Part 16

505 47 3
                                    

Lidahku kelu, saat mendengar perkataan terakhir Pak Marcell. Bagaimana kalau seandainya dia tahu kalau hubunganku dengan Mas Danish tidak dalam keadaan harmonis.

Pak Marcell menatap sendu ke arahku, lalu mengusap gusar wajahnya. Diri ini merasa bersalah, karena telah berkata jujur padanya. Akan tetapi, mungkin itu lebih baik daripada harus menyimpan kebohongan yang nantinya akan membuat dia semakin merasakan kekecewaan yang lebih dalam lagi.

"Maaf, sebaiknya hilangkan perasaan itu dari hati Pak Marcell. Di luar sana masih banyak wanita yang lebih baik segalanya dariku!"

"Kamu benar, Nau! Di luar sana memang banyak yang lebih baik dan lebih cantik darimu, tetapi hati ini sudah terlanjur memilihmu. Satu hal yang perlu kamu tahu, aku bukan tipe lelaki yang mudah jatuh cinta. Jika aku tidak bisa memilikimu, maka aku juga tidak berniat untuk mengisi hati ini dengan cinta yang lain."

Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran Pak Marcell. Jelas-jelas aku tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan wanita-wanita karir di luar sana. Mereka cantik, kaya, dan menarik.

"Aku tidak peduli dengan statusmu, Nau. Aku mencintaimu, dan akan kubuktikan seberapa besar cinta ini padamu. Sekarang katakan siapa lelaki yang beruntung telah menikahimu!"

Tidak ... aku tidak mungkin mengatakan sekarang, kalau Mas Danish adalah suamiku. Pak Marcell pasti akan langsung menertawakanku, atau mungkin dia akan langsung berinisiatif merebutku dari Mas Danish.

Mengingat selama ini Pak Marcell sering melihat Mas Danish jalan bersama wanita lain. Aku menggigit bibir bawah. Bingung, jawaban apa yang harus kuberikan pada Pak Marcell.

"Jawab, Nau. Siapa lelaki itu? Apakah aku mengenalnya?

"Kita sudah cukup lama di sini, sebaiknya kita kembali ke kantor, Pak."

Aku bersiap untuk berdiri, tetapi Pak Marcell menahan tanganku.

"Tidak usah mengkhawatirkan  pekerjaanmu, bukankah aku pemilik perusahaannya. Jadi, buat apa kamu gelisah seperti itu?"

Benarkah kalau aku terlihat begitu gelisah? Kuembuskan napas perlahan. Mencoba menetralkan semua rasa  yang ada. Tak ingin membuat Pak Marcel semakin curiga kepadaku.

"Kamu tidak melupakan pertanyaan yang kulontarkan tadi, kan? Atau mungkin kamu mencoba menghindar dari pertanyaanku itu?" tanyanya penuh selidik.

"Tidak semua hal tentangku harus Bapak ketahui. Apalagi hubungan kita hanya sebatas atasan dan karyawan!"

"Naura! Apakah kamu tidak dapat merasakan betapa besarnya rasa ini untukmu? Jika memang lelaki itu bisa membuatmu bahagia, maka tanpa kamu perintah pun aku akan langsung menjauh darimu. Setidaknya bantu aku meyakinkan diri, kalau lelaki itu lelaki yang tepat untukmu!"

"Aku bahagia, Pak! Dia lelaki yang baik dan perhatian. Tidak pernah sedikit pun mengecewakanku."

"Baiklah! Anggap saja hari ini aku percaya padamu. Akan tetapi, aku tidak akan tinggal diam. Aku akan mencari tahu sendiri tentang kebenarannya."

****

Entah mengapa semenjak pembicaraan di restoran tadi, sikap Pak Marcell berubah menjadi dingin. Namun, aku tidak terlalu menghiraukannya. Toh, bukan urusanku juga, yang paling terpenting gajiku tetap cair di setiap bulannya.

Hampir seharian ini pekerjaanku tidak ada yang mengganggu. Biasanya Pak Marcell sering datang ke mejaku, hanya sekadar menggoda atau menyita waktu kerjaku.

Entah apa yang merasuki lelaki itu, sehingga ia begitu lengket padaku, seperti kumbang dengan bunganya.

Tiba-tiba Pak Marcell datang dan langsung meletakkan setumpuk berkas di atas mejaku.

"Semua berkas-berkas ini harus selesai hari ini. Jadi, kalau nanti sore belum selesai, dengan terpaksa saya menugaskan kamu untuk lembur malam ini!"

Malam harinya waktu sudah  menunjukkan pukul 20.00 pekerjaanku belum selesai juga. Berkas-berkas yang diberikan Pak Marcel lumayan banyak, sehingga aku tidak bisa menyelesaikannya dalam waktu yang cukup singkat.

Semua karyawan sudah pulang, hanya tersisa aku dan Pak Marcell saja, yang masih berada di ruangannya.

Entah bagaimana tanggapan Mas Danish tentangku. Lelaki itu pasti akan berpikiran buruk padaku. Mungkin dia akan menyangka, kalau aku ini keluyuran.

Aku berdecak kesal, saat melihat tumpukan berkas masih tersisa seperempatnya. Aku mencoba memejamkan mata, lalu mengembuskan napas perlahan.

Pekerjaan ini harus cepat selesai, kalau aku tidak ingin membangunkan singa yang sedang tertidur. Mas Danish pasti akan murka padaku, bila memergokiku pulang tengah malam.

"Ayo pulang! Aku akan mengantarmu. Lanjutkan besok pagi!" ucap Pak Marcell seraya saat melewati meja kerjaku.

"Biar aku selesaikan malam ini. Bapak pulang saja, aku bisa naik taksi!"

"Keras kepala! Kamu tahu di ruangan ini ada yang setannya. Kamu mau dihantui, lalu diajak ke dunia lain untuk menemaninya?"

Seketika bulu kudukku langsung berdiri. Ucapan Pak Marcell berhasil membuatku langsung berlari secepat kilat mendekat padanya.

"Apa benar kalau di sini ada setannya?"

Pak Marcell terkekeh. "Tidak ada! Aku sengaja menakutimu, agar segera beranjak dari tempat dudukmu, dan ikut pulang bersamaku."

Aish! Ternyata Pak Marcell membohongiku. Lelaki itu memang cerdas, dan selalu tahu cara untuk membuatku menuruti semua keinginannya.

"Aku akan mengantarmu pulang!"

"Tidak usah, Pak. Aku naik taksi saja!"

"Berani menolak, maka gajimu akan aku potong bulan ini."

Aku mendelik tak percaya. Mentang-mentang jadi bos, seenaknya saja potong gaji karyawan. Untung aku tipe karyawan yang sabar, tanpa menunggu waktu lagi langsung manut pada apa yang diperintahkannya padaku.

"Bagus! Aku suka pada karyawan penurut sepertimu," ungkapnya seraya kembali terkekeh.

Entah apa yang terjadi padanya. Hari ini sikapnya sedikit aneh. Kemarin-kemarin dia tidak pernah memberiku tugas-tugas berat seperti ini.

"Jangan heran! Sikap seseorang itu akan berubah, bila dia tengah merasakan patah hati. Kamu tenang saja, yang paling terpenting aku tidak meninggalkanmu seorang diri di kantor. Itu berarti aku masih peduli padamu, sekalipun kamu sudah menjadi milik lelaki lain, Nau." Dia seperti cenayang yang bisa membaca isi pikiranku.

Kami berjalan menuju parkiran. Suasana perkantoran sudah sepi, hanya terlihat dua orang satpam yang sedang bertugas malam ini.

"Naik!" titah Pak Marcell.

Aku mengangguk dan langsung masuk ke mobilnya. Lelaki itu melajukan mobil dengan perlahan. Ucapan yang biasanya terlontar dengan manis dan penuh kelembutan, kini terdengar tegas dan menakutkan.

Beberapa menit kemudian, mobil sampai di depan rumah. Pak Marcell mengarahkan pandangannya pada halaman rumahku.

"Sepertinya aku mengenal mobil itu!"

Aku menggigit bibir bawah. Mas Danish ceroboh! Mengapa mobilnya tidak dimasukkan ke garasi. Semoga Pak Marcell tidak mengingat siapa pemilik mobil itu.

Bersambung ....


Tasbih Cinta NauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang