Chapter Tiga Puluh Satu: Oleh Oleh dan Skype

64 7 0
                                    

Andaikan mesin waktu itu ada
Mungkin saat ini aku akan mengulang waktu
Diawal aku yang gagal
Hingga ku berhasil maju menandingimu

[🌚🌚🌚]

"Sya! Yang ituloh dodol garutnya!"

"Sya itu lantingnya beliin buat gue 3kg,"

"Sya ituloh sya beliin buat gue!"

"Apaan sih Dis! Gue duluan,"

"Kalian bisa ngomong satu satu?" tanya Esya mulai pusing.

Bagaimana tidak? Pusat oleh oleh yang sudah padat dan ditambah suara teriakan dari Gladis dan Bayu yang menvideo call Esya membuatnya tambah pusing, walaupun Esya yang awalnya mengajak agar mereka yang memilih sendiri lewat virtual, tapi jika hasilnya begini, dia kapok.

"Jadi lanting 3kg buat Bayu sama dodol garut 3bungkus buat Gladis? Udah?" tanya Esya memastikan. "Jangan 3bungkus, kebanyakan, mending beliin 5 aja," canda Gladis diseberang.

"Oke gue beliin," ucap Esya membuat Gladis girang diseberang sana. "Tapi buat anak kelas beliin apa ya?" tanya Esya kepada Gladis dan Bayu.

"Beliin gantungan kunci aja," tawar Bayu yang dibalas anggukan oleh Gladis. "Kalau gitu gue tutup ya," pamit Esya ingin menutup video callnya.

"Eh Sya." Tahan Gladis membuat Esya tak jadi menutup sambungan. "Lo udau ketemu bunda lo kan?" tanya Glafis memastikan yang dibalas senyuman oleh Esya.

Bagaimana tidak? Dia yang bangun bangun tadi saat mengecek hpnya, sudah ada puluhan pesan dari Latufa. Membuatnya yang awalnya merasa bersalah jadi hilang karna puluhan pesan dari Latufa.

"Sya gak usah senyam senyum," ucap Bayu membuyarkan lamunan Esya. "Gimana?" tanya Gladis kembali.

"Ketemu, dapat no Bunda juga, udah bisa hubung hubungan cuma kemarin ada masalah dikit, tapi gak papalah," jelas Esya yang dibalas senyuman oleh Gladis dari seberang.

"Selamat Sya," ujar Gladis ikut senang. "Kalau lo lagi senang gini biasanya boleh nambah nih oleh olehnya," tambah Gladis membuat Esya menekuk wajahnya. "Bercanda Sya, udah cukup 5bungkus buat gue," jawab Gladis melihat perubahan wajah dari Esya.

"Yaudah dah selesai nih, nanti pas udah masuk sekolah gue ceritain deh semuanya kayak gimana, udah gue tutup." Esya memutus sambungan video call.

Esya mulai melihat lihat gantungan kunci setelah dia mengambil pesanan dari Gladis dan Bayu. "Ini aja deh, bu ini totalnya berapa?" tanya Esya setelah memberikan semua barnag yang dia ambil untuk dibungkus dan dibayar.

Setelah dibayar, dia mencari teman temanya yang ternyata sudah diluar pusat oleh oleh. "Sorry nunggu," ucap Esya ketika keluar dari pusat oleh oleh. "Tadi lagi milih oleh oleh buat anak kelas gue," jelasnya membuat semuanya menganggukan kepalanya.

"Holkay bebas," ucap Sabil memperlihatkan kantong oleh olehnya. "Gue aja cuma beliin Endah sama Sora," jelas Sabil sambil menggoyang goyangkan kantong oleh olehnya. "Apalah daya uang gue habis." Sabil mengelus dada, prihatin.

Melihat itu Arthur mengacak rambut Sabil, membuat rambut Sabil berantakn "Dah lah, gak pantes wajah lo, dah melas tambah melas," ledek Arthur membuat Sabil membelalakan matanya.

"Lo musuh gue sekarang," jelas Sabil menunjuk nunjuk Arthur. "Gue musuh lo? Lo gak gue anterin ke Gramed beli novel," ucap Arthur merasa menang. "Oke serah lo," ucap Sabil meninggalkan teman temanya yang melongo melihat sifatnya.

"Emang gak waras Sabil."

[🌚🌚🌚]

"Jadi kapan kamu pulang?" Latufa tersenyum mendengar pertanyaan itu. "Kenapa emangnya mas? Kangen?" canda Latufa membuat seseorang yang diseberang cemberut walaupun terlihat di buat buat.

Saat ini dia sedang istirahat, dan dia memilih membuka laptop dan membuka skypenya, karna sudah lama dia tak berhubungan denganya.

"Gak pantes wajah mas digituin, tambah jelek," canda Latufa membuat Seseorang disana tertawa renyah. "Jelek jelek gini, suami kamu," jelasnya membuat Latufa tertawa.

"Udahlah mas, capek ketawa aku." Latufa memegangi perutnya yang terasa sakit. "Mas sendiri, dirumah gak ada orang gak sepi?" tanya Latufa merapatkan cardigan yang dia gunakan agar hangat.

"Sepi sih, gak ada Esya yang sering teriak teriak, tapi dia besok udh pulang kok, jadi tenang aja," jelas seseorang tersebut yang ternyata Gota, ayah Esya.

Latufa yang mendengar itu hanya tersenyum. "Ini udh tengah malam loh mas, istirahat sana," perintah Latufa membuat Gota terkekeh geli. "Mau ditutup nih? Padahal aku masih mau bicara sama kamu," ucap Gota menggombal.

"Iya gombal aja terus, gak pandang umur, udah tua gitu," gerutu Latufa yang membuat Gota tersenyum.

"Latufa! Kita mulai take lagi!" teriak kru kepada Latufa membuat Latufa menoleh. "Mas aku mau kerja lagi, mas harus tidur sekarang," tegas Latufa membuat Gota tambah tersenyum.

"Iya matiin aja, semangat kerja Latufa," ucap Gota menyemangati Latufa. "Kamu jangan lupa tidur juga," pesan Gota yang dibalas anggukan oleh Latufa.

"Selamat dini hari mas, aku sayang mas," ucap Latufa mematikan sambungan skype sepihak.

Tak tau saja kalau Gota disana masih menahan senyum geli mengingat kata katanya tadi. "Alay banget sumpah," kekehnya kepada dirinya sendiri.

"Untung buat istri sendiri," jelasnya membuat dia menghilangkan pikiran gelinya tadi.

Iya, dia Gota, ayah sekaligus suami Latufa.

[🌚🌚🌚]

Hai
Hayo ada yang bingung sama chapter ini?
Kalau bingung, baca terus sampai akhir ya, nanti akan ada penjelasan dan kalian bakal bisa menyimpulkan cerita ini seperti apa alurnya.

Jangan lupa follow akun ini, vote and coment cerita ini ya

Dan kalian juga bisa buka buka akun instagramku @salrudniyy dan jangan lupa follow instagramnya

See you
Salam genit
Rusmdnyyy_

Prosthetic Limbs for My Idol [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang