Catatan Harian | 01

479 31 4
                                    

Pagi ini gue berangkat sekolah lebih awal dari biasanya. Sebelum gue masuk ke kelas, gue selalu menunggu seseorang yang setiap paginya selalu membuat mata gue tidak bisa berkedip walau hanya sesaat. Jujur saja gue agak sedikit linglung jika mata gue sudah bersitatap dengan pemilik mata coklat itu. Namun seperti yang sudah sudah, gue dapat menutupinya setengah mati walaupun T-rex yang ada di perut gue sudah meraung-raung minta dilepaskan.

"Ham mangsa kita tuh. Enaknya kita apain nih?"

"Lo aja deh. Gue lagi gak mau buat dosa hari ini."

"Gaya lo. Ntar siangan juga udah khilaf lagi lo. Gegayaan sok mau tobat."

Sahabat gue yang bernama Thomas itu memang menyebalkan. Sudah tiga tahun ini gue betah berdekatan dengan laki-laki non normal macam dia. Dan seperti biasa, sepagi ini gue dan Thomas sudah duduk manis di pintu masuk tangga yang menjadi jalan anak -anak senior untuk masuk ke kelas mereka masing-masing. Kelas dua belas memang berada di lantai dua, dan jalan satu-satunya adalah melewati tangga yang sudah dua tahun ini gue jadikan basecamp bersama dengan Thomas.

Gue gak cakep. Asli. Tampang gue biasa aja. Tapi setiap kali gue berada di basecamp, ada saja cewek yang dengan sengaja atau tidak memberikan coklat pada gue atau engak surat kecil yang isinya minta nomor atau id Line.

Gue gak ngerti kenapa mereka bisa melakukan hal gila seperti itu. Jujur saja gue gak suka dengan tipe cewek yang memulai duluan. Maksud gue, kalau gue suka sama cewek ya gue sebagai cowok harus memulainya terlebih dahulu. Cewek itu pantas untuk di perjuangan bukan memperjuangkan. Dan pemikiran itu sampai saat ini masih menjadi moto hidup gue.

"Hai Nada? Tumben nih telat lima menit. Ada apakah gerangan?" Thomas berkata sambil tersenyum manis kepada perempuan yang saat ini sedang menatapnya dengan tatapan malas.

Gak gue tebak pun gue tahu kalau sekarang perempuan itu sedang kesal terhadap Thomas.

"Lo berdua masih aja ya di sini? Kurang kerjaan ya lo? Mending daripada lo godain cewek-cewek yang lewat sini lo bersih-bersih kelas deh. Lebih berfaedah dan bermanfaat."

Jujur saja setiap Nada bilang dengan wajah malasnya itu dalam hati gue selalu tersenyum. Dia kalau lagi marah-marah terlihat cantik. Bukan cantik sih, tapi auranya tuh beda. Bikin gue gemas campur sebal karena gue hanya bisa diam memandangi wajahnya.

"Lo juga Ham. Lo masih normal kan? Lo jangan temenan lagi deh sama makhluk astral samping lo itu!"

Gue mendengar si Thomas mencak-mencak. Gue mengabaikan Thomas, dengan nada lirih gue pun menyahut ucapan Nada, "Kalau temenan sama lo gimana Nad?"

Gue sempat melihat mata Nada menyorot kaget karena mendengar ucapan gue. Namun hal itu tidak berlangsung lama karena Nada kemudian berkata, "Lo kira selama tiga tahun ini kita gak temenan? Kita kan sekelas Ham. Udah lah ngomong sama lo berdua itu cuma ngehabisin tenaga gue!"

Dan Nada pun berlalu menuju ke kelas.

Gue tersenyum kecut. Ah iya teman sekelas. Memangnya apa sih yang lo harepin Ham?

Saat bel masuk kelas terjadi percakapan seperti ini antara gue dengan Thomas :

"Nada cantik ya Ham? Gue malah baru sadar tadi pas ngegodain dia."

"Engak."

"Enggak salah kan maksud lo?"

"Iya engak salah."

****



Wahai teman satu kelasku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wahai teman satu kelasku. Bolehkah aku jujur kepadamu? Andaikan kamu tahu selama ini diam- diam aku selalu memperhatikanmu. Hingga aku tidak sadar bahwa kamu adalah satu- satunya orang yang membuatku semangat bagun pagi, berangkat sekolah dan bertemu lagi dengan tawa indahmu.

More Than Words : [KTH JOURNAL SERIES] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang