Police Office & Hospital

653 63 4
                                    

Andi memacu mobilnya dengan kencang menuju lokasi yang tadi disebutkan oleh Andara. Gadis itu barusan menelponnya sambil menangis tersedu-sedu. Ia bahkan awalnya tak sanggup mengucapkan sepatah katapun karena panik luar biasa.

Andi yang saat itu masih di kantornya langsung membelalak kaget karena Andara menceritakan bahwa mereka diserang oleh satu kelompok bersenjata. Lebih parahnya, Dirga masih berada di tempat itu bersama dengan para pelaku.

Tanpa pikir panjang, ia langsung meninggalkan kantornya dan pulang ke rumah untuk mengambil mobil. Awalnya ia sempat marah besar ketika melihat Bagas ada di rumah. Ia memaki Bagas karena dianggap tak becus dalam menjaga Andara, dan sekarang malah membuat Dirga ikut terlibat. Bahkan setelah mengakhiri panggilannya dengan Andara tadi, sebuah panggilan lain masuk lalu mengabarkan bahwa Dirga terluka.

Bagas yang saat itu masih belum tau apa-apa, langsung tersentak kaget. Ia menjelaskan alasan keberadaannya terlebih dahulu. Tadi ia memang terpaksa meninggalkan Andara karena harus memenuhi panggilan Komandan. Namun, ia sama sekali tak menyangka hal buruk ini akan terjadi.

"Yaudah, cepat naik! Kita ke sana," ujar Andi kemudian langsung menaiki mobil dan melaju meninggalkan asrama.

Sepanjang perjalanan, ia tak bisa tenang sama sekali. Ia benar-benar panik karena salah seorang dari anak itu ada yang terluka. Saat ini Andara sudah bisa dinyatakan aman, karena sudah bersama dengan pihak kepolisian. Namun, Andi masih belum bisa memastikan bagaimana keadaannya.

"Bang," panggil Bagas gelisah.

"Argh! Saya ga tau mau ngomong apa lagi. Mati saya habis ini. Kalau tadi saya ga ninggalin Mbak Ara disitu, pasti ga akan ada kejadian ini. Dirga ga akan terlibat juga. Mau ngomong apa saya sama Bapak nanti?" Keluhnya benar-benar frustasi. Tak sanggup ia bayangkan bagaimana nantinya Fairuz murka pada dirinya.

"Heh! Stop menyalahkan diri kamu sendiri, kamu juga pergi dengan alasan yang kuat. Dan lagi, tak ada gunanya menyesali sesuatu yang telah terjadi. Percaya saja, Bapak bukan orang seperti itu, kamu ga akan di apa-apain, karena ini juga bukan salahmu. Sekarang tugas kita adalah sampai dengan cepat di sana, sebelum keadaan Dirga semakin parah," ujar Andi penuh penekanan.

"Maksud, Abang? Dirga kenapa?"

"Tadi pihak kepolisian sempat nelpon saya. Dirga tertembak," jelas Andi.

"Tuhan ... Kenapa bisa separah ini?"

"Dia tertembak di bagian mana?" Tanya Bagas memastikan.

"Perut."

"Innalilahi," gumamnya, mengingat perut adalah salah satu bagian yang sangat fatal ditembaki.

Setelah aksi balap-balapannya, Andi akhirnya tiba di TKP. Ia memarkirkan mobilnya asal dan langsung turun, tujuan utamanya sekarang adalah mencari Andara.

Andi melihat banyak sekali anggota kepolisian di sana, juga ada beberapa anggota medis dengan sebuah ambulance yang mereka bawa. Andi masuk ke dalam bangunan itu, betapa terkejutnya ia melihat tubuh Dirga yang sudah terkapar tak sadarkan diri dengan darah yang membanjiri tubuhnya.

Ia tak menyangka akan separah itu, se-mengenaskan, dan se-hancur itu. Wajah Dirga dipenuhi dengan berbagai macam luka. Setelah kemejanya dibuka, Andi juga melihat dengan jelas banyak memar di sekitar perut dan dadanya. Salah seorang tim medis mulai memiringkan badannya sedikit, mereka juga sedikit terkejut ketika melihat tengkuk Dirga yang terdapat bekas pukulan.

Andara juga ada disana, gadis itu tak kuasa menahan tangis ketika para tim medis mulai mengerahkan seluruh tenaganya untuk melakukan pertolongan pertama. Saat mereka tiba, Dirga sudah tak bernafas lagi. Mereka langsung melakukan CPR untuk membuat Dirga setidaknya kembali bernafas, dan bertahan sebentar lagi. Bagaimanapun, penanganan sudah dikatakan cukup telat.

𝐊𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐝𝐢𝐫 𝐌𝐞𝐧𝐲𝐚𝐩𝐚 [𝐒𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐓𝐞𝐫𝐛𝐢𝐭]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang