisa mengeluarkan kalimat tertentu saja.
Tanpa berpikir panjang Nami pun membuka pintu belakang, yang langsung ia temukan Hideyoshi sedang tertidur pulas didalamnya, Nami tersenyum, kembali teringat kejadian sebelumnya, tapi ini bukan waktunya ia berkhayal, ia harus secepatnya berangkat menuju rumah guru Chen agar ia tahu apa yang dimaksud dengan pewaris Touch.
Terpaksa ia harus bersedia duduk disamping si mungka datar itu.

-

"Apakah kau yaqin ini alamatnya?"tanya Hideyoshi sambil mengecek arah GPS di ponselnya, mencocokkannya dengan tempat yang telah ia tempuh saat ini, matanya yang baru bangun tidur sedikit mengganggu pandangannya untuk melihat ponsel.
Sudah satu jam mereka mencari rumah guru Chen, tetapi kini mereka malah dihadapkan jalan buntu, dengan kanan kirinya yang ada hanya pepohonan rimbun yang menutupi jalan, dikota seperti ini tidak ada yang menyangka bahwa pohon rimbun ini sudah sama persis seperti hutan di pelosok-pelosok.
"Aku juga tidak tahu, tapi yang jelas hanya kartu nama ini saja yang diberikannya padaku"jawab Nami yang kini mulai merasa bersalah, ia mengutuk dirinya kenapa ia tidak menanyakan semuanya lebih jelas tadi kepada guru Chen di jalan.
"Buntu, hanya ada jalan masuk ke arah hutan ini, tapi melihat keadaannya, seperti nya mobil, tidak akan bisa masuk kedalamnya,"ucap Ren memberitahu.
Nami menoleh ke arah Ren yang kini sedang menerawang keluar jendela.
"Ini sudah jam 16,20, sebentar lagi senja, kita tidak tahu apa yang ada didalam sana bukan,"
"Baiklah,"Nami menyerah, tertunduk lemah dengan semua usahanya.
Ren menatap Nami lewat pantulan kaca, wajahnya terlihat suram karena putus asa.
"Baiklah, kalau begitu kita putar balik,"ucap Hideyoshi kepada Ren, tapi yang diajak bicara malah membuka pintu mobil dan keluar.
"Hei Ren apa yang kau lakukan?"tanya Hideyoshi mengeluarkan kepalanya melihat apa yang dilakukan Ren.
"Kita sudah sampai disini, untuk pulang itu malah membuatnya terlihat sangat sia-sia,"jawab Ren seraya menyandang tasnya, Ren terus berjalan masuk ke dalam hutan tanpa rasa takut, walaupun sepertinya matahari tidak mendukung perbuatannya tetapi ia tetap melanjutkan perjalanan nya.
Melihat sahabatnya pergi, tak mungkin bagi Hideyoshi membiarkannya sendiri, "Ayo Nami,"ajaknya
Keluar mobil dan segera berlari mengejar langkah Ren sadao, entah kemana, ia pun tidak tau pasti apa yang ada didalam hutan yang terlihat suram dari luar itu.

-

Tempat itu memang seperti layaknya hutan di pelosok-pelosok, sangat persis dengan pohon-pohon yang sangat lebat, akar yang menjalar di sela-sela tanah yang dipijak, membuat mereka sedikit kesusahan berjalan.
Hari sudah sangat sore, matahari pun mulai beranjak turun, tapi rumah guru Chen belum juga ditemukan, entah ini sebuah jebakan atau apa, yang jelas mereka sudah separoh jalan,dan tak mungkin mereka kembali pulang.
"Huwaa,"tiba-tiba Nami menjerit, Hideyoshi dan Ren langsung menghampirinya.
"Ada apa?,"tanya Hideyoshi.
"Tadi, tadi ada sesuatu yang berjalan di kakiku,"ucapnya histeris, tangannya mencengkram bajunya ketakutan.
Ren berusaha mencari, ada sesuatu yang bergerak dibalik daun lebar yang hijau, dengan hati-hati Ren membukanya.....
_tokkkek__
Suara tokek mengejutkan mereka.
"Astaga, itu hanya tokek Nami,"ucap Hideyoshi lagi-lagi ia tertawa lucu menyaksikannya
"Tapi,"Nami menahan malu, "bukankah hewan itu juga berbahaya,"jawabnya lagi, lagi-lagi berusaha memperbaiki reputasinya yang hancur karena tingkah bodohnya.
Sedangkan Hideyoshi masih saja terus menertawakannya, membuat Nami kini cemberut dibuatnya.
Melihat expresi nya, Ren tersenyum.

TOUCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang