Aku terkejut, mendengar apa yang diucapkan Mbak Hana. Pernikahan ini terlalu cepat bagiku, dan jangan lupakan Mas Danish, ia pasti akan semakin membenciku.
"Mbak, aku tidak ingin menikah dengan Mas Danishmu! Aku mencintai pria lain, insyaallah dia mampu membahagiakanku dunia dan akherat."
Mbak Hana menggeleng. "Tidak bisa, Naura sayang. Mas Danish sudah menantimu di mesjid. Kalian akan melakukan akad nikah di sana. Mbak minta maaf padamu, karena tidak bisa menyiapkan resepsi yang mewah. Ini semua syarat dari Mas Danish yang harus Mbak penuhi," ucap mbak Hana seraya menunduk sedih.
"Apakah pernikahanku dengan Mas Danish tidak bisa dibatalkan, Mbak? Naura tidak menyukai Mas Danish. Dan perbedaan usia kami juga berbeda jauh, tidak mungkin Naura menikah dengan om-om seperti itu!"
"Naura, perbedaan usia itu tidak menjadi penghalang untuk kalian menikah. Mbak tidak terima penolakan, jangan membantah!"
Aku sangat mengerti perasaan Mbak Hana, ini semua bukan keinginan hatinya. Namun, menolak keinginannya bukanlah jalan terbaik. Aku tidak ingin ia terlalu banyak pikiran, karena hal itu pasti akan berpengaruh pada kesehatannya.
"Maafkan Mbak Hana, Ra. Tidak ada pilihan lain, ini semua demi kebahagiaanmu!"
"Sekali pun itu kesedihan dan luka untuk Mbak Hana sendiri?"
Mbak Hana menghapus butiran bening yang mengalir di kedua sudut matanya. Aku mencoba menenangkan diriku sendiri, pasrah dengan apa yang akan terjadi. Tidak ingin menambah kesedihan yang lebih mendalam di hati Mbak Hana.
"Baiklah, Mbak. Aku siap menikah dengan suamimu, tapi jangan lupa dengan syarat yang aku ajukan kemarin. Jangan pernah memintaku untuk tidur bersamanya."
"Mbak terima syaratmu, Naura!" Terlihat senyum manis tersungging dari bibirnya.
Mbak Hana ... andai saja kamu tahu, adikmu ini tidak ingin menyakiti hatimu. Sungguh tak ada satu orang perempuan pun yang menginginkan cinta suaminya dibagi dengan madunya. Andai aku punya kekuatan untuk lari dari kenyataan, mungkin kini aku sudah menghilang entah ke mana. Namun, melihat wajah Mbak Hana yang pucat pasi, mana tega aku meninggalkannya dalam keadaan seperti itu.
Setengah jam kemudian Mobil yang membawa kami telah sampai di pelataran mesjid. Beberapa orang terlihat sudah berada di dalam sana menunggu kedatangan kami. Perias menghampiri mobil yang aku dan Mbak Hana tumpangi, dan langsung merias wajahku, dari mulai memakaikan alas bedak, bedak, blush on, eye shadow, mascara, lipstik, dll. Tidak lupa gaun pengantin indah sudah melekat di tubuhku.
_____________
Aku berjalan perlahan memasuki mesjid, kedua tanganku digandeng oleh mbak Hana dan sahabatnya. Berita viral di medsos yang sempat aku baca minggu lalu, tentang istri pertama mengantar madunya sampai pelaminan, kini terjadi pada diriku sendiri.
Entah mengapa banyak sekali pelakor yang rela merendahkan harga dirinya, demi mendapatkan pria yang sudah beristri. Jangankan merebut suami orang, aku saja yang dipinang langsung oleh Mbak Hana sebagai istri pertama, benar-benar tak enak hati dan pikiran. Ingin rasanya kabur, lalu menghilang tanpa jejak dari hadapan mereka.
Kulihat Mas Danish sudah duduk di depan penghulu, ia tampak gagah dan tampan. Namun, tetap saja bagiku lebih tampan Uztad Reza, karena dia tidak pernah sombong, sekalipun ilmu agamanya tinggi.
Aku duduk di samping Mas Danish, lalu ijab kabul pun segera dimulai.
"Saya terima nikah dan kawinnya Naura Nasyita Shafwatunnisa dengan seperangkat alat salat dan emas 100 gram dibayar tunai!"
"Bagaimana saksi, saah?" tanya Pak Penghulu.
"Sah!" jawab beberapa orang saksi yang menghadiri acara pernikahanku dengan Mas Danish.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasbih Cinta Naura
RomanceNaura terkejut, saat tiba-tiba Hana memintanya untuk menjadi istri kedua dari Danish yang tak lain suaminya sendiri. Awalnya ia menolak, karena baginya tak ada seorang istri pun di dunia ini yang menginginkan memiliki madu dalam rumah tangganya. Aka...