Part 8

1.4K 98 4
                                        

"Maaf, Mas. Sepertinya pagi ini aku tidak bisa memasak. Tolong izinkan juga pada Pak Marcell, kalau hari ini aku tidak bisa masuk kerja!"

"Menyusahkan saja! Mana ponselmu?"

"Di dalam laci, Mas."

Mas Danish langsung membuka laci di sebelahnya. Mengeluarkan ponselku dari sana, dan langsung menghubungi Pak Marcell.

"Done!" ucap Mas Danish seraya meletakkan ponselku di atas nakas.

"Terima kasih, Mas!"

Mas Danish mengangguk, lalu ia keluar dari kamar. Entah mengapa hati ini bergetar syahdu, saat mendapat perlakuan manis dari lelaki itu. Walaupun masih sedikit jutek, tetapi itu sudah cukup memberikan kenyamanan ke dalam hatiku.

Ternyata memang benar, kalau cinta itu penawar segala penyakit. Rasa sakit yang tadi sempat membuatku kesulitan membuka mata, kini tiba-tiba terasa enteng dan bersemangat kembali.

Mas Danish kembali masuk kamar, dengan membawa semangkuk bubur di tangan. Lelaki itu dengan telaten menyuapiku, membuat diriku terbuai pada setiap perlakuan manisnya pagi ini.

"Jangan senang dulu! Aku melakukan semua ini semata-mata hanya untuk membantumu, karena sedang sakit."

"Iya, aku paham, Mas. Kita menikah tanpa landasan cinta. Dan pernikahan kita bisa bertahan hingga detik ini, hanya karena wasiat dari Mbak Hana. Namun, tidak ada salahnya jika kita menjalin persahabatan di dalamnya! Bukankah itu meringankan beban di hati dan pikiran kita?"

"Maksudmu?"

"Aku tidak ingin ada perdebatan dan pertengkaran di antara kita. Anggap saja kita itu sepasang sahabat yang sedang mencari jati diri dan cinta sejati. Dan aku tidak akan melarang, jika suatu hari nanti Mas Danish menemukan cinta sejati dan berniat untuk menikahinya, karena kupercaya Mbak Hana akan ikut berbahagia, jika kita sama-sama menemukan kebahagiaan kita sendiri."

"Oke, kita ikuti alur cerita ini, hingga kita tahu ending yang tepat untuk pernikahan kita ini, antara happy ending atau sad ending!"

Aku mengangguk, seraya melempar senyum kepada Mas Danish. Ternyata lelaki itu tampan juga, bila tidak sedang marah-marah. Pesonanya mampu meluluhkan hati siapa pun yang memandanganya. Beruntung sekali Mbak Hana, dicintai oleh lelaki seperti Mas Danish!

****

Keesokan harinya, aku memutuskan untuk masuk kerja. CEO aneh itu terus-menerus meneleponku. Padahal awalnya, aku ingin beristirahat satu hari lagi di rumah, untuk memulihkan kondisi tubuhku yang sedang kurang fit.

"Kamu yakin akan berangkat kerja hari ini?" tanya Mas Danish seraya menghabiskan sarapannya. Berkat resep masakan dari Mbak Hana, kini Mas Danish tidak pernah komplen lagi dengan makanan yang kumasak.

"Yakin banget, Mas. Pak Marcell sudah menghubungiku terus!"

"Oke, kalau begitu aku akan mengantarmu!"

"Yakin?"

"Kenapa?"

"Hanya memastikan saja, kalau aku tidak sedang menghalu!"

"Hari ini aku memang sedang baik, tapi tidak tahu besok. Jadi, mumpung aku lagi baik, jangan menyia-nyiakan kesempatan emas ini!"

Setelah mengatakan itu, Mas Danish langsung menuju garasi. Tanpa membuang-buang waktu lagi, aku langsung menyusulnya masuk ke mobil. Apa yang dikatakan Mas Danish tadi ada benarnya juga, hari ini dia memang sedang baik, belum tentu besok sikapnya masih seperti itu.

Tasbih Cinta NauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang