Catatan Harian | 07

140 14 0
                                    

Pasti kalian masih bertanya-tanya kenapa lelaki setai gue bisa menyukai perempuan mirip bidadari seperti Nada. Awalnya gue juga begitu. Apalagi Nada adalah teman sekelas gue. Dulu gue sangat anti banget naksir cewek satu kelas. Gue beranggapan kalau satu kelas tuh gak asik. Gue bakal tahu keseharian dia di kelas. Gue juga bakal tahu kejadian apa saja tentu saja yang baik maupun yang aneh seperti teman-teman sekelas gue. Apalagi gue. Cowok paling tai sekelas yang banyak gaya tapi tetap terlihat cool.

Jangan protes gitu dong. Gue emang cool kali. Lo aja yang pernah ngelihat gue secara detail. Coba deh lo perhatiin wajah gue dari atas, samping, bawah. Apapun posenya gue tetap terlihat tampan. Gue gak pernah bohong kalau menyangkut tentang ketampanan gue.

Oke balik lagi ke naksir cewek satu kelas. Iya awalnya gue kira gue gak bakalan naksir cewek satu kelas. Sebelum gue ngelihat Nada nangis karena terkilir kakinya itu, gue masih menganggap Nada tuh cewek biasa aja. Nada teman sekelas gue yang kalem. Yang galak kalau nyolot apalagi pas nagih uang kas kelas dan Nada yang paling pintar di kelas gue. Udah itu aja.

Gue belum merasa ada getar-getar aneh dalam jantung gue. Dan semenjak ngelihat Nada nangis, wajahnya tuh jadi beda. Nada yang tegas dan suka nyolot gak lagi gue lihat. Yang ada saat itu adalah Nada yang terlihat mengemaskan karena raut kesakitannya. Gue gak bercanda. Ngelihat wajah Nada yang dipenuhi air mata tuh entah kenapa dia berubah jadi cantik. Ya ampun gue itu antara bego sama idot beda tipis. Mana ada sejarahnya cewek lagi nangis tapi terlihat cantik kalau bukan dia, bidadari gue.

Gue bahkan hampir mencubit pipinya kalau saja gue tidak teringat kalau saat itu kaki Nada sedang terkilir.

Dan semenjak kejadian itu segalanya berubah. Gue yang biasanya tertidur di kelas sewaktu pelajaran sejarah karena gurunya memang membosankan, jadi gue tidur tidak lagi gue lakukan. Mata gue melek non stop sewaktu pelajaran membosankan itu. Dan yang paling parah, gue nyatet semua apa yang di bilang sama guru sejarah gue.

Horor kan. Gue gak tahu kenapa gue bisa berubah secupu itu. Apa gue pengen terlihat baik Dimata Nada? Atau saat itu gue bener- bener pengen berubah menjadi yang lebih baik? Gue juga gak tahu jawabannya.

Gue hanya merasa Nada itu cantik. Dia baik. Dan dia juga pintar. Gak kayak gue. Udah bege, nyebelin, suka tidur pula saat dikelas. Gak cocok banget kalau di sandingkan dengan sosok Nada.

Gue masih ingat dengan jelas. Thomas pernah berkata seperti ini dengan gue.

"Lo nyatet ham?"

"Iya. Emang kenapa?"

"Lo kesurupan jin apa dah? Gak biasanya Lo nyatet pas pelajaran sejarah?"

"Iya gue pengen nyatet aja sih daripada tidur."

"Lah biasanya kan lo juga tidur?"

"Iya ya?"

"Lah Lo gimana sih?"

"Gue juga bingung Thom harus gimana."

Sampai pada percakapan itu tiba-tiba Nada menoleh ke arah gue. Dan seketika tubuh gue jadi kaku. Gue hanya mampu berkedip sambil bernafas karena gue gak mau mati kalau gak bernafas. Nada terlihat tersenyum entah kepada gue atau siapa tapi gue juga balas senyum ke dia.

Anjasssss. Gue pengen teriak WOY!

Keindahan siang itu lagi-lagi terusik karena Thomas menyenggol siku gue.

"Ham lihat gak tadi si Nada senyum ke gue masa?"

"Bukan senyum ke lo bege!"

"Terus ke siapa?"

"Ke gue lah. Siapa lagi."

"Lo pede amat sih jadi orang."

"Terserah."

"Lo suka Nada ya? Ngaku Lo!"

"Gak lah. Mana mungkin gue suka sama cewek satu kelas. Gue kan dulu pernah bilang ke lo kan kalau gue gak bakalan suka sama cewek satu kelas."

"Iya gue juga ingat. Awas aja lo Ham. Kalau lo beneran suka sama Nada, Lo harus lari keliling lapangan basket pake sempak."

"Tenang aja gak bakalan."

Dan tidak ada yang tahu. Sejak saat itu bahkan gue rela untuk lari keliling lapangan basket hanya dengan mengenakan sempak kalau dengan itu Nada bisa menjadi orang spesial gue. Gue emang gak punya otak. Tapi gue gak menyesal.

Karena apapun untuk dia, gue bakal lakuin hal itu. Semampu gue.

****


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
More Than Words : [KTH JOURNAL SERIES] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang