Part 9

1.2K 74 2
                                    

Pemandangan di depan mata sungguh membuatku ingin segera pergi dari kafe ini. Setahuku Mas Danish bukan tipe lelaki yang suka mempermainkan wanita, tetapi mengapa sekarang ....!

Ah, mungkin apa yang dilakukan Mas Danish memang benar! Pernikahan kami atas dasar keterpaksaan. Jadi, untuk apa aku memikirkannya, toh Mas Danish sedang mencari kebahagiaannya sendiri.

Jika bersama wanita lain bisa membuat Mas Danish bahagia, mengapa tidak? Aku yakin, Mbak Hana akan tetap bahagia di sana, walaupun kebahagiaan Mas Danish bukan bersamaku.

Diam-diam aku terus memperhatikan mereka. Ada rasa sesak yang memenuhi rongga dada, saat melihat kedekatan dua insan di depan mata. Namun, aku segera menepis semua rasa itu. Jika bersama wanita itu dia bisa bahagia, maka hanya keikhlasan hati dan lantunan doa yang bisa kuberikan untuknya.

Ternyata memang benar, kalau mencintai, tak harus selalu saling memiliki. Asal melihat dia bahagia, itu sudah lebih cukup untuk kita.

"Naura, mama sedang bertanya padamu!" bisik Marcell.

"Iya, kenapa, Tante?"

"Kamu kuliah semester berapa, Sayang?"

"Semester akhir, Tante. Insyaallah tahun ini wisuda!"

"Wah, berarti awal tahun kalian bisa menikah dong," ucap mama Marcell seraya mengulum senyum kepadaku.

Marcell yang sedang menyeruput kopi langsung tersedak. "Ma, kami ini baru pacaran sekitar dua bulan yang lalu. Jadi, masih butuh banyak waktu untuk kami saling mengenal antara satu sama lainnya."

"Kalau masalah itu gampang, kalian bisa pacaran setelah menikah!"

Kali ini giliran aku yang tersedak. Mana mungkin aku menikah dengan lelaki aneh ini. Selain tidak menyukainya, aku juga tidak mungkin menikah dengan Marcell, karena statusku masih sah sebagai istrinya Mas Danish.

"Kamu setuju, 'kan, Naura!"

"Saya terserah Pak ... eh Mas Marcell saja!"

"Apakah kamu mendengarnya, Marcell? Keputusan ada di tanganmu."

"Iya, Mama. Bila perlu malam ini juga Marcell akan membawanya ke depan penghulu! Biar Mama puas dan senyum-senyum sendiri!"

"Senyum-senyum sendiri? Memangnya Mama orang gila! Kamu tega, ya, mendoakan Mamamu ini gila!"

"Bukan begitu, Ma. Hanya saja Mama ini tipe pemaksa. Apa pun yang menjadi keinginan Mama, pasti harus langsung dipenuhi."

"Ya, namanya juga sudah jatuh cinta pada pandangan pertama. Mama takut, jika nanti ada lelaki lain yang lebih dulu meminangnya."

"Tenang saja, semua itu tidak akan terjadi, selama jalur kuning belum melengkung!"

Plak!

Wanita paruh baya di depanku itu menimpuk kepala Marcell menggunakan tasnya. "Iya, kalau janurnya sudah melengkung, namanya istri orang, Marcell!"

Aku menggeleng singkat, melihat tingkah lucu ibu dan anak itu. Tidak di sangka, dibalik sikap arogan seorang Marcell, ternyata lelaki itu memiliki sikap yang hangat dan bersahabat. Terbukti dari sikap ramahnya dalam memperlakukan sang mama tercinta.

Kemudian kualihkan kembali pandanganku pada pasangan di depan sana. Wanita itu sedang menyuapi Mas Danish. Melihat tatapan mesra keduanya membuat hati ini dilanda kegelisahan yang memuncak, entah perasaan apa yang tengah kurasakan saat ini. Mungkinkah aku cemburu melihat kebersamaan suamiku bersama wanita lain?

"Naura."

"Eh, iya, Tante!"

"Tante pulang dulu! Semoga kita bertemu lagi di lain waktu dan kesempatan. Kapan-kapan mampir ke rumah Tante!"

Tasbih Cinta NauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang