Catatan Harian | 23

49 10 0
                                    

Hallo. Ketemu lagi nih sama gue si cowok galau yang belum kelar galaunya. Hari ini gue mau cerita tentang kegiatan gue sewaktu camping hari pertama kemarin. Saat ini gue sedang di dalam tenda, buka laptop terus menyempatkan diri buat nulis cerita gue untuk episode yang ke dua puluh tiga. Kegaluan seorang Irham memang belum surut. Malah semakin parah kalau menurut gue.

Jadi begini, dikarenakan gue gak suka naik bus dan juga gue bakal mabok parah kalau naik bus, akhirnya dengan terpaksa gue naik motor gue sendiri. Awalnya banyak guru yang protes karena mengingat perjalanan menuju ke tempat camping lumayan jauh, tapi sekali lagi gue meyakinkan diri ke mereka bahwa gue akan baik- baik saja. Waktu itu gue gak sendirian. Gue ditemani oleh Thomas karena wali kelas gue takut gue kelelahan. Oleh karena itu Thomas bisa menggantikan gue untuk menyetir sewaktu gue merasa kelelahan.

Thomas sama sekali tidak menolak. Sahabat gue satu- satunya itu sangat tahu betul kalau gue memang sangat tidak cocok jika naik bus. Ngomong- ngomong dia sendiri juga pemabok berat saat naik bus. Jadi dia senang- senang saja saat ditawari oleh wali kelas gue untuk menemani gue naik motor. Dulu gue pernah naik bus bersama Thomas. Entah itu dalam rangka acara apa gue lupa. Tapi intinya gue dan Thomas naik bus, dengan tempat duduk yang sama. Dan kalian tahu, belum lima menit bus berjalan gue dan Thomas udah mabok berat sampai- sampai membuat anak- anak yang ada di bus itu juga ikut- ikutan mabok. Setelah kejadian itu gue kapok kalau disuruh milih buat naik bus lagi.

Bus berhenti setelah setengah perjalanan. Gue dan Thomas memamfaatkan waktu itu untuk sholat dan juga beristirahat. Oh iya ngomong- ngomong waktu itu gue sama sekali belum ketemu Nada. Perasaan gue masih sama galaunya kalau mengingat Nada. Semenjak kejadian di toko camping itu gue sama dia jarang ngobrol bareng. Bahkan gue sudah jarang duduk di basecamp untuk mengodanya saat dia baru berangkat sekolah. Apesnya dulu pernah gue satu kelompok sama dia. Dan dengan jahatnya gue minta gantian sama Thomas sehingga gue tidak jadi satu kelompok dengan Nada. Gue heran, disini gue yang patah hati tapi gue sendiri yang menghindari dia. Seharusnya kalau gue beneran cinta sama Nada gue harus menyakinkan diri ke dia bahwa gue memang tulus sama dia. Toh bertemanpun tak apa asalkan gue bisa selalu bersama dia. Tapi entah kenapa hati gue gak terima akan hal itu. Di dalam sana, di hati gue ada bagian yang patah yang sampai saat ini belum bisa pulih seperti semula. Mungkin benar apa kata Thomas, gue hanya butuh waktu untuk melupakan hal itu.

"Ham lo di cari Bu Dir tuh!" Bu Dir atau lengkapnya Bu Dira adalah wali kelas gue.

"Ngapain?" kata gue pada Thomas yang saat ini sedang memakai jaket dan juga maskernya. Bus sudah akan kembali melanjutkan perjalanan, dan dapat gue lihat Bu Dira sudah menunggu gue di depan bus rombongan kelas gue.

"Kagak tahu gue, samperin sana. Udah melotot tuh roman- romannya. Bu Dir dari tadi nungguin lo, tapi lo malah gak nyamperin dia."

Dengan malas gue memakai jaket dan juga masker lalu menghampiri Bu Dir. Gue tahu kalau gue lagi galau. Tapi entah kenapa mata gue masih saja jelalatan mencari sosok sang pembuat galau saat gue tepat berada di depan Bu Dir. Dari sisi bus yang saat ini gue lihat, sosok itu gak ada. Oh mungkin dia duduk di sisi yang satunya. Ah sudahlah Irham ngapain juga lo mikirin dimana Nada duduk.

"Thomas mana?" Tanya Bu Dir sambil mencari- cari sosok Thomas.

"Loh katanya ibu cari saya?"

Bu Dir menepuk jidatnya yang lebarnya ngalahin bandara, "Kamu masih kuat kan kalau nyetir?" Gue mengangguk. "Gimana kalau kamu boncengin Nada?"

Jantung gue langsung meletup- letup mendengar itu. Saat gue ingin protes Bu Dir kembali menyela ucapan gue, "Kasihan Nada, dari tadi dia mabok berat. Nanti biar Thomas sama Pak Adnan."

"Kalau gitu biar Pak Adnan saja yang sama Nada bu. Saya sama Thomas."

Mata Bu Dir memincing curiga, "Memangnya kenapa kalau kamu sama Nada?"

"Gak papa sih bu.. tapi anu bu.." patah hati Irham belum sembuh bu kalau Bu Dir ingin tahu.

"Kasihan kalau Nada harus sama pak Adnan. Kamu tahu kan gimana kalau Pak Adnan lagi nyetir. Super ngebut. Ibu takutnya Nada malah tambah mabok."

"Lah gak jauh beda sama saya bu. Tiap pagi kan saya balapan sama Pak Adnan kalau berangkat sekolah!"

Sepertinya Bu Dir tidak mendengarkan alasan masuk akal gue. Dan yang paling parah, kunyuk alas bernamakan Thomas sudah nangkring di motornya pak Adnan dengan senyum menyebalkan. Thomas memberiman cengiran jailnya untuk menyemangati gue. Ingatkan gue untuk memberinya kopi campur garam setelah acara camping selesai.

Dengan terpaksa gue menyetujui usulan Bu Dir karena posisi gue yang tidak bisa menolak akan usulannya. Tidak lama setelah itu Bu Dir masuk kedalam bus dan kembali dalam waktu dua menit sambil menuntun Nada yang kondisinya sangat memprihatinkan.

Seketika rasa bersalah gue memenuhi hati gue hingga menyebabkan gue sesak nafas. Tidak seharusnya gue berbuat seperti itu ke Nada. Tapi disisi lain gue juga ingin cepat- cepat move on dari perempuan yang saat ini sedang memakai topi rajut berwarna merah.

Tunggu dulu..

Bukannya dulu Nada beli yang warnanya navy ya? Kenapa sekarang berubah menjadi merah?

"Ibu titip Nada ya Ham. Kalau kamu capek kamu minta gantian sama Thomas." Kata Bu Dir sambil mengusap- usap pundak Nada.

Gue hanya mengangguk. Dan setelah memberikan Nada minyak angin, Bu Dir kembali masuk ke dalam bus. Sedangkan gue? Gue masih bingung harus bagaimana karena rasa canggung yang menyelimuti hati gue.

"Lo yakin mau naik motor gue?"

Nada hanya menatap gue dengan sorot sayu. Perempuan itu tersenyum tipis lalu berkata, "Iya."

"Motor gue tinggi, eh maksut gue motor gue mungkin gak nyaman buat lo. Kalau lo nanti pegel- pegel atau kesemutan lo bilang ke gue ya. Motor gue juga suaranya berisik mirip Idul tapi ini jauh lebih parah."

"Iya Irham." Nada hampir tertawa mendengarkan ocehan gue. Wajah gue sudah mulai merah karena malu campur kesal. Gue kan lagi dalam mode ngejauhin dia. Kenapa gue gampang luluh sama dia sih hanya karena disorodrin senyum yang gagal terbit itu.

"Ya udah. Kalau gitu kita berangkat sekarang."

Gue berjalan menuju motor gue berada. Gue sengaja gak pake Idul karena gue tahu jalanan yang akan gue lewati tidak akan sanggup gue lewati jika gue menggunakan Idul. Jadi saat ini gue menggunakan Fitri. Kekasihnya Idul.

"Lo bisa naik gak?" Kata gue pada Nada yang sedang memakai helem.

"Bisa. Gini kan?" Tangan Nada bertumpu pada kedua pundak gue, lalu dengan satu ayunan tubuhnya sudah berada di jok belakang gue.

Gue hampir terkekeh namun gue tahan. Gak tau kenapa gue tahan aja.

"Udah siap?" Kata gue sambil menstarter Fitri. Dan suara berisik dari kenalpot Fitripun menggema mengalahkan suara motor biasa.

Nada hanya tersenyum sambil mengangguk. Setelah itu motor gue mulai berjalan mengikuti bus yang juga sudah mulai meninggalakan kami.

"Ham?"

"Ya?"

"Gue boleh pegangan sama jaket lo gak?"

"Hah?"

"Gue ngantuk."

"Oh. Terserah lo."

"Maaf."

"Hah?"

"Gue minta maaf kalau sudah bikin lo ngerasa gak nyaman."

Seperti yang kalian duga, menit itu, detik itu juga seorang Irham sudah bisa dipastikan tidak akan bisa move on dari perempuan yang bernama Nada.

More Than Words : [KTH JOURNAL SERIES] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang