Kita sebagai manusia tak boleh sombong
Jika tak mau diolok
Kita sebagai manusia tak boleh dengki
Jika tak mau keki sendiri[🌚🌚🌚]
Esya berjalan keluar gerbang mencari ayahnya yang selalu menjemputnya pulang, tapi saat dia keluar mobil audy warna hitam tak ada di samping gerbang seperti biasanya.
"Mana hp batrainya habis lagi," ucap Esya sambil memandang hpnya yang tak bisa dinyalakan.
Dengan terpaksa dia berjalan ke arah pak Idin yang baru saja keluar dari pos satpam.
"Gak pulang neng Esya?" tanya pak Idin.
Jangan tanyakan kenapa pak Idin mengenalnya, warga sekolah tak ada yang tak mengenalnya. Kresya Cahyu Latanuli, yang wajahnya suka berada di youtube, walau hanya di youtube tetap saja semuanya akan kenal dia. Hanya saja hanya orang tertentu yang tau kalo dia anaknya Latufa Alexander.
"Lagi nunggu ayah jemput pak, tadi berangkat naik angkot sama temen, makanya telat," ucap Esya sambil duduk di kursi panjang depan pos.
"Pak Idin, gak ada charger atau powe bank gitu? HP esya lowbat." tanya Esya kepada pak Idin.
"Aduh neng gak ada."
Kalo sudah begini Esya hanya bisa menunggu ayahnya menjemput, entah sampai jam berapa.
Esya hanya bisa mengayunkan kakinya dan menundukan kepala, karna dia yakin mata sembabnya masih bisa dilihat orang.
"Loh Sya? Kok masih disini?" ucap Raka yang tiba tiba berada di depan Esya, tak tau sejak kapan.
"Lagi nunggu ayah kak, kayaknya telat deh jemputnya," jelas Esya.
"Mata lo kenapa?" tanya Raka menajamkan matanya memandang Esya.
"Gak papa kok kak," ucap Esya sambil menunduk lagi.
Raka segera menarik dagu Esya, membuat Esya memandang mata gelap Raka.
"Gak nyambung, gue tanya kenapa mata lo?" ucap Raka tegas.
"Kebiasaan, cuma nangis biasa doang kok kak." Esya segera menepik tangan Raka yang masih memegang dagunya.
"Karna apa? Jangan bilang tadi-"
"Raka! Ayo!" ajak seorang perempuan yang naik motor scoopy berwarna coklat sambil menyodorkan helm ke Raka, dia Ginta.
"Ginta bener kamu tadi ke kelasnya Esya?" tanya Raka sambil mengalihkan pandangan kearah Ginta.
"Iya tadi aku di kelasnya Esya, kenapa?" tanya Ginta menaikan sebelah alisnya.
"Kamu ngelabrak Esya?" To the point Raka.
"Enggak! Aku aja kesana nyari Javier buat tanya masalah teater buat tampil acara ulang tahun sekolah. Lagian pas aku kesana gak ada Esya tadi di kelas," ucap jujur Ginta, memang benar dia ke kelas X IPS 2 mencari Javier, wakil ketua teater.
"Bener?" tanya Raka sekali lagi.
"Iya bener, mau sampai kapan ngegantungin tangan aku?" tanya Ginta pegal membawa helm dengan satu tanganya yang memegang kemudi motor, agar seimbang.
Raka tersenyum, lalu mengambil helm di tangan Ginta yang masih terdiam karn senyuman Raka.
"Sini aku yang boncengin kamu," ucap Raka menepuk helm yang digunakan Ginta.
Ginta yang masih memproses kejadian tadi hanya bisa menurut sambil mencoba menyembunyikan blushingnya.
"Sorry ya aku tadi mikir yang enggak enggak sama kamu."
"Iya gak papa."
"Obat nyamuk terus!" teriak Esya yang memandang Ginta dan Raka.
"Gue balik duluan ya Sya, sorry gak bisa nemenin bantuin, besok minggu kita ada tugas lagi loh," ucap Raka sambil menyalakan motor Ginta.
"Iya kak tau, udah hati hati," ucap Esya sambil melambaikan tangan.
"Duluan ya Sya," ucap Ginta menampilkan senyumnya.
"Iya Gin, hati hati ya," ucap Esya, setelah itu Esya di tinggal sendirian lagi.
Dia melirik gerbang yang belum juga menampilkan mobil ayahnya, lelah juga menunggu ayahnya menjemput. Esya hanya bisa menundukan kepala dan mengayunkan kakinya kembali.
Hingga dia sadar, kenapa dia tidak meminjam hp Raka tadi?
[🌚🌚🌚]
"Gibran pulang," ucap Gibran sambil duduk di sofa.
Gibran melepas sepatunya dan menengadahkan kepala ke atas saat mendengar suara sepatu yang sedang turun tangga.
"Gibran udah pulang? Gimana sekolahnya?" ucap seorang perempuan sambil menghampiri Gibran dan duduk di sofa single depan Gibran.
"Menarik, ada tontonan baru."
"Tontonan baru?" tanya perempuan tersebut sambil menyilangkan kakinya.
"Mama mau tau?"
"Boleh kalo kamu gak terpaksa menceritakanya," ucap perempuan tersebut sambil mengangkat garis mulytnya.
"Gibran ketemu anak mama, cantik kayak mama. Dia cengeng, kayak mama pas main piano suka nangis. Dia juga punya banyak teman yang perhatian, sayangnya," Ungkap Gibran.
"Sayangnya kenapa?" Perempuan tersebut mulai menurunkan garis mulutnya yang sempat mengembang.
"Dia kurang perhatian seorang ibu."
Perempuan tersebut hanya bisa tersenyum tipis, dia sadar dia salah.
Dan perempuan tersebut adalah Latufa, yang hanya bisa mengorek informasi dari Gibran.
[🌚🌚🌚]
Hai gaes.
Masih baca cerita ini kan?
Semoga masih.
Kalian bisa tinggalkan jejak berupa, vote, like and coment di setiap paragraf pun boleh.Dan semoga cerita ini menghibur dan nyambung dengan tema yang digunakan
Say "hi" or "hello"
Instagram: @salrudniyySelamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan.
Semoga kuat menjalankan ibadahnya.
See you
Salam genit
Rusmdnyyy_
KAMU SEDANG MEMBACA
Prosthetic Limbs for My Idol [END]
Teen FictionKresya Cahyu Latanuli Dia hanya gadis kecil yang menginginkan ibunya berada disampingnya selamanya. Hanya saja, ibunya harus bekerja sebagai Aktris, membuatnya jauh dengan sosok ibunya. Hingga saat ibunya memilih pergi, dia mulai paham pada hidupnya...