satu

12.9K 501 48
                                    

SELAMAT MEMBACA💘

•••

Saat ini yang bisa Alaric lakukan hanya diam dan menunggu Ayahnya berhenti memarahinya.

Pagi tadi Alaric terlibat tawuran antar sekolah di kawasan sepi dekat gedung bekas pabrik. Wajah Alaric penuh lebam dan lengan kirinya tergores senjata tajam milik salah satu murid sekolah lawan. Padahal Alaric hanya ikut serta tawuran lima belas menit sebelum dibubarkan polisi tetapi luka yang Alaric dapatkan cukup memprihatinkan.

"Udah berapa kali kamu dapet SP seperti ini?" tanya Ayahnya menggertak sembari membanting amplop bersisi surat peringatan yang kesekian kali untuk Alaric karena ikut tawuran. Raut wajah Ayah Alaric nampak tidak bersahabat.

"Ayah malu bolak-balik ke sekolah gara-gara masalah yang diulang-ulang begini," sambung Ayah.

Alaric masih diam tidak menanggapi dan hanya mendengarkan saja. Alaric memilih untuk memperhatikan goresan luka di lengan kirinya yang sedang diobati oleh Ibunya.

"Kapan kamu mau berubah? Kalo sekolah itu bukan milik om kamu nggak bakalan kamu tetep dipertahankan di sana, Alaric!" tegas Ayahnya sembari memijat pangkal hidungnya. Memikirkan perilaku putra sulungnya ini membuatnya pening.

"Kamu sudah besar. Seharusnya kamu tau mana yang nggak perlu dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Tapi kenapa semakin ke sini pergaulan kamu semakin nggak bener?"

Ibu Alaric mengusap puncak kepala putranya dengan lembut dan berbisik, "Jangan dimasukin ke hati ya, Nak. Ayah bilang begitu karena Ayah pengin yang terbaik buat kamu."

Alaric mengangguk sebagai balasan.

"Mau kamu itu sebenarnya apa, Alaric? Ayah selalu memenuhi kebutuhan kamu. Ayah kerja keras buat siapa lagi kalo bukan buat Ibu, kamu, dan Arita?" tanya Ayah mulai merendahkan intonasi suaranya.

"Lebih baik tadi kamu ketangkep sama polisi daripada kamu bolos sekolah seperti ini. Ayah bingung mau didik kamu kayak gimana lagi," ucap Ayah. "Kamu dikerasin makin menjadi-jadi. Dilembutin kamu malah menyepelekan Ayah."

"Yah, udah," pinta Ibu Alaric dengan penuh harap. "Alaric nyesel kan, Nak, ikut-ikutan kayak gitu?" tanyanya lembut pada si putra sulung. Namun, tidak ada balasan darinya.

"Anak kamu mana bisa nyesel sama perbuatannya. Bahkan minta maaf sama orang tuanya aja seperti hal tabu!" sahut Ayah malah semakin marah.

Alaric mendesah pelan dan bangkit dari sofa. "Makasih, Bu, udah diobatin," ucapnya.

Laki-laki itu menyambar tas sekolah dan kunci motornya, lalu pergi ke kamarnya yang ada di pavilion. Sejak masuk SMA hampir dua tahun yang lalu, Alaric memilih untuk menempati pavilion di belakang rumahnya yang dibiarkan kosong.

Menikmati keempukan kasur di kamarnya sekarang membuat Alaric merasa lega masih bisa bernapas dan melihat dunia. Setiap ikut tawuran Alaric selalu merasa dirinya akan kehilangan nyawa. Jadi setiap Alaric ikut tawuran dan bisa selamat, laki-laki itu sangat bersyukur.

"Jodoh, rezeki, maut udah diatur sama Tuhan," cicit Alaric. Kalimat itu yang selalu Alaric ingat dalam hidupnya.

Alaric menghidupkan ponsel dan membuka kuncinya. Alaric mencari kontak seseorang yang tadi juga ikut tawuran bersamanya.

Alaric Anggasta
Gmn lo oke?

Alaric mengirimkan pesan itu untuk sahabatnya, Afkar Diktaro. Alaric memang sangat peduli dengan orang-orang di sekitarnya. Walaupun Alaric pribadi yang sangat keras dan berhati batu, tetapi jika bersama orang-orang yang Alaric anggap keluarga sifatnya itu akan berubah hampir tiga ratus enam puluh derajat.

Afkar
Yoi. Lo gmn?
Butuh gue panggilin dokter kesayangan?

Alaric tersenyum miring membaca pesan yang baru masuk di ponselnya. Alaric tau siapa yang Afkar maksud. Dokter kesayangan itu selalu Afkar sebut jika Alaric sedang terluka seperti sekarang ini.

Afkar
Brngsk!
Cuma diread doang
Woi!
Gue gabut nih di rmh
Cabut jangan?
Basecamp cusss

Tanpa pikir panjang Alaric mengganti seragamnya yang terlihat lusuh dengan pakaian casual, kemudian menyembunyikan luka di lengan kirinya di balik jaket kulit berwarna cokelat tua. Alaric mengambil kunci mobilnya dari dalam nakas.

Alaric berjalan keluar dari kamar di pavillionnya sembari memutar-mutar kunci mobilnya. Laki-laki itu bersenandung kecil dan lewat samping rumah. Alaric malas bertemu Ayahnya. Pasti Ayahnya itu akan bertanya yang tidak-tidak. Alaric jengah mendengar suara nada tinggi Ayahnya.

"Alaric mau ke mana?" tanya Sang Ibu yang baru saja menutup gerbang.

"Mau pergi, Bu, pusing di rumah," jawab Alaric jujur. Laki-laki itu membuka gerbang rumahnya lebar-lebar dan masuk ke dalam mobil. Setelah membunyikan klakson mobilnya sekali, Alaric langsung menjalankan mobilnya menjauh dari kompleks rumahnya.

Hanya butuh waktu lima belas menit untuk Alaric sampai di basecamp. Tempat ini yang selalu menjadi tempat berkumpulnya Alaric dan teman-teman sekolahnya. Alaric tidak tergabung dalam sebuah geng. Di sekolahannya tidak ada geng-gengan. Semua yang mau datang ke basecamp tentu dipersilahkan.

"Eits, Si Ganteng udah dateng," celetuk Afkar melihat Alaric masuk ke dalam basecamp dan duduk di dekat pintu masuk.

"Kok lo-lo pada makin ganteng aja abis tawuran?" tanya Alaric berkelakar sembari memandang satu per satu teman-temannya yang tadi ikut tawuran dan bolos sekolah.

"Gue mah mau bonyok apa kagak juga tetep ganteng, Ric," balas Trendi dengan angkuhnya sembari membenarkan kerah seragam kebanggaan SMA Teratai.

"Yang bilang lo ganteng pasti matanya katarak!" sahut Ical sewot.

Trendi terbahak dan mengacungkan jari tengahnya kepada Ical.

Alaric yang melihat candaan teman-temannya tertawa kecil. Melihat keadaan teman-temannya yang cukup baik seperti ini membuat Alaric senang. Tawa teman-temannya adalah pengobat lara yang tak terkira.

"Ric, muka gue bonyok-bonyok nih lo nggak mau minta dokter kesayangan lo itu ke sini buat obatin gue?" tanya Afkar dengan tampang tanpa dosanya memperlihatkan cengiran yang tampak menyebalkan di mata Alaric.

"Katanya tadi oke," sindir Alaric sembari melepaskan jaket kulit yang ia kenakan.

"Ya kalo dokter kesayangan lo mau ngobatin sih gue nggak nolak, Ric." Afkar kembali menimpali.

Alaric hanya mengendikkan bahunya tidak peduli dan memilih mengajak Trendi untuk bermain game online.

Mungkin menghabiskan waktu bersama teman-temannya di sini akan membuat suasana hati Alaric membaik.

To Be Continue

ALARIC ON FIRE, GENGS!

Siapin hati, tisu, dan tabungan buat beli versi novelnya💘

Add bot Alaric di telegram buat kalian yang mau chattingan sama dia👍🏻

@alaricanggasta_bot

Have Fun!

ALARIC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang