enam belas

524 107 25
                                    

Nala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nala.

Gue sedang menghabiskan waktu makan siang gue di kantin kantor sambil menikmati teriknya matahari. Gue menolehkan padangan ke beberapa meja lain yang juga sama sibuknya dengan gue, menghabiskan isi di dalam piring. Gue menyesap es kopi yang ada di gelas hingga habis.

Lalu bayangan itu muncul lagi.

Memori lebih tepatnya.

Sebuah memori yang mengingatkan gue tentang sebuah kejadian pada beberapa malam yang lalu. Malam dimana gue memeluk Lira dari belakang. Gue meremas rambut gue gemas. Gue masih nggak mengerti kenapa gue harus tiba-tiba memeluk Lira dan sok pahlawan menenangkan perempuan itu. Tapi sumpah deh, gue aja nggak sadar melakukannya. Maksud gue, gue refleks aja gitu meluk Lira.

Ini sudah beberapa hari sejak kejadian itu dan gue masih belum bisa lupa. Ya iyalah mana bisa lupa, secara itu pelukan pertama kami berdua setelah hari buruk yang terjadi pada gue.

Gue hanya merasa saat itu Lira butuh gue makanya gue memeluknya dan memberikan sedikit kenyamanan. Juga memberitahu Lira kalo dia nggak sendirian, karena ada gue yang ada di sisinya. Gue tau Lira pasti terkejut banget tapi dia nggak menolak untuk gue peluk. Itu yang gue syukuri.

Setelah kejadian itu gue dan Lira mencoba untuk bersikap biasa dan nggak membahas lebih jauh soal itu. Mungkin Lira ingin menyimpannya sebagai ingatan pribadi atau malah berniat melupakannya. Gue nggak tau, tapi gue nggak akan lupa kejadian malam itu.

Gue menghembuskan napas panjang bersamaan dengan perhatian gue teralih dengan kehadiran seseorang.

Gue mengenalnya sebagai Arga Jumantara, salah satu rekan kerja gue yang beda divisi. Gue juga mengenalnya sebagai teman dari Xavier Seandirta, mantannya Lira.

Alis gue terangkat saat dia duuduk di hadapan gue sembari meletakkan piring makanannya.

"Meja lain penuh." Katanya.

"Gue nggak ngomong apa-apa padahal."

"Tapi tatapan lo bilang kalo lo keberatan gue duduk di sini."

"Duduk aja. Kan bukan kursi gue juga."

"Humor lo payah."

"Gue nggak minta dikomentarin soal humor by the way."

"Yayayaya."

Dia mulai mengunyah makanannya, sesekali matanya melihat ke kejauhan dimana ada ribuan mobil yang berdesakan di jalan sambil membunyikan klakson.

"Gue paling sebel sama orang-orang yang bunyiin klakson sembarangan."

"Gue nggak mau denger pendapat lo."

"Kalo nggak mau antre ya terbang aja sonoh pake mobil ajaibnya Ron Weasley."

Gue nggak bisa nahan ketawa pas dia bilang mobil ajaib milik Ron Weasley dalam seri Harry Potter itu. Dia melirik gue lantas senyum miring di bibirnya terlihat. Sialan.

NalaliraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang