Sesuai dengan apa yang dikatakannya semalam, Dirga telah bersedia untuk bergabung dalam kontingen Cakrawala, dan pada hari ini ia akan melakukan seleksi di gelanggang.
Sesaat setelah bel pulang berbunyi, Dirga langsung mengambil tasnya dan berjalan kali menuju pusat pelatihan para atlet Cakrawala. Ia akan bertemu dengan ayahnya disana. Lelaki itu akan menyaksikan langsung proses seleksi hari ini, baik itu seleksi untuk dirinya sendiri, pun untuk lima atlet lainnya.
Dari gerbang gelanggang saja, Dirga sudah melihat ayahnya yang sedang berada di depan pintu masuk. Lelaki itu tampaknya tengah menelpon seseorang. Dirga pun memutuskan untuk menghampiri ayahnya disana.
Fairuz menoleh sekilas ketika Dirga sudah berdiri tepat di depannya, lelaki itu mengisyaratkan agar Dirga menunggu sebentar hingga ia selesai bicara.
Sambungan telfon terputus. Fairuz memasukkan kembali ponselnya kedalam saku celananya. Setelah itu, Dirga langsung meraih tangannya dan menciumnya takdzim.
"Udah siap kan? Seleksinya ga berat kok, mereka cuma mau lihat kemampuan kamu aja. Palingan juga kamu disuruh sparing nanti," ujar Fairuz.
"Iya, semalam Dirga sempat nanya ke bang Abram juga."
Fairuz mengangguk, syukurlah kalau Dirga sudah tau bagaimana alurnya.
"Yasudah ayo masuk," ajak Fairuz kepada anaknya. Ia sudah berjalan, namun panggilan Dirga berhasil menghentikan langkahnya.
"Kenapa?" Tanyanya setelah membalikkan badan.
"Ga usah kasih tau siapa-siapa, ya, kalau Dirga anak ayah," pinta Dirga takut-takut.
"Gimana?" Tanya Fairuz kurang mengerti maksud putranya itu.
"Jadi, Dirga ga mau nantinya orang-orang ngira Dirga bergabung ke kontingen ini karena jabatan ayah. Orang juga bakal ngira Dirga bisa lolos seleksi karena ketuanya ya ayah sendiri. Dirga gamau itu terjadi, nanti malah jadi gosip," jelas Dirga.
"Baiklah, ayah usahakan. Sekarang ayo masuk, seleksi udah mau mulai," ujar Fairuz kemudian bersama dengan putranya, melenggang masuk kedalam bangunan itu.
***
Dirga sedang berada di ruang ganti bersama dengan Abram. Lelaki itu juga sedang menunjukkan daftar nama atlet yang sudah terpilih lebih dulu.
"Di daftar ada dua atlet laki-laki, Chandra sama Fauzan. Sedangkan perempuan ada Faiza, Christine, dan Anindya," ujar Abram menjelaskan. Anindya? Benar, perempuan yang pernah digosipkan pacaran dengan Dirga itu juga terpilih menjadi peserta yang akan ikut serta dalam pertandingan di Jakarta.
"Fauzan sparing sama Chandra, Anindya sama Faiza. Kamu ... Sama Christine," sambung lelaki itu santai.
"Loh loh, gimana ceritanya? Kok perempuan sih lawannya?" Sungut Dirga tak terima.
"Emang kenapa kalau perempuan? Sama aja, kan? Lagipun, Christine ini atlet putri terbaik yang kita punya. Kalau kamu bisa mengimbangi permainan dia, kamu pasti bisa lolos dalam seleksi ini."
"Terbaik atau engga, ya jangan perempuan juga dong. Yang lain aja kek yang lawan perempuan, jangan Dirga."
"Kok kamu nawar? Emang lagi belanja?" Tanya Abram sinis.
Dirga berdecak kemudian mengacak rambutnya frutasi.
"Bang, astaghfirullah, bukan gitu maksudnya. Itu nanti kalau ga sengaja kesentuh bagaimana? Perempuan loh itu," tegas Dirga.
"Ya usahain jangan sampe kesentuh. Tinggal jegal kakinya terus langsung banting, kan ga ada tuh sentuh-sentuhan. Asal kamu aja jangan modus."
"Terserahlah," lirih Dirga pasrah. Ia mulai membereskan bajunya dan hendak bersiap untuk keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐝𝐢𝐫 𝐌𝐞𝐧𝐲𝐚𝐩𝐚 [𝐒𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐓𝐞𝐫𝐛𝐢𝐭]
FanfictionSudah terbit bersama Firaz Media Publisher💓 Versi Wattpad masih terdapat beberapa typo dan kesalahan lainnya, karena belum direvisi. Untuk versi yang lebih baik, dapat ditemukan pada cetakan novelnya. Info pemesanan dapat menghubungi penerbit terka...