•20• KANTOR SUAMI

2.1K 58 4
                                    

Setelah usia kandungan Ranasya memasuki bulan ke dua, dia dan Revan memutuskan untuk berhenti sekolah dan dilanjutkan dengan homeschooling. Revan juga yang mulai masuk di salah satu anak cabang perusahaan Papahnya semakin giat. Dia mulai berfikir bahwa karena ia sudah menikah, dan tidak mungkin ia harus terus bergantung kepada orangtuanya atau orang tua sang istri. Ada saatnya dimana ia benar-benar berfikir bahwa keluarga kecilnya adalah tanggung jawabnya. Sepenuhnya. Selamanya.

Selama awal-awal kehamilannya, Ranasya juga merasakan seperti apa yang ibu-ibu hamil lainnya rasakan, seperti morning sick, ngidam, cengeng, labil, dan lain sebagainya. Bahkan Revan yang notabenya adalah lelaki, suami dari Ranasya, merasakan apa yang sang istri rasakan, mual-mual setiap pagi dan saat mencium bau-bau yang sebenarnya biasa saja, ngidam, menjadi sangat manja dan lebih posesif dengan beralasan yang tidak masuk akal dan banyak lagi.

Ranasya selalu mengerti apa yang sang suami rasakan saat dimasa-masa itu, karena ia tau itu bukan keinginan suaminya sendiri, tetapi anak yang ada di dalam kandungannyalah yang meminta. Sebisa mungkin Ranasya sabar, begitu pula sebaliknya. Saling mengerti, saling melindungi, saling melengkapi.

Tetapi bukan hidup jika tidak ada masalah yang menimpa.

Saat usia kandungan Ranasya memasuki bulan ke delapan, pekerjaan Revan dikantor menjadi sangat sibuk. Revan lebih memilih ia bekerja sampai lembur bahkan sampai dibawa ke rumah, dan meyelesaikannya pada saat dihari libur. Bukannya karena apa, ia takut jika pada saat kandungan Ranasya memasuki bulan kesembilan, ia malah disibukkan oleh pekerjaan bukannya menjaga sang istri dan calon anaknya. Ia sudah memikirkan dan merencanakan bahwa pada saat usia kandungan Ranasya menginjak sembulan bulan, ia akan cuti selama beberapa bulan dan ia alihkan pekerjaannya pada orang kepercayaannya selama ia bekerja dan menjadi pemimpin di cabang perusahaan Papahnya itu.

Selama dua minggu terakhir itu, Revan semakin sibuk bahkan ia selalu melupakan waktu makan dan istirahatnya. Silla selaku sekretaris Revan pun selalu mengingatkannya agar tidak melupakan itu semua. Karena bertemu setiap hari dan Revan yang memang selalu memasang wajah ramah kepada para bawahan dan  kolega bisnisnya, membuat Silla salah paham. Silla sudah tahu jika Revan sudah menikah bahkan istrinya tengah mengandung anaknya karena dia pernah mendengar percakapan bossnya itu saat tidak masuk ke ruangan bossnya dan mendapati bossnya yang sedang berteleponan dengan sang istri.

"Permisi Pak, saya hanya ingin mengantarkan teh kesini" ucap Silla ramah sambil meletakkan teh panas di atas meja kerja Revan yang penuh dengan kertas.

"Iya, makasih" jawab Revan tanpa mengalihkan tatapanya dari laptop berwarna silver itu.

"Apa Pak Revan butuh seauatu?" tanya Silla mencoba mengulur waktu.

"Ah tidak, saya tidak butuh apa-apa" jawab Revan lagi dengan melirik Silla sekilas.

Jika dilihat-lihat dari wajahnya, umur mereka sudah pasti terlihat jauh. Wajah Silla yang sudah terlihat lebih dewasa dibandingkan Revan. Dan seperti itu lah pokoknya.

"Jika sudah, kamu bisa keluar dan lanjutkan pekerjaanmu kembali" ujar Revan saat tidak melihat pergerakan dan tidak mendapat jawaban dari sang lawan bicara.

"Baik, perimisi" pamit Silla seraya pergi menghilang dari hadapan Revan.

'Maaf Pak Revan, di luar ada yang sedang menunggu Bapak'

"Siapa?"

'Beliau bernama Ranasya, Pak'

"Saya turun ke bawah sekarang, tolong temani dia dan bilang jangan kemana-mana"

'Baik Pak'

Bip.

"Haii" sapa Revan sambil mencium pipi Ranasya dan mengusap perut buncitnya dari belakang.

RANASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang