7. Perbincangan

142 43 2
                                    

"Canda nya menjadi candu. Rasanya ingin bersatu dan melahap rindu, kemudian haus untuk bertemu."

*
*
*
*
*

Divanka membuka matanya pelan, angin sepoi-sepoi dari jendela kamarnya yang terbuka menyapa lembut. Dia masih setia memakai baju tidurnya saat jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi.

Tok! Tok! ketukan itu terdengar bukan dari pintu, melainkan dari pintu balkon kamar Divanka. Dia memanfaatkan jendela yang terbuka untuk mengintip siapa yang berani memanjat balkon nya.

"Cih! ngapain dia?" Divanka terkejut saat melihat king Chamzig Aldarez berdiri di depan pintu balkon nya.

Divanka menarik pintu hingga terbuka, cowok itu bergerak masuk tanpa basa basi lebih dulu. Kini matanya terpaku pada kondisi kamar Divanka.

"Gue curiga lo bukan keturunan Aldarez, kamar lo aja persis kandang kucing, bahkan lebih bagus lagi kandang kucing." begitu katanya.

Kali ini Divanka berusaha menahan emosi dan menjadi tuan rumah yang baik. Dia tersenyum kearah Rey.

"Silahkan duduk, anggap aja rumah sendiri." Ucap Divanka.

Rey bergidik ngeri, apa tadi katanya? rumah? rasanya bagian kamar ini lebih terlihat seperti kandang sapi, tidak-tidak ini adalah kandang singa. Singa pemalas.

"Ogah! kamar lo aja kayak gini, gimana bagian rumah lo yang laen?"

Cewek yang masih memakai baju tidur itu ingin sekali menendang Rey pergi dari sini. Cowok menyebalkan.
"Ngapain lo kesini? ini jam sekolah!" Cibir Divanka, sejauh ini informasi yang didapat Divanka tentang Rey, cowok ini siswa rajin yang tidak mungkin bolos untuk kerumah Divanka.

Rey beralih duduk di sofa, kaki nya bergaya seperti bos perusahaan besar. "Datengin babu gue, lo gak boleh kabur dari tugas!"

Sebenarnya cowok ini sudah izin dari sekolah, dia ingin membeli salah satu buku fisika terbaru dari toko buku kesayangan nya. Setelah dia dapatkan buku itu, dia memutuskan untuk kerumah Divanka.

"Cih! siapa yang mau kabur? gue lagi males ke sekolah!" Cibir Divanka tidak terima dirinya dituding kabur.

"Cepet mandi, ikut gue!" Perhatikan, ini bukan permintaan tapi sebuah perintah yang harus dijalankan. "Inget, babu jangan ngebantah!" Rey melanjutkan kalimatnya.

"Yaudah lo keluar sana, gue mau mandi, mau ganti baju." Divanka masih mencoba sabar.

"Gue tutup mata aja, kalau keintip sedikit artinya ya bonus buat gue." Jawab Rey asal, membuat tangan divanka tanpa sadar memukul lengan nya.

"Anak curut mesum! keluar cepet!" Divanka mencengkram keras tangan Rey, menuntun cowok itu ke balkon kamar. Kali ini Rey tidak menolak, dia mengikuti Divanka sampai cewek itu meninggalkan nya sendiri di balkon kamar, dan menutup pintu balkon bahkan menguncinya.

"Woy ngapa di kunci?" Rey sedikit berteriak.

"Keamanan untuk kesucian gue harus ketat! cowok brengsek kayak lo dilarang mendekat." Ucap Divanka.

Rey menunggu dengan santai di depan balkon kamar Divanka, menikmati angin sepoi-sepoi yang menyapa lembut. Sampai sekarang dia tidak tahu atas dasar apa kaki nya melangkah kerumah Divanka.

Alamat rumah cewek ini didapat dari data sekolah, Rey pandai dalam hal melacak, pernah bercita-cita menjadi detektif, tapi dibatalkan karna orang tua nya tidak setuju, mereka menginginkan Rey meneruskan pekerjaan ayah nya, yaitu menjadi pengusaha yang berhasil.

Aldarez (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang