tujuh

1.9K 133 4
                                    

SELAMAT MEMBACA💘

•••

Setelah mengantar Nataya pulang, Alaric kembali ke tempat futsal. Saat Alaric kembali suasana sudah ramai. Alaric tidak menyangka bisa seramai ini. Alaric mengedarkan pandangannya dan sudah tidak melihat Karen, mungkin Trendi tadi juga mengantar Karen pulang.

"Wah balik lagi si banci," cetus Marko semakin menjadi-jadi.

Alaric yang sudah emosi pun mengepalkan kedua tangannya erat. Otot-otot di lehernya mulai terlihat. Hingga sorot matanya yang tajam menghunus siapa saja yang berani menatapnya.

"Berengsek lo!" hardik Alaric melayangkan bogeman mentah tepat di rahang kiri Marko hingga Marko tersungkur.

Alaric tidak akan membiarkan Marko pulang dengan keadaan baik-baik saja sore ini. Alaric ingin membuat perhitungan dengan musuhnya ini.

Alaric menarik baju Marko agar laki-laki itu kembalo berdiri tegak. Alaric menampilkan senyum miringnya dan berdesis, "Sekarang yang banci di sini lo apa gue? Segitu banyak temen-temen lo yang dateng ke sini. Lo takut pulang tinggal nama kalo lo dateng ke sini nggak serame ini?"

Alaric mengedarkan pandangannya. Semua antek-antek Marko sudah bersiap untuk maju membela Marko. Senyum miring Alaric mulai terlihat mengerikan saat kembali melihat ke arah Marko.

"Kalo berani satu lawan satu. Lo sama gue doang. Jangan libatin pasukan lo, dan gue nggak akan libatin temen-temen gue. Kita buktiin siapa yang banci di sini," ujar Alaric dengan nada rendah, membuat Marko sedikit ngeri. Melihat garangnya Alaric saat ini malah membuat Marko menyiutkan nyalinya.

Marko mendorong bahu Alaric, membuat cengkeraman Alaric di bahunya terlepas. Marko menoleh ke arah pasukannya, memberi arahan agar pasukannya tetap diam di tempat apapun yang terjadi nanti.

"Gue mau lihat seberapa hebat troublemaker-nya Teratai yang satu ini," ucap Marko dengan nada meremehkan.

"Lo nggak usah sok hebat. Gue tegesin sekali lagi, lo itu nggak pernah bisa lebih unggul dari gue. Berulang kali lo kalah duel sama gue. Balapan mobil kalah, balapan motor kalah. Berantem satu lawan satu kalah."

"Bahkan setiap sekolahan lo tawuran sama sekolahan gue aja pasukan lo kalah. Jadi lo nggak usah berharap kali ini bisa menang. Apa nggak cukup perhitungan dari gue kemarin?"

Alaric membalasnya. Tidak ada yang selamat jika sudah meremehkan seorang Alaric Anggasta Wishaka. Semua orang yang berani memandangnya rendah harus siap menerima risikonya.

Tanpa aba-aba Alaric menendang perut Marko dan menghujami Marko dengan tinjuan yang bertubi-tubi. Alaric tidak akan memberikan ampun sedikit pun.

Marko juga melakukan hal yang sama. Marko membalas setiap pukulan Alaric tidak kalah kuat.

Afkar, Trendi, Ical, Fuad, dan pasukan Marko hanya bisa diam melihat baku hantam kedua orang itu yang sangat membabi buta. Mereka berdiri melingkar dan menyaksikan tanpa mau ikut campur.

Alaric menahan bahu Marko dan meninju perut laki-laki itu berulang kali hingga Marko tersungkur.

Senyum miring Alaric yang mengerikan kembali terlihat. Laki-laki itu menjatuhkan tubuhnya di samping Marko.

"Lo itu bukan tandingan gue dalam segala hal!" tegas Alaric dengan sisa tenaga yang ia miliki.

"Masalah lo cuma sama gue. Lo jangan pernah libatin siapa pun, termasuk temen-temen gue," sambungnya setengah berbisik kepada Marko yang sudah tidak berdaya.

"Tawuran kemarin lo kan dalangnya? Buat apa lo cegat temen gue buat jadi umpan?" cecar Alaric.

"Lo ada dendam apa sama gue, hah?!" Alaric menghantamkan kepalan tangannya ke tanah.

"Sekali lagi lo libatin temen-temen gue, jangan harap hidup lo bisa tenang!" geram Alaric memperingati.

Dua teman Marko bergerak untuk membantu Marko yang mulai kehilangan kesadarannya. Mereka satu per satu meninggalkan area sekitar parkiran tempat futsal ini menyisakan Alaric, Afkar, Trendi, Ical, dan Fuad.

"Gue bisa sendiri!" sergah Alaric saat Afkar hendak membantunya berdiri.

Afkar lantas mengangkat kedua tangannya dan menjauhi Alaric. Afkar tau, Alaric masih memiliki tenaga untuk bangkit, tetapi melihat kondisi Alaric yang begitu memprihatinkan membuatnya ikut merasakan bagaimana remuknya tubuh Alaric.

"Cal, bawa motor gue," pinta Alaric sembari melemparkan kunci motornya pada Ical.

Alaric mengambil ponselnya yang masih tergeletak tidak jauh dari tempatnya berdiri. Laki-laki itu memilih untuk memesan taksi online ketimbang merepotkan teman-temannya.

"Motor lo gimana ini, Ric?"

"Terserah lo, Cal," balas Alaric sembari menahan perih di lengan kirinya. Alaric mendesah pelan saat darah segar kembali mengotori perbannya.

"Lo ke rumah sakit aja. Itu tangan lo berdarah lagi," ucap Afkar memberanikan diri kembali bersuara.

Alaric menggelengkan kepalanya dan berjalan tertatih menuju mobil yang berhenti tidak jauh darinya. Untung saja driver taksi online itu mangkal tidak jauh dari tempat Alaric berada.

Alaric mencari kontak seseorang di ponselnya. Kemudian jemarinya dengan sedikit kesusahan mulai mengetikkan sesuatu.

Alaric Anggasta
Basecamp sekarang!

To Be Continue

Follow instagram 17disasalma & Moccachinopublisher biar gak ketinggalan info PO Novel ALARIC.

Masih ada waktu panjang buat nabung juga, semangat!

Aku double update jadi langsung scroll/swipe aja yaaa!

ALARIC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang