Kembali

415 52 2
                                    

Setelah melaksanakan shalat Asar, Andara sudah harus bersiap-siap untuk kembali lagi ke rumah neneknya. Sore ini ia akan berangkat kesana diantar oleh Andi. Mereka rencananya akan berangkat  sebentar lagi.

"Udah siap semuanya, Dek?" Suara bundanya yang baru saja keluar dari kamar Andara mulai terdengar.

"Udah, Bundaa," sahut gadis itu agak keras.

Dirga sejak tadi tanya duduk diam sembari memperhatikan orang rumah yang sibuk mondar-mandir. Ingin membantu pun, tidak ada yang mengizinkan. Sakit begini emang serba salah.

"Yah," panggil Dirga saat ayahnya memang sedang berdiri di tepat di samping tempat yang ia duduki.

"Kenapa?" Tanya Fairuz sambil menoleh kearahnya.

"Dirga senin sekolah, ya?" Ujarnya dengan nada memohon.

"Emang udah sembuh?"

"Udahh," jawab Dirga semangat.

"Coba lompat!"

Wajah yang awalnya sumringah seketika langsung ditekuk setelah mendengar kalimat yang terlontar dari mulut ayahnya. Bisa-bisanya disuruh lompat, mana bisa. Dipastikan Dirga akan berteriak keras jika benar-benar melakukan itu.

Melihat wajah datar anaknya, Fairuz langsung tertawa dan mengelus pelan kepala Dirga.

"Sabar dulu. Kan dokter udah bilang, jangan terlalu dipaksa kalau emang masih sakit. Kamu ini masih kecil, tiba-tiba dapat luka tembak, di perut lagi. Bahaya kalau terlalu memaksakan diri. Sekelas tentara terlatih saja sulit menahan luka tembak di perut, Dirga," jelas Fairuz dengan perlahan.

"Tapi Dirga bosen loh, Yah, di rumah terus. Ga dibolehin ngapa-ngapain lagi. Luka sekecil ini masak harus segitunya sih?"

"Baik. Coba bayangin kalau ayah ngizinin kamu masuk sekolah, terserah kamu mau ngelakuin apa saja. Tiba-tiba lukanya infeksi, yang sakit kan kamu juga. Kalau harus ke rumah sakit lagi, yang ga suka kan kamu juga. Sekarang pertanyaannya, kalau terjadi apa-apa, yang ngerasain siapa?"

"Dirga," jawab anak itu pelan dan pasrah.

"Itu tau. Jadi sementara nurut dulu. Jadi anak baik, jangan bandel. Kalau misalnya senin nanti udah memungkinkan untuk sekolah pasti diizinin kok. Ngapain juga ayah sama bunda larang-larang kamu kalau udah sehat beneran."

Dirga hanya mengangguk mengiyakan, apa yang dikatakan ayahnya memang tidak salah. Jika ingin terhindar dari semua hal yang tidak diinginkan, lebih baik menurut saja apa yang sudah dianjurkan.

"Yuk ke depan, adek kayaknya udah mau berangkat itu," ajak Fairuz sembari membantu Dirga untuk berdiri.

Dirga mengiyakan kemudian ikut berjalan di belakang ayahnya. Berjalan memang sudah bisa, cuma masih sedikit sakit saja. Kata bundanya, wajar karena lukanya masih basah.

"Ciee yang udah mau balik," canda Dirga setibanya di teras rumah.

"Ciee yang nanti kangen sama Ara," balas gadis itu kepedean.

"Idih idih, paling nanti kamu yang nelpon abang duluan."

"Ga yee."

"Kita lihat aja nanti," ujar Dirga sambil menyilangkan tangannya di depan dada.

Fairuz dan Alsya ikut terkekeh melihat tingkah kedua anaknya itu. Alsya sebenarnya berat melepaskan Andara kembali kesana, hanya saja karena satu dan dua hal, Andara sementara waktu harus tetap berada disana.

Fairuz sudah memutuskan agar Andara melanjutkan sekolah disana dulu untuk sementara waktu. Saat keadaan benar-benar sudah kondusif, barulah nanti ia sendiri yang akan menjemput Andara kesana. Sekalian juga untuk berpamitan secara langsung pada mertuanya.

Alsya berjalan mendekati Andara, memeluk gadis itu dan menciumi kedua pipi gembulnya.

"Kalau ada apa-apa cepat kasih tau bunda, yaa. Ingat, jangan mau kalau ada orang asing yang ngajakin kamu ketemu. Meskipun dia mengatasnamakan temanmu, seperti kemarin. Lebih baik suruh dia aja yang ke rumah, jangan kamu yang nyamperin. Oke, Sayang?"

"Polisi sampai sekarang masih melakukan penyidikan bagaimana mereka bisa mengenal Feli dan apakah mereka punya hubungan tertentu. Intinya kamu harus selalu waspada, sebisa mungkin ayah dan bunda bakal ngontrol kamu dari sini."

"Untuk semua hal yang terjadi kemarin, lupakanlah. Tidak perlu mengingat hal-hal itu jika kiranya akan membebani diri kamu sendiri."

Andara tetap diam di dalam pelukan bundanya. Tempat ternyaman kedua setelah dekapan dari sang ayah. Ara masih ingin bersama bundanya lebih lama lagi, tapi apalah daya. Jadwal sekolah juga tidak bisa ditunda seenak jidatnya. Andara harus kembali kesana untuk mengurus sekolah barunya. Hingga nanti waktu yang ditentukan telah tiba, ia baru boleh kembali kesini lagi.

Kenapa kisahnya harus serumit ini? Kenapa bahaya menghampiri dirinya dan keluarganya?

"Jangan lama-lama ya, Bun. Jemput Ara secepatnya. Ara mau sama bunda terus," lirih Andara sambil mengeratkan pelukannya di tubuh Alsya.

"Iya, Sayang. Maaf karena sekarang bunda harus memintamu pergi. Tapi bunda janji, secepatnya akan membawa kamu kembali kesini," balas Alsya mencoba memberi pengertian.

"Yaudah, Ara berangkat sekarang ya, Bun. Kasihan om Andi kalau nanti kemalaman di jalan," ujar Andara kemudian melepas pelukannya.

"Hati-hati dijalan, ya. Kabarin bunda kalau udah sampai. Percayalah ini ga akan lama."

Andara mengangguk paham. Niatnya untuk melanjutkan SMA di kota ini harus tertunda untuk sementara waktu. Tapi tak apa, semoga Tuhan melancarkan semua urusan yang saat ini tengah dijalani, supaya semuanya kembali kondusif seperti sediakala.

Andara berharap, semoga semua urusan berjalan dengan lancar, agar tak ada lagi alasan yang membuatnya tak bisa berkumpul dengan keluarganya sendiri.

***

💡| Notes

Terkait tentang luka tembak di perut.

Dikutip dari pembahasan langkah-langkah menolong korban luka tembak, disebutkan salah satunya adalah memeriksa luka tembak. Berikut adalah uraiannya:

Kita tidak bisa hanya bergantung mencari jalur masuk-keluar peluru. Semua peluru secara otomatis menembus keluar di jalur yang sama dengan tempat masuknya dalam keadaan utuh.

Kadang, peluru dapat menabrak tulang, pecah menjadi serpihan kecil, dan berbelok kemana saja di dalam tubuh. Bahkan, beberapa jenis peluru dapat menyebabkan luka ganda.

Kepala dan tubuh bagian atas (dada dan perut) adalah dua area tubuh yang paling kritis.

Selain perdarahan luar, luka tembak berisiko menimbulkan komplikasi pada sistem saraf utama atau kerusakan organ berat.

Sumber: hellosehat.com

𝐊𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐝𝐢𝐫 𝐌𝐞𝐧𝐲𝐚𝐩𝐚 [𝐒𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐓𝐞𝐫𝐛𝐢𝐭]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang