dua puluh sembilan

1.5K 99 10
                                    

SELAMAT MEMBACA💘

•••

Alaric duduk di atas brankarnya menghadap ke jendela. Pusing dan mualnya sudah tidak terasa lagi. Hanya rasa nyeri yang tertinggal.

Alaric sendiri di dalam ruangannya. Alaric menunggu Nataya datang menjenguknya. Alaric juga berharap ayahnya datang, ya sekadar menanyakan kabar Alaric saat ini, Alaric sudah senang.

Sendirian di dalam ruangan yang cukup besar ini membuat pikiran Alaric melayang ke mana-mana. Nataya dan ayahnya memenuhi pikiran Alaric.

"Permisi."

Alaric menolehkan kepalanya. Lantas tersenyum tipis saat melihat siapa yang masuk ke kamarnya.

"Gue kira suster. Ternyata lo," ujar Alaric saat Arlita menyodorkan sepaket buah. "Makasih," ujar Alaric lagi.

"Sama-sama. Seharusnya gue yang makasih banget sama lo. Lo udah nyelametin gue semalem," balas Arlita.

"Sans, semalem gue kira lo itu cewek gue."

"Jadi kalo gue bukan cewek lo, lo nggak bakalan nolongin gue?"

Alaric menoleh dan terkekeh pelan. "Nggak gitu juga. Gue cuma ngasih tau."

"Iya," timpal Arlita, "kok sepi yang lain ke mana?"

"Nyokap gue barusan pulang. Adik gue masih sekolah. Cewek gue sama temen-temen gue juga masih sekolah."

"Bokap?" Arlita mengangkat sebelah alisnya.

Alaric tidak menjawab apa-apa, laki-laki itu hanya terkekeh pelan dan memilih mencari topik yang lainnya. Untuk saat ini Alaric tidak mau membahas ayahnya dulu.

Setelah beberapa saat mengobrol banyak bersama Arlita, Nataya dan Afkar datang. Alaric senang pacarnya datang lebih cepat dari perkiraannya.

"Sini," pinta Alaric sembari melambaikan tangannya agar Nataya mendekat. Alaric meminta Nataya untuk duduk di sampingnya.

Arlita memilih mundur dan melemparkan senyum pada Afkar. Afkar pun menyapa Arlita. Mereka keluar agar Alaric dan Nataya memiliki waktu untuk bersama.

"Kamu udah inget semalem kenapa?" tanya Nataya sedikit melirik ke arah kepala Alaric yang diperban.

"Inget. Inget semuanya. Aku bukan koma, Nat. Aku kan strong," balas Alaric dengan kekehan khasnya.

"Tapi kata dokter benturan di kepala kamu juga cukup keras. Untung nggak ada pendarahan di dalem. Aku bersyukur banget kamu nggak kenapa-napa."

Alaric tersenyum. Tatapan mata Nataya begitu teduh dan menyiratkan betapa tulus Nataya memperhatikannya. Untuk kesekian kalinya Alaric merasa sangat beruntung memiliki Nataya.

"Jangan mabuk lagi ya?"

"Kenapa?"

"Aku nggak mau kejadian kayak gini terulang lagi. Aku nggak mau ngadepin kamu kaya subuh tadi. Ngeri Aric," ujar Nataya dengan helaan napas panjang.

Alaric menundukkan kepalanya. Melihat raut wajah Nataya yang sendu membuat hati Alaric tersentuh. Alaric khawatir, Nataya tidak bahagia bersamanya. Tetapi Alaric juga tidak bisa memutuskan hubungan dengan Nataya. Selama ini hubungannya dengan Nataya baik-baik saja. Tidak pernah bertengkar. Alaric setia, Nataya pun setia. Tidak mungkin tiba-tiba Alaric meminta agar hubungannya bersama Nataya kandas tanpa alasan yang pasti. Kalaupun rasa kekhawatiran dan tidak pantas yang Alaric rasakan menjadi alasan, Nataya tidak akan pernah mau. Alaric yakin itu.

ALARIC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang