Part 3

1.3K 88 6
                                    

"Kau pikir, dengan berhijab seperti ini, aku akan tertarik padamu, hah! Asal kau tahu, sampai kapan pun aku tidak akan pernah menganggapmu sebagai istriku."

Astagfirullahalazim, begitu hinakah aku di mata Mas Danish? Seakan-akan ia menilai perubahanku ini hanya untuk menarik simpatinya saja. Padahal keputusan ini murni atas kesadaranku, karena ingin berhijrah menuju arah yang lebih baik.

"Maaf, aku sedang tidak ingin berdebat denganmu, Mas!"

Mas Danish tersenyum kecut. "Kau pikir, aku tidak tahu akal bulusmu. Kau sengaja membujuk Hana untuk menjadikanmu sebagai madunya, dengan begitu akan sangat mudah bagimu untuk mengambil semua kekayaan yang aku dan Hana miliki!"

Andai saja di sampingku ini ada cabe satu kilo, pasti sudah aku masukan ke dalam mulut Mas Danish. Biar dia bisa merasakan sendiri, bagaimana pedasnya perkataan yang telah ia lontarkan kepadaku.

Kalau saja dia bukan suami dari Mbak Hana, mungkin sudah kucabik-cabik mulutnya. Memangnya dia pikir, aku bahagia menikah dengan lelaki arogan seperti dia! Walaupun tajir, tapi kalau masalah selera, dia jauh di bawah lelaki idamanku selama ini.

"Mengapa diam? Kamu terkejut, ya, aku mengetahui sebagian dari rencana busukmu."

"Aku diam, bukan berarti membenarkan ucapanmu. Selama ini aku menghormatimu sebagai suami dari Mbak Hana. Sayang sekali, lelaki yang selama ini dianggap sempurna oleh Mbak Hana, ternyata tidak bisa berkata sopan kepada seorang wanita!"

"Apa maksudmu?"

"Aku turun di sini saja!"

Mas Danish berpura-pura tidak mendengarkanku. Dia tetap fokus melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

"Aku bilang stop di sini! Kalau tidak, aku akan loncat dari mobil ini."

Mas Danish mengerem mobilnya mendadak. Ia berdecak kesal, lalu menatap tajam ke arahku. Tak dapat kupungkiri, ketampanan lelaki itu masih jelas terlihat, walau dalam keadaan marah sekalipun.

"Apa maksudmu berhenti di sini? Jangan katakan kalau selama ini kamu berpura-pura kuliah pada Hana, agar istriku mau membayar biaya kuliahmu. Padahal pada kenyataannya kamu itu wanita penjual diri!"

Plak!

Satu tamparan keras mendarat tepat di pipi sebelah kirinya. Ucapan lelaki itu sudah sangat keterlaluan. Dia terus-menerus memancing emosi. Mungkin dia pikir, aku seorang wanita yang mudah disakiti, tetapi dia salah, aku tidak selemah itu!

"Asal kamu tahu, Mas. Selama ini Mbak Hana memang sering membantuku untuk meringankan biaya hidup, tetapi untuk masalah kuliah, aku membiayainya sendiri."

"Aku meminta turun di sini, karena memang sudah tidak tahan lagi satu mobil denganmu. Dan kamu bisa lihat bangunan diseberang sana. Itu ada panti asuhan, dan aku akan menemui adik-adik kurang beruntung di sana. Paham!"

Setelah mengatakan itu, aku langsung turun dari mobil. Ternyata memang benar, menjalin hubungan pernikahan tanpa cinta itu tidak mudah. Aku sengaja berbicara sedikit tegas dan kasar padanya, agar dia tidak semena-mena berucap kasar kepadaku.

Hati wanita mana yang tidak akan sakit, bila dirinya dituduh seperti itu. Aku memang miskin, tapi aku tidak pernah melakukan hal yang sehina itu. Ibu selalu mengajarkan hal-hal yang baik, dan sampai kapan pun aku tidak akan pernah mengecewakannya.

*****

Sepulang kuliah, aku langsung pulang ke rumah lama peninggalan ibu. Aku sedang malas bersua, sekaligus bertatap muka dengan Mas Danish. Lelaki itu selalu merasa paling segalanya. Tanpa dia sadari, kesombongannya itu telah menghilangkan kesegananku pada dirinya.

Tasbih Cinta NauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang