Chapter Dua Puluh Lima: Bisikan dan Ajakan

89 8 0
                                    

Kalau waktu bisa berputar
Kamu mau pergi dimasa mana?
Kamu baru dilahirkan?
Atau kamu ketika dewasa?

[🌚🌚🌚]

"Kak Anta," bisik Esya saat membuka pintu kamar hotel Anta. "Kak Anta," bisiknya lagi.

"Kak An---"

"Ngapain lo kemari?" tanya Arthur tiba tiba menepuk bahu Esya, membuat Esya kaget. "Lo lagi nyari Anta?" tambahnya lagi, "Dia lagi tidur, capek dia tadi habis dengerin cerita Geva," ungkap Arthur membuat Esya mantuk mantuk.

"Lah terus? Kak Arthur ngapain ke sini?" tanya Esya saat sadar bahwa Arthur tidak sekamar dengan Anta. "Gue tidur disini sementara, kasian Anta gue, dah capek dia malah dengerin curhatan Geva." Arthur menoleh ke dalam kamar. "Lo mau ngapain emang?" tanya Arthur kembali membuat Esya sadar tujuan dia kemari.

"Esya mau izin, besok Esya mau ketemu Bunda," ungkap Esya membuat Arthur menaikan sebelah alisnya. "Bunda lo? Bukanya di jakarta?" tanya Arthur masih bingung.

Pertanyaan Arthur membuat Esya menepuk jidat, dia lupa memberitahu kepada Arthur kalau dia sudah bertemu bundanya. "Esya udah ketemu bunda, pas hari pertama sampai Esya di ajak Gibran ketemu bunda," jelas Esya kepada Arthur yang mengangguk-anggukan kepalanya. "Jadi alasan dia pinjem motor gue karna itu?" Esya mengangguk, "Kali ini Esya mau ketemu Bunda lagi, boleh ya kak?" rengek Esya agar di perbolehkan.

Melihat itu, Arthur hanya menggaruk kepalanya, bingung mau menjawab apa. "Menurut gue jangan deh, kita disini kurang 4 hari," jawab Arthur membuat Esya menghela nafas. "Tapi katanya kak Dio, hari ke 6 kita udah bebas ngapain aja, asal jangan keluar jalur," ujar Arthur membuat Esya girang. "Mending lo di hari ke 6 aja ketemu bunda lo," tandas Arthur, "Sekarang lo pergi ke kamar, udah waktunya tidur," perintah Arthur mengacak rambut Esya.

Tanpa diperintah dua kali, Esya seera berbalik ke kamarnya. Mencoba menghubungi bundanya, tapi ia urungkan melihat jam sudah tengah malam.

"Besok aja deh," gumam Esya mensilent hpnya agar tak ada yang mengganggunya tidur.

Tak tau saja, beberapa menit setelah dia terlelap, ada dering telpon dari seseorang.

Gibran Samosir Alexander.

[🌚🌚🌚]

"Kok gak diangkat sih," gumam Gibran melihat panggilanya sudah tak terjawab berulang kali. "Lo kalo mau telpon dia, di lihat dulu jamnya, di kira dia kelelawat gak tidur?" hardik Rendy bersandar di pintu masuk kamar hotel Gibran. "Dia mah ada kerjaan di sini, lah lo? Cuma leha leha," tambahnya membuat Gibran menatapnya datar.

"Gue disini ada kerjaan ya bang, asal lo tau,"  cemooh Gibran melihat Rendy berjalan ke kasur. "Kayak lo disini ada kerjaan aja," sungutnya membuat Rendy yang mau tiduran membatalkanya.

"Lo gak inget kerjaan gue apa disini?" tanya Rendy dengan nada mengejek, "Manager Latufa Alexander, ibu lo, atau bisa di sebut mama angkat lo," sindir Rendy kepada Gibran.

"Dah lah kenapa kita jadi kek gini sih? Biasanya ngakak ngakak," ujar Rendy menyadari obrolanya dengan Gibran mulai keluar jalur. "Lo kenapa sih? Ada masalah?" tanya Rendy sambil tiduran dan memandang langit kamar.

Gibran yang mendengar itu hanya diam, sesekali memandangi hpnya yang menampilkan wallpaper fotonya yang di ambil diam diam oleh Deni.

"Gue pengen cepet nyelesaiin ini," ungkapnya membuat Rendy terduduk kembali. "Gue gak mau ikut permainan ini," tambahnya yang dijawab anggukan kepala oleh Rendy. "Kapan ini berakhir?" tanya lelah Gibran, menimbulkan tawa renyah Rendy.

"Berat ya buat lo?" tanya Rendy membuat Gibran menganggukan kepala. "Kalo menurut lo aja berat, gimana sama Latufa? Sama Esya?" tanya Rendy kepada Gibran yang membeku di tempat.

"Lo aja yang masih disuruh akhir akhir ini aja udah capek, apalagi gue yang setiap tahun harus nahan amarah sama sifatnya Latufa yang keras kepala?" ungkap Rendy mulai berjalan menghampiri Gibran. "Lo harus sabar, Latufa kayak gitu supaya dia dapat sesuai ekspetasinya." Rendy menepuk bahu Gibran.

"Lagian, lo kalo mikir gitu doang, mending ikut gue ngopi,"  ajak Rendy yang sudah sampai di ambang pintu, membuat Gibran menghela napas lalu berdiri dan mengikuti Rendy.

"Sebentar lagi selesai kok, dan kamu bakal bebas." Gibran membeku ketika mendengar suara Latufa yang sangat jelas, membuatnya memalingkan wajah ke kanan, dan mendapati Latufa sedang tersenyum kepadanya.

"Kamu akan bebas sebentar lagi, tenang aja," ucap Latufa pergi meninggalkan Gibran yang mengepalkan tanganya.

[🌚🌚🌚]

Hai hai hai
Gimana nih?
Suka gak suka gak?
Ceritanya mendekati ending nih
Ada yang sedih gak?
Udah tau jalan ceritanya belum?
Kalau belum, baca sampai selesai ya

Jangan lupa
Follow akunku, vote and komen ceritanya
Apalagi kalau dikasih krisar
Hati adem bakalan

Kalian bisa tau kegiatanku di instagram: @salrudniyy
Jangan lupa say "hi" or "hello" disana

See you
Salam genit
Rusmdnyyy_

Prosthetic Limbs for My Idol [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang