9. Permainan Dimulai.

136 57 73
                                    

Dalam suatu hubungan persahabatan antara laki-laki dan perempuan, sudah dipastikan, dari sudut salah satunya pasti memiliki perasaan lebih.

-AliSya-

Assalamu'alaikum, selamat membaca🍁


"Baiklah."

"Wa'alaikumussalam."

Aisyah menutup panggilan dengan wajah tegang. Tak biasanya ia dibuat se-pusing ini dengan suatu kasus. Meski ini sudah menjadi makanannya setiap hari. Namun kali ini berbeda, sungguh.

"Kenapa?" Alif bertanya heran. Pasalnya, sedari tadi istrinya hanya membolak-balikan map, mengangkat ponsel, menelfon dan menerima telfon.

"Manipulasi besar, Mas." ujar Aisyah di tengah-tengah ketegangannya.

"Setauku kau pengacara, bukan detektif  apalagi polisi." Alif coba bergurau. Tapi, itu tetap tidak membuat Aisyah menarik satu garis dari bibirnya untuk tersenyum.

Mereka berdua kini sedang berada di perpustakaan pribadi yang dulu pernah ku ceritakan. Memang niat mereka adalah untuk menghabiskan waktu bersama. Membaca. Namun nyatanya, Alif yang notabenya orang kantoran justru sedang duduk ditemani novel dengan tebal kisaran 800 halaman itu, berbanding terbalik dengan Aisyah yang tetap berkutik dengan berkas dan laptop.

"Kau tidak melupakan niat kita kemarin, 'kan Syah?" Alif membuka suara.

"Besok sore?" tanya Aisyah memastikan.

"Iya."

"Enggak kok Mas. Semua juga sudah aku siapkan."

Alif berdeham sebagai jawaban. Melirik wanitanya sejenak, lantas kembali ke dunia fiksinya.

Waktu berjalan cepat. Tepat pukul 22:00, mereka memutuskan kembali ke kamar dan beristirahat. Melepas rasa lelah dan penat.

_____

Alarm berbunyi. Mata Aisyah terbuka perlahan untuk melihat jam di nakas samping kanan tempat ia tidur. Tepat pukul dua dini hari.

Ia memandangi suaminya sebentar. Mengusap lehernya yang selalu terlihat tegas dan serius dikala ia diam dan terlihat sangat manis meski hanya tersenyum tipis. Aisyah tersenyum diakhir gerakannya.

Ia beranjak dari ranjang, bergegas turun segera ke kamar mandi.

Lima menit berlalu, ia segera menuju mushala rumahnya. Sepi. Tidak ada siapapun.

Knop pintu sedikit miring kala Aisyah masuk ruangan. Tidak perlu ditanya seberapa nyaman mushala rumahnya ini. Dengan karpet yang cukup tebal membuat siapapun akan nyaman jika harus tertidur di sana. Empat AC terpasang rapi di samping-samping atas. Sebuah lampu besar yang cukup sederhana berada di atas tepat pertengahan ruangan, ditambah beberapa lampu kecil yang tak kalah terang di sampingnya.

Aisyah bergegas mengenakan mukena nya dengan rapi. Setelah semuanya tertutup—

"Allahu Akbar." ucapnya lirih.

Ia melaksanakan sholat tahajjud empat rakaat. Setelah salam. Ini adalah waktu yang tepat.

Dini hari. Selalu dijadikan waktu favorit Aisyah. Yaitu untuk berdialog kepada Tuhan. Mencurahkan segala rasa penat dan letih. Mengadukan segala keresahan, mencurahkan segala kebahagiaan bersama Alif, kehidupan barunya dan semuanya.

AliSya [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang