satu

876 141 31
                                    

Nala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nala.

Gue mengerjapkan mata yang kesulitan untuk terbuka sepenuhnya. Gue baru bangun tidur dan setau gue ini hari Minggu, yang itu artinya gue harusnya bisa tidur sampai siang. Itung-itung sebagai ganti jam tidur gue yang hanya tiga sampai empat jam sehari di hari kerja. Namun sayangnya cahaya matahari nggak membiarkan gue untuk tidur lebih lama lagi. Gue beranjak bangun, menyandarkan punggung gue ke kepala ranjang lantas mencoba benar-benar membuka mata.

Gue melirik jam di atas meja kerja gue yang menunjukkan pukul delapan pagi. Hari masih panjang untuk berganti hari besok.

Hari Minggu memang menyenangkan, itu menurut gue sebelum gue menikah. Ya. Sekarang gue sudah menikah yang itu artinya setiap hari Minggu gue harus menghabiskan sebagian besar waktu gue dengan gadis itu. Oke. Gue akan belajar memanggilnya Lira. Namanya Salira, tapi akan lebih mudah bagi gue untuk memanggilnya Lira. Lebih singkat saja menurut gue.

Gue menyingkap selimut gue kemudian berjalan menuruni tangga. Gue bisa lihat kasur Lira sudah bersih dan rapi. Lira memang rajin bangun pagi, setau gue begitu. Jadi setiap kali gue mau berangkat kerja, Lira biasanya udah bangun dan sedang sibuk sama tanamannya di taman depan.

Dia jarang keluar rumah kalo nggak penting-penting amat. Lagian pekerjaan Lira juga nggak mengharusnya dia pergi kel luar kecuali kalo dia butuh melakukan reset tempat untuk ceritanya. Lira seorang penulis buku. Gue kasih tau siapa tau ada yang belum tau soal pekerjaan Lira. Dia anaknya nggak banyak nuntut sih, lagian gimana mau nuntut gue dan dia aja ngobrol jarang banget. Ya bukan berarti gue berharap bisa ngobrol sama dia tiap hari sih. Cuma ya biar suasana rumah ini hidup aja gitu.

Makanya gue nggak terlalu menyukai hari Minggu setelah gue dan Lira menikah. Gue akan memulai waktu canggung untuk yang kesekian kalinya. Gue menggosok-gosok rambut gue kasar sebelum akhirnya memilih untuk berjalan membuka pintu kamar.

Gue mendapati Lira yang kini tengah menyirami tanaman di taman depan. Gue menghampirinya, menatap tubuh kecil itu sejenak lantas berpikir untuk tidak mengganggunya.

"Gue kira lo bakal bangun siang." Suaranya memenuhi telinga gue. Gue sedikit terkejut tapi gue mengurungkan niat gue untuk menuju dapur. Gue mendekatinya sambil bertelanjang kaki.

"Niatnya juga gitu, tapi nggak bisa tidur lagi. Mataharinya posesif sama gue."

"Oh gitu."

Hening.

Kan diem-dieman lagi. Gini nih yang bikin gue nggak bisa lama-lama sama Lira. Nggak ada yang bisa kita omongin lebih jauh karena ya emang gue dan dia nggak saling tau. Gue nggak tau topik apa yang dia suka begitupun sebaliknya. Gue menarik napas pendek saat melihat gesture tubuh Lira yang kayaknya nggak nyaman. Kayak ada yang mau dia sampaikan tapi dipendam. Gue akhirnya beranikan diri buat tanya.

"Ada yang bisa gue bantu? Lo kelihatan nggak nyaman?"

Lira menggaruk tengkuknya sebelum menjawab. "Tadi pagi gue dapet telfon dari kakak gue. Dia bilang mau main ke sini karena udah dua bulan nggak silaturahmi. Dia sama anak dan istrinya."

NalaliraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang