Chapter Delapan: Mantan dan Teman

175 33 4
                                    

Anggap saja dunia ini latar tempat
Kita pemain peran
Dan pikiran kita naskah drama
Sudah jadi sebuah tontonan menarik bukan?

[🌚🌚🌚]

"Ayah ayo cepet berangkat, nanti Esya telat." Segera Esya menarik tangan ayahnya agar berjalan dengan cepat.

"Bentar dong sayang, ayah masih capek nih," ucap Gota sambil menutupi mulutnya yang sedang menguap.

"Salah sendiri, kemarin kan udah Esya bilang jangan begadang lagi. Ginikan akhirnya?" Tak peduli, Esya tetap menarik tangan Gota sampai di samping mobil.

"Ayah gak bisa nyetir kalo ngantuk begini," jelas Gota, tentu saja dia tak berani menyetir jika dalam keadaan mengantuk, jika ada hal hal yang tak diinginkan terjadi bagaimana?

"Terus Esya gimana? Ini mau telat Esya ayah," ucap Esya.

"Kamu bareng Anta ya sayang, ayah nanti yang jemput sekolahnya," ucap Gota sambil mengekus rambut anaknya.

"Emang kak Anta masih di rumah? Nanti kalo udah berang---"

"Halo om, halo Esya," sapa Geva tiba tiba di depan rumahnya Gota.

"Halo Geva, loh kamu gak berangkat sekolah?" tanya Gota saat tau Geva belum berangkat sekolah.

"Ini mau berangkat om, sekalian mau ngajak Esya berangkat bareng," jelas Geva tersenyum.

"Kita kan beda sekolah, lagian gak sejalan, udah jam segini lagi, lo gak takut telat?" tanya Esya sambil memandang jam tanganya.

Memang benar, Geva dan Esya beda sekolah, Geva di SMU Jaksa Prawira bersama Arthur dan Esya di SMA Garuda Wijaya bersama Raka, Anta dan Sabil.

"Mending lo barengin Bang Arthur deh, gue naik angkot aja," tandas Esya sambil berjalan keluar gerbang meninggalkan Gota yang mulai bersandar dimobil dengan mata melek merem.

"Kalo lo mau telat sih yaudah nunggu angkot sana, padahal gue dah bawa helm 2," ucap Geva sambil menaiki motornya di depan rumah Esya.

Esya yang sudah berjalan sedikit lebih jauh segera menghadap ke belakang, ternyata Geva sedang tersenyum sambil menyodongkan Helm berwarna merah.

Esya yang tak mau terlambat akhirnya menerima ajakan Geva sambil menggerutu.

"Awas aja lo mau bilang kita bakal flashback an," tuduh Esya.

"Padahal dalam hati gue, mau banget kalo kita balikan," ucap Geva sambil menyalakan motornya setelah tau Esya sudah naik.

Esya yang mendengar itu langsung menjitak helm teropong yang digunakan Geva, dampaknya tanganya sendiri yang sakit.

"Makanya jangan asal jitak, sakit kan." Tawa Geva muncul saat melihat di spion Esya sedang meniup niup tangan yang digunakan untuk menjitaknya.

"Makanya jangan asal ngomong lo."

"Iya iya, dasar mantan galak," gumam Geva mulai menstarter motornya.

"Ha? Tadi lo bilang apa?" tanya Esya, dia tak dengar gumaman Geva tadi.

"Gak, lupain aja," ucap Geva menjalankan motornya.

Memang, hanya orang terdekat saja yang tau kalo Geva dan Esya adalah mantan.

[🌚🌚🌚]

"Sya, dah sampai nih, lo gak mau turun?" ucap Geva.

Mereka sudah sampai di depan gerbang sekolah Esya, tapi Geva rasa Esya belum mau turun.

"Lo gak mau turun? Kalo gak mau kita masih bisa---"

"Hust! Lo diem dulu deh Gev." Perintah Esya.

Esya dibuat terdiam saat melihat pemandangan di seberang jalan, Gibran dan Rendy, manager bundanya. Mungkin Rendy sedang mengantarkan Gibran, karna setelah itu mobil audi A7 itu pergi meninggalkan Gibran yang sedang menyebrang jalan.

"Sya lo lihat apa sih?" ucap Geva sambil mengalihkan pandang, menyamakan Esya.

"Loh? Itu bukanya---"

"Gibran!" teriak Geva membuat si empunya nama menoleh dan tersenyum melihat Geva melambaikan tangan.

"Eh sini lo Gib, temu kangen ma gue," ajak Geva sambil melambai lambaikan tanganya.

Gibran segera menghampiri Geva dan Esya yang membeku ditempat, segera Esya menundukan kepalanya tak ingin memandang Gibran yang sedang tersenyum dan berjalan kearah mereka.

"Ternyata lo sekolah disini, gue kira udah gak dijakarta lo," ucap Geva menjabat tangan Gibran.

"Mana mungkin, buktinya gue disini," ucap Gibran sambil menatap Esya yang menundukan kepalanya.

"Esya---"

"Sejak kapan lo sekolah disini?" ucap Geva memotong ucapan Gibran.

"Dari minggu kemarin, eh Gev dah waktunya masuk nih. Gue masuk ke sekolah dulu ya, makasih tumpanganya." ucap Esya sambil meninggalkan Geva dan Gibran yang memandang kepergianya.

"Lo kok bisa sama Esya?" tanya Gibran, kepo.

"Gue temenya, lebih tepatnya mantanya sih, deket gegara sama sama kerja di project pro," jelas Geva.

"Yaudah gue berangkat sekolah dulu ya, bye," ucap Geva sambil pergi meninggalkan Gibran yang masih diam di tempat.

Setelah Geva pergi, Gibran segera masuk ke sekolah dan mencoba menyusul Esya. Tapi terlambat, dia kehilangan jejak Esya.

"Mungkin nanti istirahat gue nyari dia," ucap Gibran sambil melangkahkan kakinya ke koridor kelas IPA.

"Biar bisa kasih laporan ke mama."

[🌚🌚🌚]

Hai gaes.
Masih baca cerita ini kan?
Ada yang nungguin updatenya gak?
Semoga aja ada yang nungguin.
Tinggalkan jejak berupa like, vote and coment di setiap paragraf juga boleh

Dan semoga cerita ini menghibur dan nyambung dengan tema yang digunakan

Say "hi" or "hello"
Di instagram: @salrudniyy


See you
Salam genit
Rusmdnyyy_

Prosthetic Limbs for My Idol [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang