12. Pertemuan Tiba-tiba

17.3K 1K 40
                                    

(VERSI NOVEL)

⚠️Cerita ini akan di repost secara bertahap, jadi harap bersabar. Jika ingin membaca versi full bisa beli novel di Shopee Firaz Media 🤗

Happy Reading Guys ❤️

***

"Ya ampun lo masih aja galau, Nin. Ini udah dua Minggu berlalu tapi tetap aja lo masih merana ditinggal ayang pergi," celetuk Bina begitu sampai di ruangan gue.

Gue meliriknya sekilas lalu kembali terdiam lesu seperti orang yang kekurangan asupan nutrisi. Benar yang dikatakan oleh Bina, dua Minggu belakangan ini gue emang kurang semangat untuk menjalankan hari-hari kayak biasanya. Semenjak kepergian Devano ke Paris, gue sendiri merasa seperti separuh nyawa gue pun ikut pergi bersamanya.

"Ternyata lo di sini, Bin."

Sudut mata gue menangkap sosok Galih yang baru saja datang ke ruangan gue. Dia pun ikut duduk di kursi tepat di hadapan gue. "Nindya kenapa sih, lagi datang bulan dia?" tanya Galih mulai kepo.

"Bukan datang bulan, tapi dia lagi LDR sama ayangnya makanya galau gini," sahut Bina.

"Lho Nindya udah punya pacar? Gue kira masih jomblo." terdengar kekehan kecil dari Galih. "Emang kenapa kalo gue jomblo?" tanya gue menyahuti perkataan Galih tadi.

"Ya ... gue kan bisa gitu buat pdkt sama lo, kalo lo masih jomblo ya bukan sekarang. Soalnya gue nggak mau menanggung resiko rebut pacar orang," ujar Galih sambil tertawa. Sosoknya yang ceria membuat siapa aja senang berteman dengannya termasuk gue dan Bina.

"Nindya biarpun ditinggal pergi jauh gue jamin dia nggak bakal oleng ke siapapun, soalnya dia bucin akut sama pacarnya itu." Gue mendelik tajam ke arah Bina dan langsung mencubit lengannya. Bina pun langsung mengerang kesakitan. "Anjir, sakit tangan gue, Nin!" Serunya.

"Lagian lo bicaranya berlebihan banget," ucap gue. "Tapi kan faktanya emang gitu, lo bucin banget sama Devano padahal belum tentu itu cowok setia sama lo!"

Gue baru hendak membalas perkataan Bina, namun suara Galih tiba-tiba terdengar kembali. "Eh gais, gue mau beli kopi nih di bawah. Ada yang mau nitip nggak?" Galih menatap gue dan Bina bergantian. Mungkin dia paham kalo seandainya nggak buka suara maka gue dan Bina bakal lanjut berdebat.

"Gue mau. Nitip kopi yang biasa lo beliin buat gue ya, soalnya gue lagi pengen," ujar gue sambil tersenyum simpul. "Oke, ada lagi nggak?" Gue langsung menggeleng.

"Lo mau nitip apa, Bin?" tanya Galih, melirik Bina. "Sama kayak Nindya. Gue emang butuh kafein untuk menenangkan diri," sahut Bina. Galih pun beranjak dari tempat duduknya dan langsung meninggalkan gue dan Bina.

"Lusa kita mau wisuda, lo udah beli kebaya?" Gue menggeleng mendengar pertanyaan Bina. "Mau beli bareng nggak nanti pas balik dari kantor?"

"Boleh. Gue juga bingung mau beli model kayak apa, tapi kalo sama lo udah pasti bakal di pilihkan yang modelnya bagus." Gue menyengir untuk mengusir rasa canggung yang sempat tercipta tadi.

Sekedar informasi, masa magang gue yang awalnya tiga bulan di potong menjadi dua bulan lebih sedikit setelah mendapatkan sebuah penilaian dari atasan yang mengatakan bahwa selama magang kinerja gue bagus, nggak cuma gue tapi juga Bina. Seminggu lalu kita sidang dan hasilnya kamu lulus. Setelah ini kami sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti acara yang akan menjadi akhir dari masa perkuliahan kamu, yaitu wisuda yang akan diadakan lusa atau dua hari lagi. Nggak nyangka bahwa empat tahun gue bisa lalui meski banyak rintangan di setiap langkah yang gue ambil.

MY COLD HUSBAND (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang