lima belas

529 120 23
                                    

Nala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nala.

Sudah hampir dua bulan berlalu semenjak gue dan Lira memutuskan untuk saling mengenal satu sama lain setelah satu tahun tanpa pernah mencoba untuk kenal dan paham. Ini nggak mudah, karena satu tahun yang terasa asing satu sama lain. Namun gue dan Lira tetap mencoba untuk melakukannya, bukan untuk orang lain sebenarnya tapi untuk kita.

Gue dan Lira.

Juga supaya gue bisa memenuhi janji gue sama Ibu untuk menjaganya sepenuh hati gue. Semenjak hubungan gue dan Maya kandas di tengah jalan, harusnya hati gue terasa kosong dan begitu hampa. Tapi mengapa gue justru biasa saja? Malah rasanya sesak di dada gue pelan-pelan mengendur? Apa hanya perasaan gue saja?

Di samping Lira gue merasa nyaman dan baik-baik saja untuk menjadi diri gue sendiri. Gue ngerti membandingkan itu nggak baik dan tentunya setiap manusia memiliki perbedaan yang nggak bisa disamakan. Lira berbeda dengan Maya. Gue paham benar soal itu. Dua bulan yang gue lewati dengan Lira akhir-akhri ini terasa begitu berarti dan berharga, gue nggak tau kenapa. Mungkin gara-gara perempuan itu ada di samping gue saat Ibu meninggal. Mungkin karena Lira nggak pernah capek buat ngingetin gue bahwa semuanya akan baik-baik saja nantinya.

Mungkin.

Di dunia ini serba mungkin dengan segala kemungkinannya.

Gue menghela napas panjang, bersamaan dengan gue meraih ponsel dan melihat jam di ponsel gue yang sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam kurang lima menit.

"Lira, lo kemana sih?" gue bermonolog. Di luar sana sudah malam dan langit gelap menghiasi Ibukota. Gue nggak tau Lira dimana dan lagi ngapain sekarang. Yang jelas gue tau dia dengan siapa. Sean.

Mantannya.

Tiba-tiba dada gue rasanya sesak.

Gue bingung sama perasaan gue sendiri sekarang. Kenapa gue harus nggak suka kalo Lira pergi sama Sean? Bukannya dua bulan yang lalu justru gue yang meminta supaya Lira kembali pada Sean supaya kami berdua sama-sama impas. Gue dengan Maya dan Lira dengan Sean. Tapi sekarang kenapa justru gue yang egois?

Gue nggak suka Lira pergi hanya berdua dengan Sean. Dan sepertinya makin hari gue semakin jelas menunjukkan perasaan gue itu ke dia. Perasaan kalo gue nggak suka dan nggak mau Lira pergi-pergi lagi sama Sean.

Tapi gue ini siapa?

Apa gue berhak untuk marah kalo Lira pergi dengan orang lain?

"Udah jam setengah dua belas.." kemudian setelah gue mendengar pintu kamar dibuka.

Lira sudah pulang. Gue buru-buru memejamkan mata gue entah kenapa gue merasa kalo dia bakal naik ke sini. Dan benar saja, baru gue memejamkan mata satu menit yang lalu, Lira benar-benar mendekati kasur gue. Yang gue tau setelahnya adalah Lira menyelimuti gue dan duduk di samping ranjang gue. Gue juga bisa merasakan jemari Lira bermain di rambut gue untuk merapikannya.

NalaliraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang