Chapter Dua Puluh Tujuh: Mobil dan Blazer

80 9 0
                                    

Aku hanya manusia
Yang berlindung diantara aksara
Yang menjelma menjadi lembaran
Yang tak pernah dibaca

[🌚🌚🌚]

"Ke bali?" lirih Esya membaca pesan dari Latufa. "Terus kapan bisa ketemu lagi?" tanya Esya dalam keramaian teman temannya yang sedang bercanda.

Hingga akhirnya, Esya mengirim balasan pesan untuk Latufa.

Kresya Cahyu Latanuli

Esya lupa kalau belum kasih tau, Esya gak bisa kesana nanti, Esya bisanya besok

Kresya Cahyu Latanuli

Kalau besok bunda gak bisa, yaudah kita kirim pesan aja

Kresya Cahyu Latanuli

Pekerjaan bunda lebih pentingkan?

"Gak, jangan gitu," ujar Esya menghapus ketikan pesan terakhirnya. "Apa gini aja ya." Esya mulai mengetik balik

Kresya Cahyu Latanuli

Semangat kerjanya bunda, kita ketemu di Jakarta lagi ya

"Gini aja deh," ucap Esya lalu mengirim pesanya. Setrlah terkirim, dia mematikan hpnya, melihat kearah luar jendela yang menyajikan pemandangan Jogja yang lekat akan budaya.

"Mending lo nanti kesana deh," ujar Sabil menutup novel yang dia baca. "Belum tentu lo pas di Jakarta bisa ketemu dia," tambahnya membuat Esya sadar akan sesuatu. "Kak Sabil baca pesan Esya?" tanya Esya yang mendapat anggukan dari Sabil. "Sedikit kok," jawabnya membuat Esya diam.

"Jangan kasih tau siapa siapa ya?" pesan Esya yang membuat Sabil menaikan sebelah alisnya. "Kita kesini bukan untuk liburan kak, gakpapa kalau nanti di Jakarta gak ketemu, intinya sekarang udah bisa kirim kabar," tutur Esya melihat Sabil yang seperti orang bingung. "Bunda jug---"

"Anta! Esya nanti izin ketemu nyokapnya ya! Besok nyokapnya udah gak di Jogja!" teriak Sabil menimbulkan keheningan di dalam mobil.

Esya yang melihat tindakan Sabil yang terlalu berlebihan hanya bisa membelalakan matanya dan berakhir menundukan kepala, takut akan mendapat ceramah dari Dio.

"Ibu Latufa lagi di Jogja?" tanya Dio di antara keheningan. "Iya bang, lagi di Jogja," jawab Esya masih menundukan kepala. "Ucapan kak Sabil jangan di---"

"Oke gue izinin, tapi nanti kalau udah selesai ya," ucap Anta melihat Esya yang berada di kursi terbelakang mobil. "Mumpung lagi ada kesempatan bukan?" tambahnya membuat Esya mengangkat kepalanya. "Tapi kita kesini bukan untuk ketemu nyokap gue kak, kita kesini juga ada tujuan," tutur Esya yang membuat Anta mengangguk-anggukan kepalanya.

"Gakpapa, kan kita nanti cuma ambil sedikit adegan, udah mau selesai juga kok," ujar Dio. "Lagipula, kesempatan ini langka tau," tambahnya membuat Esya jaid bingung ingin mengambil tindakan seperti apa.

"Latufa siapa sih?" tanya Savina bingung dengan arah pembicaraan. "Gue disini gak tau siapa itu orang," tambahnya membuat Geva terkekeh.

"Latufa Alexander, artis sekaligus nyokap Esya," ucap Bangga Geva, padahal Esya hanya diam saja daritadi.

Memang, disini hanya Savina dan Sevina yang tak tau, karna mereka masih bergabung beberapa bulan terakhir dengan project pro.

"Latufa? Artis yang sering riwa riwi di tv itu?" tanya Savina lagi, "Jadi ceritanya pas di ruang makan hotel tadi kalian lagi bahas artis itu?" beber Savina mengingat saat mereka sedang sarapan tadi. "Makanya gak ngeh sendiri daritadi," tambahnya menimbulkan kegaduhan tersendiri di dalam mobil karna sudah membongkar gosip pagi tadi.

Melihat itu, Esya hanya tersenyum dan mengingat dia akan jauh lagi dari bundanya.

[🌚🌚🌚]

"Oke! Kita selesai hari ini! Siap siap untuk besok!" Ujar sutradara memberi tepuk tangan kepada para kru dan pemain yang sudah bekerja hingga sore.

Setelah semua pemain dan para kru bubar untuk memperiapkan diri, sekarang hanya tertinggal Latufa yang mencoba menghubungi Esya.

"Lagi buat konten, hp sering di silent." Tiba tiba Gibran berada di sampingnya dan memperlihatkan isi pesanya dengan Esya yang mengatakan dia sering mensilent hpnya saat sibuk.

"Kamu besok ikut ke Bali atau pulang ke Jakarta?" tanya Latufa menghela napas. "Gibran pulang aja, kalaupun ke Bali Gibran males lihat kamera," jawabnya yang dibalas anggukan oleh Latufa.

"Tapi Gibran pulang naik kereta," ucap Gibran yang tetap dibalas anggukan oleh Latufa.

Melihat itu Gibran hanya menepuk bahu Latufa. "Mama tunggu aja sampai malam, pasti dia bakal kesini," ujar Gibran menenangkan Latufa.

"Iya, kamu siap siap, besok mau pulang kan? Nanti mama pesankan tiket keretanya." Gibran menganggukan kepala, memberikan blazer kepada Latufa. "Biar mama gak kedingingan," ujarnya saat Latufa menerima dan memakai blazernya.

"Gibran tinggal," pamit Gibran kepada Latufa yang masih diam saja.

Hingga akhirnya Gibran pergi meninggalkan Latufa yang masih mencek hpnya.

Lo kok susah dikabarin sih.

[🌚🌚🌚]

Hai hai hai
Kembali lagi di cerita PLfMI
Makin hari makin kepo atau makin bodo amat?
Makin kesini makin penasaran endingnya atau gak?
Atau semua pertanyaan tadi gak ada di pikiran kalian?
Ah gakpapalah
Intinya kalian baca aja gue dah seneng

Jangan lupa vote and coment ya gaes
Kalo bisa ikutin akun gue wp juga
Bercanda gaes

#Apaansihgakjelasgue
Mohon maaf intinya kalau gak jelas

Kalian bisa say "hi" or "hello" di instagram gue : @salrudniyy

See you
Salam genit
Rusmdnyyy_

Prosthetic Limbs for My Idol [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang