Part 13

1.5K 102 16
                                    

Aku terkejut saat mendapati Mas Danish sudah berada di belakang Pak Marcell. Bukankah saat tadi kutinggalkan, dia tengah asyiik bersama wanita itu? Mengapa sekarang dia sudah berada di sini?

"Jadi, wanita seperti ini kriteriamu? Kukira pilihanmu itu wanita yang berkelas atas. Kalau gadis seperti ini, di jalanan juga banyak, Cell!" ucap Mas Danish dengan tersenyum sinis.

Ingin rasanya kucabik-cabik mulutnya yang selalu berucap pedas kepadaku. Lelaki itu selalu saja menghina, dan mencoba untuk memancing emosi. Apakah dia tidak merasa takut, jika kebenciannya itu bisa jadi awal dari sebuah rasa suka, bukankah cinta dan benci itu hanya berbeda tipis?

Penasaran dengan jawaban yang akan diberikan Pak Marcell pada Mas Danish. Penasaran juga, bagaimana penilaian CEO aneh itu tentangku.

"Memangnya ada yang salah dengan Naura? Dia cantik, menarik, dan juga smart. Satu yang pasti dia bukan gadis sembarangan. Naura itu gadis yang istimewa, beruntung sekali lelaki yang nanti akan menjadi suaminya."

Pipiku memanas, saat mendengar ucapan Pak Marcell, yang terlalu berlebihan dalam memujiku. Begitu pun dengan Mas Danish, kulihat lelaki itu menjadi salah tingkah, lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Apa yang istimewa dari wanita ini?" tanya Mas Danish lirih.

"Kalau hanya memandang sepintas mata, kamu tidak akan melihat keistimewaannya, Danish. Makanya kalau menilai wanita itu jangan hanya dilihat dari fisiknya saja. Lihat juga kepribadian dan hatinya! Wanita itu memang sulit di mengerti, dan tugas kita sebagai lelaki harus berusaha mengerti apa yang menjadi keinginan hatinya!"

"Wanita seperti dia memang bukan kriteriaku, Cell. Bagiku Hana itu satu-satunya wanita yang paling sempurna di dunia ini. Bahkan, sampai saat ini belum ada satu pun wanita yang dapat menggantikan posisinya di hatiku!"

Sesekali kumenoleh pada sosok tegap yang berada di hadapan Pak Marcell. Entah apa maksud Mas Danish menanyakan hal yang tak penting seperti ini kepadanya. Apalagi membanding-bandingkanku dengan Mbak Hana. Tentu saja jauh berbeda, Mbak Hana memiliki daya tarik tersendiri, yang mampu menghipnotis siapa pun yang memandangnya. Apalagi jika mengingat kebaikannya semasa hidup, masyaallah, tidak ada apa-apanya bila dibandingkan denganku.

"Apa tujuanmu datang ke kantorku, Danish?"

"Hampir saja lupa! Aku ingin memberitahumu kalau proyek kerja sama kita sudah hampir seperempat persen jadi."

"Oke, aku percaya padamu! Kalau ada apa-apa tinggalkan pesan saja."

"Terima kasih sudah mau menjadi investor di perusahaan aku!"

"No problem, yang penting jangan pernah mengecewakan aku! Apakah ada lagi yang ingin kamu bicarakan denganku?"

Mas Danish menggeleng. "Tidak, Marcell! Aku akan kembali ke kantor."

"Baiklah, kalau tidak ada lagi pembicaraan, aku akan mengajak wanita istimewa ini makan siang. Bagaimana, My Princess!"

Aku mendengkus kesal. Seenaknya saja ia memanggilku dengan sebutan seperti itu. Kalau saja tidak ada Mas Danish di hadapan kami, mungkin CEO aneh itu sudah sedari tadi habis kucubit tanpa ampun.

Rupanya Mas Danish masih setia berada di antara kami. Mungkin dia ingin memastikan, apakah aku akan menerima ajakan Pak Marcell atau menolaknya. Senyum jahil terbit dari bibirku, tidak ada salahnya kalau sesekali membuat ia seperti cacing kepanasan.

"Oke, kita akan makan siang di mana?"

"Surprise untukmu!"

"Baiklah, siang ini aku ikut denganmu!"

Tampak jelas ada binar bahagia yang terpancar dari wajah Pak Marcell. Lelaki itu langsung melempar senyum termanisnya kepadaku. Kuakui ada nilai plus dari senyum lelaki itu. Senyum yang selalu hangat dan meneduhkan hati siapa pun yang memandangnya.

"Terima kasih, My Princess."

Aku tak membalasnya. Hanya melempar senyum, yang berusaha kuberikan semanis mungkin. Aku ingin Mas Danish menyadari satu hal, seseorang yang selama ini ia anggap sebagai pembantu, ternyata sangat berharga di mata lelaki lain.

*****

"Pergi ke mana tadi dengan Marcell?"

Mas Danish langsung melontarkan pertanyaan seperti itu, saat aku baru saja tiba di rumah.

"Bukan urusan Mas Danish!" balasku ketut.

"Kamu lupa, kalau aku ini suamimu."

"Suami? Dari kapan kamu mengakui diri sebagai suamiku? Sepertinya kamu sedang mengigau, Mas! Bukankah tadi pagi, kamu sendiri yang mengatakan pada wanita manja itu, kalau aku ini hanya pembantu di rumahmu!"

"Aku ...."

"Lebih baik kita lupakan masalah wasiat dari Mbak Hana, Mas. Lepaskan aku, jika memang hubungan kita tidak bisa diperbaiki. Biarkan aku hidup bahagia bersama lelaki lain yang mencintaiku apa adanya!"

"Apakah lelaki yang kau maksud itu Marcell?"

Aku tersenyum kecut. "Siapa pun lelakinya, yang paling terpenting, dia bisa mencintaiku dengan tulus dan apa adanya. Percuma, pernikahan ini dipertahankan, jika kita berdua tidak berusaha untuk memperbaikinya."

"Apakah ini artinya kamu menyerah?

"Iya, aku menyerah! Awalnya aku ingin mempertahankan pernikahan ini, tetapi ternyata semua sia-sia! Kamu tidak akan pernah berubah, walau demi kebahagiaan Kak Hana sekalipun."

"Tapi ...."

"Sampai kapan pun kamu tidak akan pernah bisa berubah, Mas."

Aku berlalu dari hadapannya, dan langsung berlari menuju kamar. Saat akan menutup pintu, Mas Danish datang mengejar, lalu menahan daun pintu dengan sebelah tangannya.

"Ada apa?"

Lelaki itu menunduk. "Apakah kamu mau membantuku untuk mengenalmu lebih jauh? Dan mengizinkanku sekali lagi untuk belajar jatuh cinta kepadamu!"

Aku mendelik tak percaya. Namun, hati ini tidak begitu saja mempercayainya. Ini semua pasti akal-akalan Mas Danish, agar aku tidak jadi pergi dari rumah ini.

"Kamu pikir, aku akan begitu saja percaya padamu!"

"Aku berjanji, Naura! Aku akan berusaha memperbaiki sikap dan sifatku padamu. Aku mohon jangan pergi, dan jangan pula memutuskan ikatan pernikahan ini. Aku tidak ingin Hana kecewa padaku. Aku sudah berjanji padanya, tidak akan pernah meninggalkanmu dalam keadaan apa pun."

"Apa yang membuatmu berubah pikiran secepat ini? Menurutku sedikit aneh! Aku curiga padamu, kalau kamu memiliki niat jahat padaku!"

"Sungguh, aku hanya tidak ingin membuat Hana kecewa!"

"Hanya itu?"

Mas Danish mengangguk lemas. "Iya!"

"Kalau hanya itu alasannya, kamu tidak perlu memberi penjelasan apa-apa padaku!"

"Ucapan Marcell tadi telah menyadarkanku, kalau selama ini aku tidak pernah mencoba mengenalmu. Kepergian Hana telah membutakan mata dan hati, yang sampai saat ini masih menduduki posisi teratas di dalam hatiku! Apakah kamu mau memulai kembali hubungan kita dari nol?

"Aku tidak bisa ...."

"Aku mohon, Naura! Kita perbaiki semua demi Hana."

Aku mengembuskan napas kasar. Alasan Mas Danish hanya demi Mbak Hana. Apakah dia tidak bisa mengatakan alasan lain, yang sekiranya mampu meluluhkan hati ini?

Bersambung ....

Tasbih Cinta NauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang