Mawar dan Durinya

486 52 2
                                    

Hawa dingin terasa sangat menusuk kulitnya pagi ini. Ia baru saja terbangun setelah tertidur entah berapa jam lamanya. Dirga mulai meraba ponsel yang semalam ia letakkan di samping bantalnya. Matanya seketika menyipit ketika cahaya terang itu memasuki netranya.

"Udah setengah lima," gumamnya pelan kemudian langsung mendudukkan tubuhnya.

Betapa terkejutnya Dirga ketika melihat Fairuz yang tengah tertidur di sampingnya. Kenapa? Kenapa ayahnya ada disini.

"Yah," panggilnya pelan sambil menggoyangkan tangan Fairuz. Sesekali ia juga menatap sekeliling, yang lainnya masih pada tidur. Syukurlah.

Cukup sekali panggilan, Fairuz langsung membuka matanya secara perlahan.

"Udah bangun?" Tanya Fairuz sambil menatap anaknya.

Dirga mengangguk, kemudian bertanya untuk menuntaskan rasa penasarannya.

"Ayah ngapain disini? Ini kan ruangan untuk atlet," bisiknya, takut ketahuan orang lain.

Fairuz mengusap wajahnya pelan, kemudian bangun dan duduk di samping Dirga.

"Semalam kamu demam tinggi, Abram yang panggil ayah kesini. Kamu juga semalam ga makan, kan? Dibangunin pun ga bangun-bangun," jelas Fairuz mengingat kepanikannya semalam.

"Demam?!" Pekik Dirga kaget, "kok Dirga ga tau?"

"Ayah aja ga tau kamu sadar atau engga semalam. Kalau aja kamu ga ngerespon panggilan ayah sekalipun, udah jadi dibawa ke rumah sakit kamu," kesal Fairuz. Tangannya langsung bergerak menyentuh dahi Dirga, memastikan keadaan anak itu.

"Nah! Sekarang aja masih panas," sambungnya membuat Dirga ikut-ikutan memegang dahi.

"Nanti malam kamu masuk final, kan? Kalau masih sakit, ga usah main. Relain aja," saran Fairuz. Dibandingkan sebuah medali, kesehatan Dirga jauh lebih penting.

"Lah, kok gitu sih, Yah? Tinggal selangkah lagi disuruh berhenti," keluh anak itu sembari menundukkan kepalanya.

"Kondisi kamu belakangan ini emang lagi ga bagus, Dirga. Waktu disuruh check up ke rumah sakit, kamunya yang bandel, ga mau."

Dirga semakin cemberut ketika Fairuz mulai membahas hal ini. Tidak salah memang, sejak naik kelas dua SMA, Dirga jadi sering sakit-sakitan. Dia langsung terserang demam tinggi jika kelelahan sedikit saja. Tak jarang juga, Alsya maupun Fairuz mendapat telpon dari sekolahnya, mengabarkan bahwa dia pingsan.

Dalam bulan ini saja, terhitung sudah enam kali dia harus libur sekolah karena sakit. Alsya sering mempertanyakan kondisinya, wanita itu juga ngotot meminta Dirga untuk memeriksakan diri ke rumah sakit. Tapi, anak inilah yang selalu menolak. 

"Udahlah, Yah. Nanti habis minum obat juga sembuh sendiri. Dirga mau shalat dulu, udah masuk waktu," ujarnya kemudian langsung turun dari tempat tidur.

Fairuz hanya mendelik melihat sikap Dirga, selalu saja menghindar jika ada yang menyinggung masalah kesehatannya.

"Hati-hati jalannya," peringat Fairuz karena putranya itu masih sedikit limbung ketika berjalan.

Sesaat kemudian mereka berdua akhirnya melaksanakan shalat subuh berjamaah di kamar yang Dirga tempati. Setelah itu, barulah Fairuz membawa Dirga ke kamarnya saja, tak ingin menganggu Fauzan dan Abram yang masih terlelap. Kasihan, semalam mereka juga ikut tidur telat karena kondisi Dirga yang memburuk.

"Nanti kalau ada yang nanya, ngapain kamu di kamar ketum? Gimana?" Tanya Dirga yang saat itu tengah mendudukkan dirinya di ranjang Fairuz.

𝐊𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐝𝐢𝐫 𝐌𝐞𝐧𝐲𝐚𝐩𝐚 [𝐒𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐓𝐞𝐫𝐛𝐢𝐭]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang