[ • empat belas • ]

55 8 0
                                    

Ziva sekarang sedang berada dikandang barunya, perpustakaan. Ia sedang asik membaca, namun sedikit risih karena merasa diperhatikan banyak orang.

Keadaan perpus akhir akhir ini menjadi ramai akan sosok para pria. Mereka ingin menikmati pemandangan indah yang tak pernah terlihat sebelumnya.

Keluarnya Ziva dari kandang lamanya membuat kehebohan para murid, terutama cowok.

Sekarang Ziva diibaratkan seperti,
"Bidadari turun dari surga."

Dan tentunya semua ini mengusik ketenangan Bara yang selalu setia menemani Ziva membaca dikandang barunya.

Bara terkejut dengan keberanian para murid cowok, jelas jelas ada Bara disini tapi mereka masih berani.

Yaa meskipun memang status Bara dan Ziva belum ada, tapi setidaknya dengan Bara yang memberi respon lebih kepada Ziva, itu sudah menandakan bahwa Bara menaruh perasaan lebih kepada Ziva.

Dan itu artinya Bara sudah keep Ziva. Tak ada siapapun yang bisa mengambilnya, kecuali kalau memang sudah siap mengorbankan hidupnya.

Tapi lihatlah.. mereka sama sekali tak perduli, dan malah terang terangan sedang mengincar Ziva, dimata kepala Bara sendiri. Seperti menaruh bendera siap untuk berperang.

Baiklah jika itu mau kalian.

Bara menegakkan posisi duduknya. Menyilangkan tangannya didepan dada. Sorot mata yang tajam dan mematikan. Suhu perpustakaan yang dingin kini bertambah dingin berkali kali lipat. Bukan hanya dingin, hawa panas juga ikut bergabung.

"Gue masih beri kesempatan, kalau kalian masih mau hidup tenang, segera keluar dari tempat ini." Ucap Bara, terlihat tenang, tapi mengerikan.

Ada beberapa siswa yang menurut, dan ada juga yang menolak, "lo gak ada hak ngelarang kita untuk ngedeketin Ziva! Karena lo bukan siapa siapanya!"

Bara menoleh ke sumber suara. Raut wajah datar, tapi tidak dengan tatapannya.

Bara beranjak dari kursinya dan menghampiri pria yang bisa dibilang telah menyerahkan nyawanya.

Tak ada guna mengeluarkan suara untuk pria didepannya ini, tangannya lah yang akan ia berikan kepada pria itu.

Bugh!
Tinjuan mendarat keras dipipi pria itu.

Bara kembali diam setelah mengeluarkan sedikit tenaganya untuk pria itu. "Pergi sekarang, atau lo—"

Belum selesai Bara berbicara, pria itu langsung terbirit birit keluar dari perpustakaan.

Kini perpustakaan hanya berisi murid yang memang kesini untuk membaca.

Bara kembali duduk dihadapan Ziva.

Ziva masih terdiam. Ia cukup terkejut melihat yang barusan terjadi.

Melihat Ziva yang hanya terdiam, Bara mengira kalau Ziva akan takut kepadanya, dan benci terhadapnya. Karena mungkin Ziva tidak suka dengan sikap Bara barusan.

Tapi semua perkiraan Bara sirna saat melihat senyuman manis terukir diwajah gadis dihadapannya.

"Kak Bara ngga perlu khawatir, aku ngga bakal tertarik sama mereka."

Ucapan lembut berasal dari pujaan hatinya, yang merubah emosi marahnya menjadi tenang.

Hanya singkat, tapi memiliki makna tersirat yang mampu membuat bibir Bara terangkat, membuat sebuah senyuman. Senyuman hangat yang sudah menjadi senyum kesukaan Ziva.





Delia sedang dikelas seorang diri. Merutuki dirinya sendiri. Ia menyesal telah memberi tahu Ziva tentang kenyamanan diperpustakaan dan membuat Ziva mendapatkan kenyamanan disana.

Sang BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang