(G)lima

532 88 14
                                    

But these days it tastes more bitter than sweet...

Junia masih menatap Gara yang tidur dengan pipi bersemu. Mereka mungkin terlalu cepat datang, 6.45 AM. Cepat bukan?

Dengan status yang berbeda malah, pacaran. Catat sekali lagi! PACARAN. Gara pacar Junia. Junia pacar Gara. Mulai detik ini.

"PAGI SEPULUH IPA DUA!" Revan berteriak di depan kelas Junia.

"Berisik aja lo anjer, ayok masuk!" Bima menyeret Revan memasuki kelas.

Kenapa mereka di sini?

"Kok kalian di sini?" Junia bertanya kepada dua cowok itu.

"Ah kepo ya? Jangan kepo, nanti bos marah lho..." Revan mengedipkan sebelah matanya pada Junia.

"Lo punya garpu?" Suara Gara terdengar begitu saja, diikuti cowok itu yang duduk tegak.

"Hah? Ntar deh gue beli siomay minta abangnya, emang buat apaan Gar?" Bima menepuk sendiri jidatnya karena kegesrekan Revan.

"Buat colok mata lo." Suara Gara begitu sajam, setajam...silet.

"Hiii Gara lucu AHAHAHAHA, lo ketawa dong bego bantuin gue!" Revan berbisik kepada Bima.

"Ogah."

"Ih bos tuh lagi ngelawak, nggak ngehargain banget lo. Ya nggak bos?" Revan tersenyum pepsodent.

"Nggak."

"Assalamualaikum, pagi semua..." Guru yang mengajar membuat semua aktivitas terhenti.

"Waalaikumussalam pak, pagiiii..."

"Baiklah, kita lanjut-"

"PAK!" Revan mengangkat sebelah tangannya.

"Kenapa kamu...Revan?" Bapak itu menurunkan sedikit kacamatanya.

"SAYA MAU MEMPERKENALKAN DIRI DULU DONG PAK, SAYA KAN ANAK BARU DI KELAS INI!" Kata Revan mantap dengan semangat 45 miliknya.

"Bukannya kamu populer?"

"Iyasih pak, soalnya kan Revan pansos sama Gara..." Sontak saja kalimat Revan membuat gaduh lokal tersebut.

Lokal yang biasanya tenang, sepertinya tak akan sepi lagi karena Revan. Namun, berkebalikan dengan lokal mereka dulu. Sekarang, sepi sekali tanpa Revan.

"Yaudah ayok cepat perkenalkan dirimu, dasar bocah banyak gaya!"

"Hehehe oke pak!" Revan berdiri di depan kelas sambil sejenak memperbaiki seragamnya.

"Ekhem, perkenalkan gue Revandra Dinata, kalian bisa manggil gue Revan, babang tamvan, but don't call me sayang, beb, or something like that. Karena gue nggak punya doi sama sekali, alias gue jomblo. Jadi, kalau ada yang minat chat gue aja ok? Bakal gue blokir HUAHAHAHAHA-"

"Udah belum Revan?" Pak guru bertanya sambil mendekap tangannya di depan dada.

"Bentar pak, dikit lagi..." Revan kembali menghadap ke depan.

"Gue pindahan dari kelas sebelah. Negeri yang jauh kan? Kalau pada nanyain gue pake apa ke sini, gue kasih tau kalau gue jalan kaki." Seruan terdengar menggema di seluruh ruangan tersebut.

"Tenang, tenang nanti gue ajarin caranya jalan kaki dari kelas sebelah ke sini. Udah ah sekian, terimakasih mau mendengarkan segala kebacotan gue. Jangan lupa, transfer yak! Soalnya nggak ada yang gratis, tambah nasi putih aja bayar dua rebu. Terimakasih semua..."

Revan berjalan ke tempatnya, namun ia terhenti di depan gurunya.

"Pak, nanti ajarin Revan ya gimana caranya bersinar kaya matahari melalui kepala bapak. Mana tau, Revan bisa menghangatkan hati Junia nanti hehehe." Revan sempat-sempatnya mengedipkan mata ke Junia, padahal singa di sebelah gadis itu sudah meradang.

"Ada-ada saja kamu Revan, kalau mau jadi matahari ya botakin kepalamu seperti saya juga. Atau mau cara lain?"

"Apaan tuh pak?"

"Tinggal di matahari saja sana."

"Yah, yang ada saya gosong kayak si Bian noh pak!" Revan menunjuk cowok asal Papua yang duduk paling depan.

"Heh, enak saja! Beta gini-gini kulit asli Indo, ada juga beta putihnya." Lah? Si Bian nyaut-nyaut ae-,-

"Mana? Iya ada, gigi lo doang HAHAHAHAHA..."

"Sudah duduk Revan, dasar lidi tidak sadar diri!"

"Lah? Revan punya otot juga kali pak, tapi lagi malu dia bertengger di lengan Revan. Liat nih pak!" Revan menaikkan lengannya, sontak saja otot yang biasanya ada di atas lengan turun bergelantungan di bawah lengannya.

"Itu mah bukan otot, tapi gelambir HAHAHAHA."

"Jahat bat lo Bim, bukan temen ngupil gue lagi ah lo!" Revan duduk di dekat Bima.

"Dih? Mending gue ngupil sendiri aja di kursi Hana, terus upilnya gue lengketin dah di kursinya..."

"Wah bener lo Bim?"

"Iyala..."

"Hana coba berdiri lo!"

"Ngapain sih? Itu Pak Bondan lagi nulis catatan ah, ganggu ae kalian!" Tapi Hana tak urung juga berdiri, Hana yang duduk di depan Bima pun memekik terkejut.

Ada sesuatu yang kecil menempel di rok belakangnya, ew ada lendirnya lagi:v

"Kenapa kamu Hana?"

"Hua pak, Bima lengketin upilnya di kursi Hana pak. Ih lengket nih pak!"

"Bima, Revan keluar sekarang juga! Hormat bendera sampai jam saya habis..."

"Kok Revan juga pak? Kan nggak ikutan-"

"SEKARANG!"

Dengan lemas, mereka keluar namun tampak berlari kegirangan setelah tiba di penghujung koridor kelas.

Dasar generasi micin!

-Glory-

Galore (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang