Chapter Empat Puluh: Piyama dan Selesai

154 6 0
                                    

Kenapa terus menipu masa
Jika masa saja sudah tau
Aku dan dirimu
Sudah terikat menjadi satu

[🌚🌚🌚]

"Jadi kamu gak mau makan dan milih sakit?" tanya Latufa sambil menyuapkan makanan kepada Esya. "Jangan diulangi lagi ya?" pinta Latufa membuat Esya mengangguk.

"Bunda kok bisa sampai sini?" tanya Esya akhirnya. "Bunda gak dirumah sakit?" Latufa tersenyum mendengar itu, meletakan piring yang sudah kosong lalu menggenggam kedua tangan anaknya. "Bunda kabur," ucapnya membuat Esya membelalakan matanya.

"Bunda belum sehat lo, jangan kabur kaburan," pesan Esya. "Harus disana dirawat sama minum obat," tuturnya.

"Kamu juga sakit tapi kok gak minum obat? Gak makan juga, bandel," canda Latufa mencubit hidung Esya.

"Bunda, sakit tau," rengek Esya sambil memegang hidungnya. "Tapi Bunda hebat deh," puji Esya membuat Latufa menaikan sebelah alisnya.

"Hebat? Hebat kenapa?" tanya Latufa tak mengerti, membuat Esya tertawa.

"Bunda hebat bisa ngelewatin wartawan di depan rumah," timpal Esya membuat Latufa tertawa.

"Andai Bunda gak kayak gini, pasti gak ada wartawan datang," ucap Latufa membuat Esya terdiam.

"Esya minum obatnya dulu," perintah Gota tak mau melihat Latufa. "Setelah itu tidur ya," tambah Gota membuat Latufa tersenyum.

"Ayah gak mau gitu ngobrol sama Bunda?" tawar Esya membuat Gota berhenti berjalan. "Bunda aja daritadi senyam senyum," ledek Esya membuat Latufa mencubit hidung Esya.

Latufa tau kalau Esya sudah mengetahui semuanya, terbukti dengan nada bicaranya yang sudah berani mengejeknya dengan Gota.

"Gak mau, gak mau ngobrol sama orang bandel," ucap Gota menutup pintu kamar Esya.

"Pasti nanti balik lagi," gumam Esya sambil berhitung di dalam hati.

Satu
Dua
Tiga

"Kamu gak ada niatan keluar gitu?" Gota membuka pintu kamar Esya, menampakan kepalanya saja. Membuat Esya tersenyum. "Bunda diajak ngobrol sama ayah," ledek Esya kembali. "Ah Esya mau tidur, gak mau lihat, Gibran suruh pulang aja takut jadi obat nyamuk," ejek Esya menutupi badanya dengan selimut. Membuat Latufa tertawa.

"Sini aku bantu," ucap dingin Gota. Dia masih sebal dengan acara kabur kaburan Latufa.

"Eh kalau pacaran jangan dikamar Esya, sana keluar sana," usir Esya sambil menahan tawanya.

Latufa yang melihat itu pun hanya tersenyum sambil menunjuk Esya. "Awas kamu nanti," candanya setelah itu dia keluar dengan Gota yang mendorong kursi rodanya.

[🌚🌚🌚]

"Aku gak suka ya acara kabur kaburan," tegas Gota membust Latufa mendumel. "Aku gak suka ya acara jujur jujuran," ucap Latufa menyamakan Gota.

Seketika Gota menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Salah ya?" tanya Gota yang dibalas anggukan Latufa. "Salah."

Gota yang Mendengar itu kembali emosi. "Kamu juga salah, main kabur kaburan aja," sungut Gota tak mau kalah.

"Salah sendiri nyita hp orang," jawab Latufa ketus. "Kamu juga gak mau kasih tau kalau Esya sakit," gerutu Esya membuat Gota berjongkok di depannya. "Aku gak mau buat kamu khawatir," ucap Gota sambil mengelus tangan Latufa.

"Wajar seorang ibu khawatir sama anaknya," jawab Latufa menarik kedua tanganya.

Mendengar itu, Gota hanya menghembuskan napasnya. "Jadi intinya kita sama sama salah?" tanya Gota tersenyum kepada Latufa.

"Iya jadi sekarang kita sama sama minta maaf," canda Latufa tertawa.

"Jadi minta maaf?" Gota mengacungkan jari kelingkingnya di depan Latufa. "Minta maaf," ucap  Latufa mengaitkan jari kelingkingnya.

"Hareudang hareudang hareudang,"

"Panas panas panas,"

"Selalu selalu selalu,"

"Panas dan hareudang,"

Seketika Latufa dan Gota menatap kebelakang, menampilkan Esya yang masih memakai piyamanya dan Gibran yang membawa 2 tutup panci. Membuat Latufa dan Gota tertawa karna nyanyian mereka.

"Kalian ngapain?" tanya Gota menahan tawa.

"Ganggu Ayah sama Bunda," jawab Esya yang dibalas acungan jempol oleh Gibran.

Gota yang melihat itu pun berdiri. "Kalian berdua ini," ucap gemas Gota menuju kearah Esya dan Gibran.

"Kabur Gib! Kabur!" teriak jenaka Esya membuat dirinya dan Gibran berlari agar di kejar Gota yang berada di belakangnya.

Lantas pemandangan itu membuat Latufa tertawa tanpa henti dan dia langsung melihat kearah kakinya. Dia berpikir bahwa, kehilangan satu kaki tak membuat Latufa kehilangan senyumnya, malah saat ini senyumnya terbit dan tak pernah terbenam melihat semua kebahagiaan yang nyata ada di depanya.

"Bunda, sembunyiin esya!" teriak Esya menghampirinya dan bersembunyi di belakangnya membuat Gota berlari kearahnya dan menangkap Esya sambil menggelitikinya.

Tak hanya itu, Gibran pun datang dan ikut menggelitiki Esya, membuat Esya tertawa terpingkal pingkal.

Sungguh lengkap.

[🌚🌚🌚]

Horeeee ceritanya udah selesai

Pertama tama aku mau ngucapin banyak terimakasih kepada pembaca yang setia membaca cerita ini tanpa henti.

Dan kedua aku mau ngucapin kepada para pembaca bahwa "tanpa kalian, aku bakalan males buat cerita,"

Dan terakhir, aku berterimakasih kepada @gloriuospublisher yang sudah membuat acara #tantangan30harimenulis membuatku yang awalnya malas mengeluarkan cerita jadi semangat dan merasakan apa itu "kelabakan" saat waktu waktu tertentu

Intinya

Terimakasih buat kalian semua

See you
Salam genit
Rusmdnyyy_

Prosthetic Limbs for My Idol [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang