Miawly menatap dalam iris hitam suaminya. Yang dia butuhkan adalah jawaban benar atau salah atas pernyataan barusan.
"Jangan bercanda. Gue nggak suka dibercandain kayak gini," ucap Miawly, sedikit lebih galak.
"Apa untungnya bagi saya bercandain kamu?"
Benar juga. Miawly tidak kepikiran soal keuntungan yang didapat kalau Pangeran bercanda. Lagi pula Pangeran bukan tipe yang suka bercanda. Manusia kutub itu tipe-tipe irit bicara, dingin, dan serius. Tipe yang sangat dia jauhi untuk dijadikan pacar. Sialnya malah jadi suami.
"Ya, nggak tau. Mungkin aja lo—"
"Saya serius. Kalau kamu nggak percaya, ya udah. Setidaknya saya udah jujur sama kamu." Pangeran berbalik badan setelah menarik tangannya, lalu dia melanjutkan, "Saya masuk duluan. Jangan kelamaan di garasi."
That's it?! Pangeran cuma menyatakan cinta seolah itu bukan apa-apa? Dasar manusia aneh! Aduh, amit-amit banget punya suami kayak begini. batin Miawly gregetan.
"Dasar freezer! Apa nggak bisa nunjukkin ekspresi atau reaksi yang beda? Ampun, deh," gerutu Miawly.
"Saya dengar omongan kamu, Kucing," sahut Pangeran yang belum terlalu jauh.
"Kucing? Gue aduin emak gue, ya! Lihat—" Miawly mengatup mulutnya rapat-rapat waktu Pangeran berbalik badan dan menatap dingin ke arahnya. Dia menggeleng berulang kali takut Pangeran akan menciumnya lagi.
"Kamu mau ngadu kalau saya cium kamu? Atau, ini kode kamu minta dicium lagi?"
"Nggak usah. Ciuman lo buruk. Seburuk sikap lo!" cibir Miawly.
"Oh, ya? Kalau buruk kenapa kamu balas?"
Miawly mati kutu. Belum sempat ketemu balasan apa yang tepat, dia mendengar Pangeran mengatakan hal lain.
"Lain kali saya cium lagi tapi di tempat yang lebih seksi."
Pangeran menarik senyum miring, menunjukkan lesung pipi di kedua sisinya, kemudian berbalik badan lagi dan meneruskan langkahnya.
Miawly menganga untuk beberapa menit ke depan, mencoba meyakinkan diri kalau ucapan tadi benar-benar keluar dari mulut Pangeran.
"Sumpah ... itu Pangeran atau orang lain, sih? Kok, omongannya..." Miawly bermonolog sendiri sambil geleng-geleng tidak percaya. "Pokoknya gue harus curhat sama Jevan. Idih ... itu manusia jadi aneh sejak jemput gue di kampus."
*****
Kepala Miawly dipenuhi oleh kata-kata Pangeran kemarin. Deklarasi cinta Pangeran berhasil mengisi seluruh kepala yang seharusnya dibagi untuk hal-hal lainnya. Yang masih tidak dapat dia mengerti soal kapan Pangeran mulai mencintainya. Memikirkan banyaknya tebak-tebakan tidak memangkas apa pun untuk menemukan jawaban. Dan berkat kalimat Pangeran, dia sampai tidak fokus dan mengabaikan curhatan Belva.
Pertemuan Miawly dengan Belva adalah pertemuan rutin setiap seminggu sekali. Bukan untuk mengulang setiap kenangan manis yang pernah mengisi hari-hari mereka di masa lalu, tetapi karena Belva sering curhat perihal gebetannya—atau lebih tepatnya tentang Sabrina yang notabene sahabatnya.
"Ann? Ann?" Belva menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri memastikan Miawly mendengarkan curhatannya. "Hello, Ann. Are you there?"
Miawly tersentak ketika Belva menepuk pundaknya. "Ah, i-i-iya? Kenapa, Bel?"
Belva menggeleng sambil menyunggingkan senyum. "What are you thinking about? Kelihatannya ada hal yang mengganggu pikiran lo."
"Bukan apa-apa." Miawly mengelak. Namun, Belva memainkan kedua alisnya seolah tidak percaya. "Serius, deh, nothing."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, My Prince!
RomanceMiawly yang lelah karena terus terjebak dalam hubungan yang tidak pasti, akhirnya setuju ketika akan dijodohkan pada Pangeran, laki-laki super kaku dan irit bicara, yang berseberangan dengan dirinya. *** Miawly Ann Adibroto, setuju dijodohkan de...
Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi