Chapter Tiga Belas: Nescafe dan Pesan

137 25 6
                                    

Hujan mulai turun
Disambut ramah oleh tanah
Disambut tari oleh tanaman
Disambut duka olehku

[🌚🌚🌚]

"Gara gara hujan, gue males ke kantin," ucap Bayu sambil merapatkan jaketnya.

Gerakan itu pun diikuti oleh Esya, tapi Esya juga melepas ikat rambutnya, berharap daun telinganya tak kedinginan.

"Kalian tuh alay, nih minum," ucap Gladis saat dia sampai di kursinya, memberikan teh hangat untuk Bayu dan nescafe kaleng untuk Esya.

"Makasih," ucap Bayu sambil menyeruput tehnya.

"Hem."

"Dis, itu almameternya siapa yang lo pake?" tanya Bayu tiba tiba saat Gladis baru duduk di kursinya.

Gladis yang ditanya begitu hanya menunduk melihat badanya yang ditutipi almamater sekolah, dia tersenyum mengingat hal yang tak terduga tadi.

"Almamaternya Bram, dia pinjemin ke gue tadi pas di kantin ketemu," ucap Gladis sambil tersenyum.

"CLBK ceritanya nih?" ejek Esya sambil menyuruh Bayu membuka nescafe kalengnya.

"Ya gak tau," jawab malu malu Gladis.

"Halah! Lo tuh gak pantes malu malu kambing kek gitu," ucap Bayu sambil meminum nescafe yang ada ditanganya.

"Bayu! Kok diminum sih nescafe gue." teriak Esya tak terima, dia meminta tolong membukanya, bukan menghabiskanya.

"Eh sorry, lo sih minta tolongnya ke gue," kekeh Bayu.

Esya yang sebal segera mengambil tisu di loker mejanya, melap bekas Bayu minum tadi.

"Yaelah Sya, cuma sedikit bekasnya," ucap Bayu.

"Tetep aja, harus dibersihin takut rabies," ucap Esya membuang tisu bekas lap ke lokernya.

"Dikira gue anjing."

"Mirip." Serentak, Esya dan Gladis mengucapkan itu sambil menahan tawa.

"Bully terus," ucap Bayu sambil menyeruput teh hangatnya lagi.

Gladis yang melihat itu hanya bisa terkekeh dan segera memalingkan wajahnya ke jendela kelas, sampai dia ingat sesuatu.

"Sya," panggil Gladis sambil menolehkan kepalanya ke Esya yang sudah membuka laptop.

"Apa?" tanya Esya sambil menatap Laptopnya.

"Gue tadi ketemu kak Anta di depan lapangan basket," ujar Gladis memasukan tanganya ke saku Almamater.

"Terus ada apa sama gue?" tanya Esya bingung.

"Dia di lapangan basket bareng sama Gibran." Tambah Gladis membuat Esya berhenti mengetik sesuatu di laptopnya dan berganti memandang Gladis.

"Ngapain mereka?" tanya Esya menghadap Gladis.

"Mana gue tau, gue aja cuma lihat. Tapi kayaknya ada sesuatu deh." Sewot Gladis, tak mungkin dia bisa menguping, kalo pun bisa pasti Anta menyadarinya.

Prosthetic Limbs for My Idol [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang