Miawly duduk manis di tepi tempat tidur. Dia sudah kembali ke rumah, sementara Belva─yang hanya terkilir di bagian kaki─sudah dijemput sopirnya. Motornya juga sudah dibawa pulang.
Dia mengamati Pangeran yang mengobati kembali luka di lutut dan lengannya. Lecet di kedua bagian itu cukup menyiksa lantaran setiap kali Pangeran mengobati dengan betadine, dia merintih kecil. Rencana bulan madu akhirnya batal karena insiden kecelakaan itu.
"Lain kali kalau mau pulang dari mana pun itu telepon saya. Biar saya jemput kamu," kata Pangeran.
"Ya, masa minta jemput. Lo, kan, kerja. Jangan—"
Pangeran menghentikan kegiatannya sebentar, mendongak sedikit melihat Miawly, dan memotong kalimat perempuan itu yang belum selesai. "Seandainya nggak bisa jemput, saya bisa minta Pak Darko yang gantiin. Setidaknya kamu aman pulang sama Pak Darko."
"Ya, kan, ini cuma nggak sengaja jatuh aja karena mobil sialan. Takutnya juga Pak Darko sibuk anter Mama. Dia, kan, sopirnya emak lo," balas Miawly.
"Kalau Pak Darko nggak bisa jemput, saya bisa minta tolong Yudha atau Calibri jemput kamu." Pangeran tetap bersikukuh atas ucapannya. "Paling nggak saya tau kamu aman sama mereka."
"Gue juga aman, kok, sama Belva. Ini cuma karena mobil bego aja. Jadi nggak perlu sampai nyusahin orang," balas Miawly tak kalah ngotot.
"Apa kamu lebih suka dianter Belva dan nyusahin dia dibanding nyusahin suami sendiri?"
"Ya, kan, Belva kerjanya fleksibel. Dia bisa kapan aja dimintain tolong," jawab Miawly santai, tidak menyadari kalau raut wajah suaminya sudah berubah cemburu.
Pangeran menghela napas. Belva, Belva, Belva. Nama itu meningkatkan rasa cemburu yang terpendam. Selalu saja Miawly mengandalkan Belva meski mereka sudah putus cukup lama. Apalagi saat tadi melihat Miawly khawatir memegang tangan Belva membuat dia kesal setengah mati.
"Ada apa, sih, sama Belva? Masih cinta sama dia?" tanya Pangeran dengan nada sewot.
"Emangnya kalau gue minta tolong sama dia itu karena cinta? Biasa aja kali nggak usah sewot. Kayak anak gadis lagi PMS aja," cetus Miawly setengah mencibir.
Pangeran tak menjawab. Dia mengobati luka Miawly terlebih dahulu. Setelah selesai, Pangeran bangun dari duduknya dan menaikkan kedua kaki Miawly ke atas tempat tidur. Detik selanjutnya Pangeran ikut menaiki tempat tidur yang sama kemudian merebahkan tubuhnya di samping Miawly.
Miawly menatap bingung sambil menggeser posisinya sedikit menjauhi Pangeran. "Eh, ngapain lo? Kamar lo, kan, di sebelah."
Pangeran meneleng ke samping, memandangi Miawly yang terkaget-kaget melihat tindakannya. "Kenapa? Kita, kan, udah menikah. Satu tempat tidur bukan masalah."
"Bu-bu-bukan gitu. Masalahnya—"
Pangeran mendaratkan jari telunjuknya di bibir Miawly, berhasil menghentikan kalimat yang belum selesai. "Tidur aja."
Miawly ingin protes, tapi Pangeran mendadak menarik tubuhnya hingga tubuh mereka tak berjarak. Tak hanya itu, Pangeran bahkan mengubah posisinya menjadi di atas Miawly dan membiarkan dua tangannya menjadi tumpuan tubuhnya supaya tidak menimpa Miawly.
Untuk beberapa saat Miawly diam memandangi wajah rupawan suaminya. Laki-laki itu memiliki kesempurnaan yang selalu digilai banyak perempuan. Lesung pipi di kedua pipinya yang terlihat saat bicara maupun tersenyum membuat Pangeran tambah menarik. Anehnya Miawly tidak pernah mendengar Pangeran pacaran.
"Saya nggak suka kamu ketemu Belva terus. Apalagi pulang bareng dia. Naik motor pula. Pasti pegangan di pinggang atau peluk-peluk dia. Saya nggak suka," tutur Pangeran jujur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, My Prince!
RomanceMiawly yang lelah karena terus terjebak dalam hubungan yang tidak pasti, akhirnya setuju ketika akan dijodohkan pada Pangeran, laki-laki super kaku dan irit bicara, yang berseberangan dengan dirinya. *** Miawly Ann Adibroto, setuju dijodohkan de...
Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi