12. Jangan Mengatur!

165 16 0
                                    

"Jangan coba-coba mencampuri hidup seseorang, jika sebuah luka sudah kamu cetak di masa lalu nya dulu."

*
*
*
*
*

"Divanka!" Suara itu lagi.

Divanka muak mendengarnya, baru satu langkah dia masuk gedung mewah ini, suara pria itu kembali menyusup ke telinganya. Langkah nya tidak berhenti meski dipanggil berkali-kali.

"Berhenti atau semua fasilitas ayah cabut!" Kalimat ini mampu membuat langkah kaki Divanka berhenti.

Cewek itu berdecih, ancaman sang ayah sangat berpengaruh untuk Divanka. Bayangkan saja jika semua fasilitas dicabut, bagaimana Divanka akan menjalani hari-harinya? itu sesuatu yang mengerikan.

"Mau lo apa sih?!" Bentak Divanka.

Mackynzie menggeram marah, "Kamu bisa sopan dengan orang tua gak?!" Mackynzie tidak kalah membentak.

"Cih! kalo orang tua nya kayak lo, rasanya gak pantes gue bersikap sopan!" Divanka menatap muak wajah yang sangat dia benci.

Sesuatu yang menjadi penyesalan bagi Divanka adalah dia membenci ayahnya. Ketika banyak anak gadis menganggap sosok ayah adalah pahlawan, tapi Divanka menganggap ayahnya pengacau. Karena hal itu bahkan Divanka membenci dirinya sendiri.

"Jangan coba-coba ngatur hidup gue, lo itu gak bisa bantu apapun! selama ini apa yang lo kasih ke gue selain uang, uang, uang , dan uang? Gak ada!" Bibir Divanka bergetar mengatakannya.

Ketika melihat Divanka, tanggapan orang hanya tentang keburukan. Tanpa sadar disisi lain dari itu, Divanka tetap manusia, dia punya hati. Tapi luka membuatnya menutup mata rapat-rapat agar tidak bersikap baik pada siapapun.

"Divanka!" Mackynzie membentak. Wajahnya memerah marah, dengan sorot mata tajam mengintimidasi.

Jari telunjuk Divanka menunjuk tepat kearah Mackynzie, "Jangan bentak gue! lo gak punya hak apapun untuk itu."

"Ayah ingin bicara soal perjodohan."

Telinga Divanka muak mendengar kata 'perjodohan'

Perjodohan yang hanya menguntungkan Mackynzie, dan tentu merugikan Divanka. Mackynzie itu licik, dia melakukan segala cara untuk terus menambah kekayaannya, dengan menjodohkan Divanka pada anak dari rekan bisnisnya, tentu itu cara terbaik untuk memperoleh banyak keuntungan bisnis.

Selain memperoleh banyak keuntungan bisnis, Mackynzie juga memperoleh pewaris untuk meneruskan perusahaan nya yaitu suami dari Divanka nanti.

"Gak ada perjodohan, gak ada yang akan nikah. Lo kalo mau nikah, nikah aja sendiri. Gue gak tertarik!" Bibir Divanka bergetar.

"Lo kehilangan hak untuk ngatur hidup gue." Divanka meringis.

"Gue bukan anak lo, gue lebih layak disebut budak lo! Lo selalu nuntut gue untuk jadi apa yang lo mau, lo salah. Lo salah besar sebagai orang tua!"

"Lo.. gagal jadi seorang ayah." Divanka terisak.

Divanka berlari menuju kamar, tidak peduli sebanyak apa sang ayah memanggil namanya. Dia tidak peduli. Catat, Divanka tidak peduli!

Bibirnya tidak berhenti menggerutu, dia kesal, dia sedih, dia marah. Semua campur aduk. Divanka benci situasi seperti ini.

Dia melipat kedua tangannya diatas meja belajar, kepalanya tenggelam diatas lipatan tangan tersebut. Divanka menangis.

Semua berakhir dengan air mata jika sudah menyangkut pertengkarannya dengan mackynzie, ayahnya. Apapun yang Divanka katakan tadi, bukan hanya melukai Mackynzie, tapi juga dirinya sendiri.

Aldarez (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang