Bagian 3

94 6 0
                                    

BAGIAN 3

"Apakah cinta itu? Sesuatu yang sangat aku agungkan, yang aku muliakan, namun berujung kebohongan. Kesucian cinta yang aku jaga selama ini dibalas dengan pengkhianatan."

Yulia mengurung dirinya di dalam kamar keesokan harinya. Sejak pulang dari mall semalam, Yulia tak mau beranjak keluar dari kamarnya sama sekali. Sebuah kamar berukuran 5x6 meter yang merupakan salah satu kost elite di kawasan selatan Jakarta. Ponsel yang dipakai oleh Nia untuk menghubunginya dimatikannya.

Sepasang matanya tampak merah dan sembab, rambutnya tampak berantakan dan tampangnya tak terurus. Tempat sampah di kamarnya tampak sudah penuh oleh bungkusan snack yang dimakannya. Mengurung diri di dalam kamar dan tidak berinteraksi dengan dunia luar sama sekali.

Dia memeluk boneka koala pemberian Arya yang pulang dari perjalanan bisnisnya di Australia. "Hanya kamu yang baik dan setia padaku. Selalu mendengar kata-kataku, selalu menemaniku setiap saat. Tidak pernah bohong dan khianatin aku. Andai kamu ini nyata..."

Ingatannya kembali ke saat dia pertama kali bertemu dengan Arya yang datang ke kantornya. Bekerja sebagai seorang customer service dan melayani banyak pelanggan adalah aktivitas pekerjaannya sehari-hari. Arya adalah salah satu dari sekian banyak pelanggan yang memakai jasa kantor tempatnya bekerja.

Selang dua hari kemudian, Arya kembali datang ke kantornya, namun bukan sebagai pelanggan, tapi untuk mengajaknya keluar makan siang. Awalnya Yulia menolak. Namun Arya tak pernah menyerah. Selama beberapa hari ke depan, dia selalu datang untuk mengajaknya makan siang. Hingga pada hari itu, Yulia meladeninya.

"Mas, apa nggak bosan gitu tiap hari datang kemari hanya untuk ngajak aku makan?" Tanya Yulia yang duduk di depan Arya saat makan siang hari itu.

Arya tertawa. "Harus butuh perjuangan untuk mendapatkan perhatian seorang gadis cantik. Kalau sekali dua kali mencoba dan sudah menyerah, cowok di dunia ini dapatnya yang jelek semua lho."

Yulia tersenyum mendengar jawaban Arya. "Maksud Mas bagaimana?"

"Aku menyukaimu." Kata-kata itu terluncur begitu saja dari mulut Arya dan Yulia pun yang sejak awal sudah terpikat oleh ketampanan dan sikap sopannya, memberikan lampu hijau. Dan perkenalan mereka pun berlanjut menjadi jenjang pacaran.

"Aku tidak memilih yang kaya, Mas." Yulia berkata saat Arya mengantarnya pulang kerja dengan mobilnya. "Bagiku uang bisa dicari. Tapi kesetiaan dan kejujuran hati itu yang langka. Cinta itu anugrah suci yang terindah dari Allah. Kita harus menjaganya, Mas."

Ingatan Yulia terlempar kembali ke kejadian semalam di mall. Saat dimana dia memergoki Arya asyik bermesraan dengan gadis lain. Kepingan demi kepingan kejadian yang ingin Yulia lupakan. Untaian peristiwa yang membuat air matanya kembali berlinang.

"Kau cewek sok suci yang berlindung dalam jilbab! Munafik!"

Masih terbayang olehnya telunjuk Arya tampak tajam ditujukan ke Yulia. "Aku muak melihatmu! Enyah kau dari hadapanku!!"

"Kejaammmm!! Mengapa dunia ini begitu kejam?? Tak bolehkah aku menikmati indahnya cinta seperti halnya yang lain?"

Sepasang matanya yang masih basah tertuju pada sehelai kain yang biasa dikenakannya sebagai hijab. Diambilnya kain itu dan diremasnya. "Hanya karena ini? Hanya karena ini aku dibilang sok suci? Hanya karena ini dia berpindah ke lain hati?"

Larut dalam kesedihan yang berkepanjangan, bagaikan seorang yang tak bisa berenang dan jatuh ke dalam sungai, semakin lama semakin tenggelam.

Keesokan harinya...

"Lho, Ibu Yulia?" Satpam kantor tempat Yulia bekerja terkejut menyapanya. "Beda sekali penampilan hari ini?"

Yulia tersenyum dan mencoba menyembunyikan kepedihan hatinya. "Bapak ini bisa aja. Mungkin karena aku kurang tidur, Pak."

Pak Satpam melirik Yulia dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Bukan. Bukan itu maksud saya."

"Hai, Yul." Suara yang sangat dikenal Yulia terdengar memanggilnya. "Wow, you look totally different. Nggak pakai jilbab nih hari ini?"

"Eh, Nia. Nggak." Yulia menjawab singkat.

"Kenapa? Baru sekali ini aku lihat kau masuk kerja tanpa jilbab dan pakai rok seperti itu? Biasanya..."

"Udah, jangan dilanjutkan ya. Aku sedang tidak ingin membahas itu."

"Iya deh, sori." Nia yang juga sama jabatannya dengan Yulia itu tersenyum. "Tuh kenapa kemarin seharian aku tak bisa menghubungimu. Aku cemas kamu kenapa-kenapa. Kalau bukan karena sakit akibat makanan di food court itu, aku sudah ke kost mu kemaren."

"Aku tidak apa-apa kok, lagi nggak pengen diganggu aja. Jadi aku matikan hape-nya."

"Pantes." Sahut Nia. "Tapi kau cantik lho hari ini, makin feminim."

"Makasih..." Yulia menjawab pendek lagi dan duduk di bangku tempatnya bekerja sebagai customer service di sebuah perusahaan jasa keuangan. Menghela nafas seperti sedang dibebani pikiran, Yulia tampak terbengong sesaat sebelum akhirnya mempersiapkan mejanya.

BERSAMBUNG

DIFFERENT WORLD (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang