Praktikumnya Seulgi dihari Jumat selesai tepat jam empat sore. Padahal jam sudah menunjukan pukul 16.39, tapi bukannya langsung pulang ke kontrakannya, Seulgi malah duduk-duduk di depan ruang 8 gedung A lantai dasar kampusnya.
Sudah hampir satu jam Seulgi duduk disini sendirian, menunggu salah seorang kating beda jurusan yang sudah sejak tadi siang mengajaknya ketemuan. Aslinya dia males banget diajak ketemuan kayak gini, rasanya pengen pulang aja. Tapi berhubung katingnya tadi mohon banget pengen ketemu, Seulgi nggak enak nolaknya.
Jangan tanyakan dimana Wendy dan Moonbyul sekarang berada. Sejak dosen keluar dari pintu ruang pratikum, mereka langsung ngacir pulang ke kontrakan, katanya sih mau siap-siap buat Jumat gaul.
Iya Jumat gaul, sama guling dan kasur.
Ucapannya Wendy tadi malem terus aja berputar-putar diotak Seulgi. Boro-boro ngajak omongan Irene dulu, lihat wajahnya dari kejauhan saja sudah bikin dia berasa pengen pipis mendadak.
Tapi kalo nggak ngomong-ngomong terus kapan masalahnya bisa selesai?
Pucuk dicinta ulampun tiba. Tuhan yang begitu baik membawa Irene yang entah dari mana berjalan kearah Seulgi.
Saat bola mata Seulgi menangkap sosok Irene yang berjalan kearahnya, organ jantungnya berasa mau keluar dari tulang rusuk. Keraguan mulai menyelimut hati Seulgi, tekad yang sudah dia pupuk langsung layu begitu aja.
Pengen lari, sembunyi tapi rasanya percuma, toh Irene juga sudah melihat bentukan Seulgi yang segede gaban.
Ambil nafas dalam-dalam, dihembuskan perlahan.
Seulgi sudah memantapkan hatinya untuk berbicara terlebih dahulu ke dosennya itu. Setelah dirasa langkah Irene semakin dekat, buru-buru dia langsung berdiri, merapikan blouse navy yang sedikit berantakan karena selendetan ditembok.
"Se-se-selamat sore Bu."
"Iya sore." jawab Irene singkat.
Ya kalau disapa ya dijawab dong, apalagi ini yang menyapa mahasiswanya sendiri. Ini yang dinamakan profesionalitas dalam bekerja. Walaupun punya masalah pribadi di luar kampus, tapi saat dikampus nggak jadi soal.
Kecuali kemarin pas pengenalan diri, Irene cuma pengen memberi pelajaran ke Seulgi aja kok.
Tapi bukan Irene kalo tidak bersikap dingin, sekalipun itu ke Seulgi yang merupakan salah satu most wanted nya kampus ini. Irene memandang Seulgi sekilas tanpa menunjukan senyum manisnya sedikitpun, terus berjalan dengan langkah cepat dan tegas ke arah ruang dosen berada.
Seulgi sangat kepayahan menyejajarkan langkah kakinya dengan dosen Ilmu THTnya itu. Apalagi harus membawa toolbox dan tas punggung gede yang isinya buku-buku pratikum tebal khas anak kedokteran gigi.
Dalam hati heran juga, dosen yang tingginya nggak maksimal itu bisa jalan dengan langkah lebar.
"Bu, ma-maaf, bo-boleh saya bi-bicara deng-"
Irene tiba-tiba berhenti berjalan, dia menatap Seulgi yang wajahnya sudah terlihat pucat pasi.
"Masalah kampus atau bukan?"
Belum selesai ngomong, ucapannya Seulgi langsung dipotong sama pertanyaan dari Irene. Sorot mata dosen di depannya ini begitu tajam hingga membuat nyali Seulgi yang tadi sudah susah-susah dikumpulkan menguap seketika.
"Bu-bukan Bu."
"Kalo masalah kampus bicara di kampus, kalau bukan, bicarakan di luar."
Seulgi diam mencerna apa yang dikatakan Irene.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEULRENE || SAYANG DADAKAN
FanficSexual harassment atau sexual excitement? (End) Seulrene rasa lokal || gxg || non baku || harsh words -230320 -210920