Grup Random

532 59 0
                                    

Siang ini, Dirga tengah berbaring santai di kasurnya. Tidak ada hal lain yang bisa ia kerjakan selain istirahat dan istirahat. Lihat saja jika ia melakukan sesuatu yang sedikit berat, bundanya akan mengomelinya seperti rumus luas persegi, panjang kali lebar.

Kemarin, Dirga sudah bisa kembali kerumah, setelah melewati beberapa tahap negoisasi dengan dokter yang menanganinya. Kata bundanya, dia baru sadarkan diri setelah hampir dua hari mengalami koma. Dan kurang ajarnya, dia malah merengek minta pulang hanya berselang beberapa jam setelah sadar.

Dokter rumah sakit pun dibuat kewalahan dengan tingkahnya. Dirga mengatakan bahwa ia tak betah di rumah sakit. Ia lebih memilih rawat jalan saja daripada berdiam diri di ruangan penuh alat ini.

Alhasil, setelah diskusi panjang, Dirga diizinkan pulang sehari setelah ia sadar dari komanya. Ya, dokter memintanya bersabar sehari lagi.

Lelaki itu keluar rumah sakit dengan beberapa syarat tentunya. Salah satunya tetap diinfus meski sudah tiba di rumah. Dokter mengatakan bahwa kondisi tubuhnya masih lemah, tidak bisa langsung dijauhkan dari infus. Akhirnya, ia harus tetap mendapati tangannya dihiasi selang itu.

Syukur-syukur infusan ditangannya ternyata sudah bisa dilepas pagi tadi.

Saat masih di rumah sakit, Dirga terkejut karena ada beberapa polisi yang menghampirinya, tampang mereka yang seperti tak punya senyum membuat Dirga takut setengah mati.

Dirga kira ia akan ditangkap atau apa, ternyata polisi-polisi itu hanya akan memintainya keterangan terkait kasus beberapa hari lalu. Dirga sendiri didampingi langsung oleh Alsya dalam proses wawancara ini. Alsya juga beberapa kali membantunya dalam menjelaskan. Termasuk ketika polisi membahas tentang ditemukannya sidik jari Dirga pada sebilah pisau.

Polisi sempat meragukan kesaksian Dirga ketika ia mengatakan sama sekali tidak membawa senjata tajam. Mereka membantah dengan menunjukkan sidik jari dan foto pisau yang dimaksud. Saat itu Alsya langsung angkat bicara dan menengahi hal tersebut.

Alsya mengatakan, mungkin memang benar itu sidik jari Dirga. Namun hal tersebut tidak bisa semata-mata dijadikan alasan kuat bahwa Dirga lah yang membawa pisau itu.

Alsya juga menjelaskan, secara logika, ketika seseorang diserang oleh sekelompok orang bersenjata, dimana ia kalah dari segi persenjataan juga segi jumlah. Seseorang itu pasti dengan cepat memikirkan solusi untuk melindungi dirinya. Tidak ada orang yang ketika di serang diam saja. Alsya memaparkan bahwa pisau itu bisa jadi milik salah seorang anggota Uzi yang berhasil direbut oleh Dirga saat perkelahian tengah berlangsung. Hal tersebut tentunya bisa dibuktikan dengan mudah, hanya dengan meminta jawaban dari pihak terkait, apakah pada pisau tersebut juga ditemukan sidik jari orang lain. Atas dasar penjelasannya yang telah dipaparkan sedemikian rupa, Alsya menegaskan bahwa itu merupakan bentuk perlindungan diri.

Dirga yang saat itu ikut menyimak semua opini Alsya terdiam sambil berdecak kagum. Bundanya ini luar biasa, opininya bahkan dipertimbangkan oleh pihak kepolisian dan mereka akan melakukan penyidikan lebih lanjut.

Kurang dari dua puluh empat jam, pihak kepolisian kembali menghubungi bundanya dan memberikan kabar bahwa Dirga dinyatakan tidak bersalah. Pisau tersebut terbukti milik anggota Uzi setelah memperoleh kesaksian dari beberapa komplotan yang sudah tertangkap.

Dirga kehabisan kata-kata, ia hanya bisa mengucap syukur atas kemudahan yang Tuhan berikan, melalui orang-orang terdekatnya.

Ditengah decak kagumnya itu, suara pintu terbuka berhasil mengalihkan perhatiannya. Dirga menatap heran kearah si pembuka, yang saat itu hanya berdiam diri di depan pintu.

"Ngapain kamu disitu? Masuk sini!" Ujar Dirga.

"Abang ga tidur?"

"Engga, bosen tidur mulu. Serasa lagi simulasi menuju kematian," seloroh Dirga asal.

𝐊𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐝𝐢𝐫 𝐌𝐞𝐧𝐲𝐚𝐩𝐚 [𝐒𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐓𝐞𝐫𝐛𝐢𝐭]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang