Sudah hampir seminggu Mbak Hana dirawat di rumah sakit. Hanya doa yang tak henti-hentinya aku panjatkan, semoga Allah memberi keajaiban untuk kesembuhan Mbak Hana dari penyakit mematikan itu.
Tampak jelas raut kesedihan di wajah Mas Danish. Lelaki itu selalu menyendiri, dan terkadang mengobrol sendiri di samping Mbak Hana. Cinta lelaki itu tampak begitu besar, pantas saja Mbak Hana selalu memuji Mas Danish sebagai sosok suami idaman.
Aku mendekati Mas Danish, semenjak Mbak Hana sakit, dia selalu menolak makanan yang aku berikan. Tubuhnya sedikit kurus dan kurang terurus. Aku mencoba membujuk lelaki itu, untuk menggantikan posisinya menjaga Mbak Hana. Namun, dengan tegas dia menolak dan langsung mengusirku.
"Mas, beristirahatlah, biar aku yang akan menjaga Mbak Hana," ucapku seraya menyentuh pungdaknya.
Lelaki itu langsung menghempaskan tanganku dari pundaknya, lalu berdiri dan menatap tajam ke arahku.
"Tidak perlu! Aku masih sanggup untuk menjaganya. Jangan biarkan tangan kotormu itu menyentuh tubuh Hana! Pergi dari hadapanku!"
"Apa maksudmu, Mas?"
Mas Danish tersenyum kecut. "Aku tahu, kau bahagia dengan kondisi Hana sekarang, 'kan! Jangan munafik, Naura! Pelakor sepertimu memang selalu bahagia di atas penderitaan orang lain."
"Astagfirullalazim, Mas. Apakah sehina itu aku di matamu?"
"Iya! kau tahu kalau selama ini Hana selalu memprioritaskan kamu dan ibumu, sehingga dia tidak pernah memikirkan dirinya sama sekali."
Aku terduduk lemas di sofa. Mbak Hana memang selalu baik padaku dan juga ibu, tapi kami tidak pernah tahu akan penyakit yang dimilikinya saat itu. Dia selalu menunjukkan wajah ceria dan bahagia saat berada di depan kami. Aku baru mengetahui penyakit yang di deritanya itu, saat Mbak Hana datang meminang untuk menjadikanku madunya.
"Naura." Mbak Hana memanggilku dengan suara parau. Aku langsung berlari mendekat. Ada cairan bening yang keluar dari kedua sudut matanya.
"Alhamdulillah, Mbak Hana!"
Mbak Hana mengangguk. "Mas Danish!"
"Iya, Sayang!"
"Tadi aku mendengar dengan jelas perkataanmu pada Hana. Mengapa kamu selalu menyalahkannya seperti itu? Walau bagaimanapun dia adalah adikku dan juga istri sahmu sekarang. Sudah sepatutnya Mas menghargai dia sebagai seorang istri."
"Maafkan aku, Sayang!" ucap Mas Danish, seraya mengecup singkat kening Mbak Hana.
"Naura, kamu sudah berjanji, akan selalu berada di samping Mas Danish dalam keadaan apa pun juga. Jangan pernah tinggalkan dia, hanya karena kesalahpahaman yang tengah terjadi di antara kalian."
"Insyaallah, Mbak."
Air mataku luruh tak tertahan. Mengapa bicara Mbak Hana sudah tak karuan seperti ini. Seakan dia akan meninggalkan kami untuk selamanya. Kupeluk tubuh kurus itu, aku belum siap bila harus kehilangan Mbak Hana.
"Mbak baik-baik saja, Sayang. Tidak perlu bersedih. Satu hal yang harus kamu ingat, jodoh, mati dan hidup seseorang itu berada di tangan Allah. Kita hanya bisa berikhtiar dan berdoa, sisanya kita pasrahkan pada yang Kuasa."
Aku mengangguk "Tetaplah di samping Naura, Mbak!"
"Mas Danish, aku titip Naura padamu. Jaga dan jadilah pelindung sejati untuknya! Sayangi dia seperti kamu menyayangiku."
Setelah mengatakan itu, tak lagi terdengar detak jantung dan embusan napasnya. Aku segera berlari memanggil dokter. Mas Danish berteriak memanggil Mbak Hana, seraya mengguncang-guncang tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasbih Cinta Naura
عاطفيةNaura terkejut, saat tiba-tiba Hana memintanya untuk menjadi istri kedua dari Danish yang tak lain suaminya sendiri. Awalnya ia menolak, karena baginya tak ada seorang istri pun di dunia ini yang menginginkan memiliki madu dalam rumah tangganya. Aka...