Part 11

1.2K 68 2
                                    

Setengah tak percaya, mendengar ungkapan hati yang diucapkan Pak Marcell kepadaku. Bukankah mencintai itu tak semudah membalikkan telapak tangan? Kita harus mengenal lebih jauh, bagaimana karakter dan kepribadiannya. Apalagi lelaki seperti Pak Marcell ini sosok yang tak mudah jatuh cinta, lalu apa yang membuat ia bisa jatuh cinta kepadaku secepat ini?

Kedua netra kami saling bertemu. Tampak jelas lelaki itu tidak sedang bercanda. Seharusnya aku bahagia, dicintai oleh lelaki tampan seperti Pak Marcell, tetapi mengapa hati ini biasa saja.

Tangan kekarnya kembali mengunci tubuhku, dari raut wajahnya tampak jelas lelaki itu tengah menunggu jawaban dariku. Andai saja kita bertemu, sebelum Mbak Hana datang meminang. Tentunya hati ini akan menyambut cintamu dengan penuh rasa bahagia.

"Jangan bercanda, Pak! CEO muda yang sukses seperti Anda, tidak mungkin akan secepat ini jatuh cinta pada seorang gadis. Apalagi pada gadis sepertiku. Ada-ada saja Bapak ini!" ucapku seraya menjauh dari Pak Marcell.

"Memangnya kenapa kalau aku jatuh cinta pada gadis sepertimu? Apakah ada yang salah dengan hati? Hati itu tidak akan pernah salah memilih, Naura. Begitu pun dengan cinta, ia akan hadir, jika telah menemukan seseorang yang tepat. Dan hari ini, menit ini, detik ini, hatiku telah memilihmu untuk menjadi cinta pertama dan cinta terakhirku!"

Hati ini terenyuh, mendengar apa yang diucapkan Pak Marcell kepadaku. Aku berbalik dan melangkah kembali mendekati lelaki itu.

Kutempelkan telapak tangan di keningnya. "Pantas saja bicara Pak Marcell sedikit aneh, rupanya bosku ini tengah demam!"

Pak Marcell mencekal pergelangan tanganku. "Iya, aku demam, karena hampir setiap malam aku memikirkanmu!"

"Sepertinya akhir-akhir ini bucin Bapak sering kumat! Saran saya lebih baik Bapak segera memeriksakan penyakit Bapak ke dokter."

"Dokter apa yang bisa menyembuhkanku dari penyakit ini?"

"Ya, cari saja dokter cinta! Dia pasti bisa menyembuhkan Pak Marcell dari penyakit itu!"

"Iya, aku akan sembuh di tangan dokter cinta, asalkan dokter cintanya itu kamu!"

Sebenarnya aku ingin jujur kepadanya, tentang hubunganku dengan Mas Danish. Namun, itu tidak mungkin, aku takut Pak Marcell akan membatalkan kerja samanya dengan Mas Danish.

"Bagaimana kalau aku mengajakmu ke suatu tempat? Aku yakin kamu akan menyukainya!"

"Pekerjaanku sedang numpuk, Pak!

"Masalah pekerjaanmu nanti bisa dihandle oleh karyawan lain. Sekarang kamu harus menemaniku ke suatu tempat. Tidak terima penolakan, ini adalah perintah!"

Aku mendengkus kesal, siapapun tidak akan ada yang bisa menolak, jika sudah berhubungan dengan kata 'perintah'. Pak Marcell selalu saja seperti itu. Menganggap semuanya gampang hanya dengan kalimat perintah darinya saja.

****

Mobil melaju menembus jalanan ibu kota. Membawa kami pada suatu tempat yang indah nan syahdu. Menurutku, pantai adalah tempat terindah yang tak bisa dilukiskan lewat kata-kata. Apalagi jika diiringi dengan kehadiran sang senja, semakin menambah keindahan suasana pantai ini.

"Aku tahu kamu menyukai tempat ini!"

"Tahu dari mana?"

"Sorot matamu yang mengatakannya!"

Aku terkekeh. "Aneh!"

"Justru karena keanehanku ini bisa membuat seorang gadis tersenyum!"

"Kalau boleh tahu kenapa Pak Marcell berubah secepat ini? Setahuku Bapak itu sikapnya dingin dan serius!"

"Kamu ingat waktu menabrakku dulu? Waktu itu kamu belum berhijab seperti ini!"

"Aku sudah lupa!"

"Aku maklumi, karena kamu itu memang sudah tua! Makanya pikun dan cepat lupa."

"Enak saja! Aku itu masih muda, tidak lihat apa wajahku masih segar seperti ini!"

"Iya, wajahmu memang masih terlihat seperti belia, tetapi otakmu sudah memasuki masa tua."

Lelaki satu ini selalu berhasil mengaduk-ngaduk hatiku. Terkadang ia bisa membuatku melupakan masalahku, tetapi terkadang juga ia sangat dan sangat menyebalkan.

Kami duduk berdua di tepi pantai. Memandang ke tengah lautan, seraya menikmati keindahan senja di sana.

"Kamu masih ingat, dua bulan yang lalu kita pernah bertemu di sini. Kamu adalah gadis senja, yang telah berhasil membuatku jatuh hati. Hampir setiap sore, aku datang ke sini, hanya untuk bertemu denganmu. Namun, sayangnya aku tidak pernah lagi melihatmu di sini!"

"Apakah kamu itu lelaki yang memiliki tompel di pipi? Waktu itu aku tidak sengaja menabrakmu!"

"Hha, iya waktu itu aku memakai tompel palsu, agar tak ada seorang wanita pun yang mengenaliku."

Ternyata sikap dinginnya hanya berlaku di kantor saja. Di luar kantor, Pak Marcell itu sosok yang baik, ramah dan bersahabat.

****

"Dari mana saja kamu, malam-malam seperti ini baru pulang kantor?"

Langkahku terhenti, saat lampu ruang tamu tiba-tiba dinyalakan oleh Mas Danish. Gegara Pak Marcell yang aneh itu, hari ini aku pulang telat ke rumah.

"Jawab!" Hardik Mas Danish.

"Maaf, Mas. Tadi aku pergi ke pantai dulu. Sudah lama, tidak menanti datangnya senja di sana!"

"Seperti bocah saja! Ingat kamu itu sudah berumur, Naura. Dulu, Hana tidak pernah meninggalkan tanggung jawabnya sebagai seorang istri, sekalipun tengah dalam kondisi sakit, tetapi kamu ...."

"Maaf, Mas!"

"Mengucapkan maaf itu mudah, tetapi belajar untuk tidak mengulangnya lagi, itu yang sulit."

"Aku heran padamu, Mas! Bukankah dulu kamu pernah mengatakan kalau kita hanya terikat pernikahan saja. Selebihnya kita jalani masing-masing. Mengapa sekarang kamu menjadi hiperprotektif seperti ini!"

Aku sengaja mengatakan itu padanya, hanya ingin tahu reaksinya akan seperti apa. Jangankan orang lain, aku saja tidak mengerti dengan sikap dan sifat suamiku sendiri.

"Kamu itu istri tidak tahu diri! Sudah untung aku mau menikahimu, kalau tidak, mungkin kamu sudah menjadi pelacur di luar sana!"

Plak!

"Selama ini aku selalu diam saat kamu mencaci maki dan menghinaku. Selama ini pula, aku selalu mengalah menghadapi sikap dan sifatmu. Sadar diri, kalau aku tak pernah sedikit pun kamu anggap di rumah ini. Satu hal yang harus kamu tahu, Mas. Diamku selama ini, karena aku menghormatimu sebagai seorang suami!"

Bersambung ....

Tasbih Cinta NauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang