[ • tujuh belas • ]

44 7 0
                                    

"Kak."

Berliana tetap asik dengan laptop didepannya.

"Kak."

Akhirnya Berliana menutup laptopnya dengan kasar dan berdecak sebal,
"Kenapa sih dek, ganggu aja."

"Gue beli komik lo."

"Yang mana?"

"Detective conan, limited edition."

"Tumben, lo kan ngga doyan baca. Atau jangan jangan—"

"Gue beli dengan harga 5x lipat."

"Deal." Berlian langsung mengambil buku komik yang masih tersampul plastik, "nih."

Arka segera mengambilnya, dan langsung memberi kartu kreditnya ke sang kakak.

"Mantep ini baru adek gue."

"Jangan lupa balikin."

"Iya adekkuh sayang."


———


Berita tentang cinta Bara yang ditolak sudah menyebar luas dikalangan murid.

Memang tidak secara pasti fakta itu keluar.

Namun dengan interaksi antara Bara dan Ziva yang kini saling berjauhan, membuat netijen mengambil kesimpulan kalau Bara ditolak.

**

"Gimana bro ada perkembangan?" Tanya Leo dan Bara yang ditanya hanya menggeleng pelan.

Keadaannya sangat kacau sekarang, mata panda terlihat bertanda kurangnya tidur dan istirahat.

Bagaimana bisa Bara istirahat dengan tenang, pikirannya selalu terbayang akan Ziva yang menolaknya. Ditambah lagi gadis itu menangis.

Bara serius yang dia ucapkan, ia serius kalau dia memang mencintai gadis itu.

Namun yang dia ucapkan diruang BK, itu hanya angan angan untuk melindungi Ziva dari hukuman.

Ia tak mau Ziva dicap sebagai murid yang tidak baik.

Itulah mengapa Bara berkata seolah ini hanya keusilannya semata, tidak ada hubungannya dengan Ziva.

Apa salahnya kan? Bara hanya berniat untuk melindungi gadis tercintanya.

Sudah berkali kali Bara mencoba untuk menjelaskan, tapi tetap saja Ziva tak beri kesempatan.

Hingga akhirnya semesta menaruh ide cemerlang diotaknya.

"Leo, gue minta tolong sama lo." Bara sedang serius sekarang.

"Apa?"

"Suruh Delia jelasin apa yang sebenarnya terjadi."

"Oiyaa anjirrr, kenapa ngga dari duluuu, hahaha."

Leo mengambil ponselnya dan menelfon princessnya.
"Halo sayang."

"Yaa kenapaa?"

"Tolong jelasin ke Ziva kalau Bara itu —Leo pun menjelaskan yang sebenarnya."

"Ihh astaga kenapa ngga dari dulu bilangnyaa, oke deh aku langsung jelasin ke Ziva."

**

Singkat cerita, Delia pun menjelaskan kepada Ziva.

"Serius?"

"Iya Zivaa, lo sihh, kak Bara mau jelasin ngga pernah mau lo denger, kak Bara ngechat lo malah lo block nomornya."

"Yah habis gue kan lagi kecewa sama dia."

"Ck yaudah sono samperin kak Bara."

"Oke."

btw ini udah istirahat ya, buat kalian yang mau tau.

**

Ziva tak tau dimana Bara, ia memutuskan untuk mencari dikelas pria itu.

Kelasnya sepi hanya ada sosok Arka yang ia dapat. Ziva menghampirinya, "Hi kak Arka, kak Arka tau nggak kak Bara lagi dimana?"

"Kantin."

"Oke makasih kak." Saat hendak pergi, tangannya ditahan oleh Arka.

"Kenapa kak?"

Arka melepas tangan Ziva lalu membuka tasnya dan mengambil sebuah buku komik.

Ziva melihat buku itu, alhasil matanya berbinar binar sekarang.

Arka berdiri dari duduknya, dan kini menghadap gadis berparas cantik itu.

Ia pun menyodorkan buku komik itu kepada Ziva, dengan cepat Ziva mengambilnya.

"Kak ini serius buat aku?" Girang Ziva.

Arka mengangguk dan, tersenyum.

Senyum yang jarang terlihat, atau lebih tepatnya tak pernah terlihat.

Senyumnya sangat, tulus.

"Kok kak Arka bisa dapet sih?"

Arka hanya diam, Arka tetaplah Arka.

Ziva sudah paham dengan sifat Arka, ia pun tersenyum, "makasih kak."

Senyum itu,
Aghh kenapa ia terbayang ibunya saat melihat Ziva tersenyum seperti itu.

Arka menatap Ziva lekat. Dan diluar dugaan,





















Arka memeluk Ziva.

Tiba tiba suara hentakan pintu terdengar. Yang membuat adegan pelukan selesai.

"Kalian ngapain?!" Tanya Bara dengan emosi.

Arka dan Ziva menoleh ke arah Bara.

Ada Bara, dan Leo dan Rafi dibelakangnya.

Bara menghampiri mereka, atau lebih tepatnya Ziva.

"Jadi ini alasan lo ngga suka sama gue?"

"Kak dengerin aku dulu."

Bara tertawa renyah,
"Sekian terima kasih Va." Bara mengambil tasnya lalu melangkah pergi.

"Kak," Ziva ingin mengejar namun terhenti karena tangannya ditahan oleh Arka.

Bara membalikkan badannya, melihat Arka yang sedang memegang tangan Ziva.

Bara tersenyum sinis,
"Munafik lo Ka." Bara pun melanjutkan langkahnya.

Leo mengejar Bara, Rafi menghampiri Arka dan Ziva.

"Va, boleh ninggalin gue berdua sama Arka?" Ucap Rafi lembut.

Ziva yang sedang menahan tangis, mengangguk lalu keluar dari kelas.

"Jadi ini keputusan lo?"

Arka hanya diam terlihat tenang tapi tidak dengan pikirannya.

Arka belum memutuskan, ia masih bingung antara mengejar cintanya atau merelakannya.

Rafi memberi tinjuan dipipi Arka, ia sudah muak dengan sikap temannya ini.

Arka tak melawan, ia memang pantas mendapatkannya.

"Apapun keputusan lo, gue harap lo tau resikonya masing masing."


_—_—_


Semenjak kejadian pelukan dadakan antara Ziva dan Arka. Bara tak pernah menginjakkan kakinya disekolah.

Sudah dihubungi, tapi tak terhubung.

Mencari dirumahnya, namun hanya kosong yang didapat.

Bara hilang ditelan bumi.





























Wkwkwk tenang gaisehhh, Bara hanya sedang menenangkan dirinyaa..

Sang BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang