dua belas

1.4K 111 19
                                    

SELAMAT MEMBACA💘

•••

Setelah mengambil motor dari rumah Ical, Alaric mengajak Nataya mampir ke rumah makan yang waktu itu Alaric kunjungi bersama Arita.

"Kamu mau jalan-jalan?" tanya Alaric setelah menghabiskan makanannya.

Nataya mendongak sebentar dan kembali menikmati makanannya tanpa menjawab pertanyaan Alaric, membuat Alaric menghela napas panjang.

"Mau nggak jalan-jalan?" Alaric menopang dagunya—memperhatikan Nataya yang sedang makan.

"Aku nggak suka lagi makan dilihatin kayak gitu," protes Nataya sebelum menyeruput es jeruknya hingga tandas.

"Ya kamu ditanyain nggak jawab," timpal Alaric mengulurkan tisu untuk Nataya.

"Kan kalo lagi makan nggak boleh ngomong, gimana sih," gumam Nataya ngedumel seraya menerima uluran tisu itu dan membersihkan sisa makanan di area mulutnya.

Alaric tertawa renyah mendengar dumelan itu. Alaric terang-terangan memperhatikan setiap gerak-gerik Nataya.

Alaric memang memperlakukan Nataya layaknya ratu selama ini, tetapi Alaric terkadang enggan untuk bersikap romantis kepada Nataya.

Alaric takut Nataya bosan dan ilfeel, karena dulu Nataya pernah bilang kalau laki-laki idamannya tidak terlalu romantis dan tidak terlalu cuek. Harus seimbang.

"Gimana mau nggak jalan-jalan? Udah tiga kali tanya nih nanti nggak tanya lagi."

Nataya meletakkan ponselnya dan menatap mata Alaric. "Kamu nggak malu gitu kalo nanti nggak sengaja ada yang liat kamu jalan-jalan?" tanyanya.

"Ngapain malu?"

"Kan kamu tadi nggak berangkat sekolah, Aric. Apa kata orang kalo kamu nggak berangkat sekolah tiba-tiba jalan sama aku? Apalagi kalo ketemu guru, bisa-bisa aku juga kena, yang nyampein izin sakit kamu kan aku," ujar Nataya mengundang tawa renyah Alaric lagi.

"Cuek aja sih," ucap Alaric, "lagian kita kan naik motor, enggak jalan."

Nataya mendelikkan matanya. Alaric memang sulit ditebak. Kadang-kadang galak, kadang-kadang receh, kadang-kadang nyebelin, kadang-kadang aneh. Pokoknya Alaric sudah cocok jadi kembarannya bunglon, bisa berubah setiap saat.

"Tadi siapa sih yang ngajak jalan?" sindir Nataya, mengangkat sedikit dagunya terlihat menantang.

"Siapa ya, Nat?" Senyum tengil Alaric terlihat membuat Nataya gemas dan menabok punggung tangan Alaric.

"Becanda mulu sih, Ric!" sungut Nataya kesal, semakin kesal melihat senyum tengil Alaric yang tidak kunjung pudar. Bukannya mengadu sakit ditabok Nataya, Alaric malah semakin gencar menggoda Nataya.

"Jangan marah-marah gitu nanti aku makin sayang," ucap Alaric.

Nataya tersipu. Ia tidak mau munafik. Alaric selalu bisa membuat pipinya merona dan kupu-kupu di perutnya beterbangan.

"Gombal," cetus Nataya.

"Aku serius kok." Alaric mengulum senyum terbaiknya untuk Nataya. Alaric meraih tangan kanan Nataya dan menggenggamnya.

"Makasih ya, kamu mau bertahan sama cowok yang jauh dari kata baik kayak aku," ucap Alaric membuat Nataya speechless.

"Kamu ngomong apa sih, Ric? Kamu nggak perlu bilang makasih ke aku. Aku yang harusnya bilang makasih ke kamu, karena kamu selalu mencoba jadi yang terbaik buat aku. Kamu nggak pernah nyakitin aku selama ini," ucap Nataya membalas tatapan intens yang Alaric berikan.

ALARIC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang