dua puluh enam

1K 72 9
                                    

SELAMAT MEMBACA💘

•••

Subuh tadi, Alaric baru sampai rumah dan langsung ke paviliunnya. Alaric semalam memutuskan untuk menginap di basecamp agar tidak bertemu Ayahnya. Sungguh, Alaric malas mendengar kata-kata Ayahnya.

"Surat skorsing gue ke mana sih?" gumam Alaric mencari surat beramplop putih yang ia simpan di atas nakas.

"Nggak salah lagi, pasti ada yang ngambil," sambungnya yakin.

Alaric lantas keluar dari kamar. Alaric mencari ke seluruh sudut ruang tamu pavilionnya untuk memastikan surat itu benar-benar tidak ada dan ada yang sengaja mengambilnya.

"Mati gue," lirih Alaric ketika bayangan Ayahnya mengambil surat itu terlintas di pikirannya.

Alaric keluar paviliun dan masuk ke dalam rumah. Alaric ke dapur mencari Ibunya. Mungkin Ibunya tau di mana surat itu berada.

"Tumben pagi-pagi udah bangun. Kamu ini gimana sih? Kalo sekolah bangunnya telat, kalo nggak sekolah malah pagi banget bangunnya. Ibu heran sama kamu," ucap Ibu saat Alaric menghampiri.

"Bu, surat skors Alaric ada sama Ibu?" tanya Alaric dengan wajah setengah panik.

"Loh, bukannya kemarin kamu yang simpan?" Ibu balik bertanya sembari melepaskan apron dari tubuhnya.

"Ilang, Bu."

"Kok bisa?" Ibu menatap Alaric penuh tanda tanya. "Coba cari lagi. Pasti kamu lupa naruh. Teledor banget anak Ibu."

"Bu, Alaric serius," ucap Alaric dengan wajah memelas.

"Ibu juga, Ric. Sana cari lagi! Masih pagi jangan manja. Tumben banget kamu ini," sahut Ibu mengibas-kibaskan tangannya meminta Alaric tidak menganggu terlebih dahulu.

"Hidup dan mati Alaric ada di surat itu, Bu."

"Coba kamu cari lagi. Surat itu nggak bisa jalan sendiri. Kamu pasti lupa naruh aja."

Alaric mendesah, kemudian duduk di bangku dan menyenderkan tubuhnya. Pagi-pagi sudah pusing saja.

"Kamu semalem tidur di mana?" tanya Ibu mengalihkan topik.

"Basecamp."

"Gimana sih kamu, Ayah semalem nunggu kamu pulang."

Alaric mengangguk. Ia sudah tahu.

"Bu, apa surat itu diambil sama Ayah?"

Ibu menghentikan aktivitasnya sejenak mendengar pertanyaan itu. Kemudian melirik ke atas, melihat Ayah baru saja keluar dari kamar dan jalan menuruni tangga.

"Tanya aja gih sama Ayah kamu," suruh Ibu kembali melanjutkan aktivitasnya.

"Buuu," rengek Alaric tidak seperti Alaric yang biasanya.

"Ayah mau bicara sama kamu!" pungkas Ayah tegas ketika berada di dekat Alaric.

Alaric yakin, pasti Ayahnya yang mengambil surat itu. Alaric pasrah saja jika Ayahnya kembali marah-marah.

Ayah meletakkan surat yang Alaric cari-cari dari tadi dengan kasar ke atas meja makan. Ayah menatap Alaric penuh kilatan kecewa.

"Ayah kecewa sama kamu. Kenapa kamu diskors tidak memberi tahu Ayah?" ujar Ayah.

"Seharusnya kamu beri tahu Ayah tentang masalah ini. Kamu anak Ayah, Ayah berhak tahu masalah kamu!"

Alaric menganggukkan kepalanya. Alaric memilih diam ketimbang ia bersuara Ayahnya malah semakin marah.

ALARIC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang