dua puluh tiga

435 58 4
                                    

Dirga membukakan pintu kaca kafe itu sambil senyum ke gue.

Kok bikin gue jadi salting terus sih?!

Gue lewatin dia gitu aja. Tanpa ngebales senyumannya. Masih mode canggung bre, harus ditahan.

Gue mengedarkan pandangan. Lantai satu bener-bener penuh banget. Gak ada lagi meja yang tersisa. Gue kagum dengan pemilik kafe ini, teknik marketing sama desain luar dalamnya keren banget.

"Sore, tante," sapa Dirga ke seseorang yang berdiri di balik meja kasir. Wanita itu balik tersenyum.

"T-tante lo?"

Dirga mengangguk. "Iya. Beliau yang punya kafe ini. Keren ya?"

Masih dalam mode gamau banyak ngomong, gue membalas perkataan Dirga dengan deheman.

"Arya! Tumben main kesini. Pasti anak tante itu gak pernah ngajakin kamu main," sambut Tantenya Dirga pas kita berdua udah sampai di depan meja kasir. "Gimana kabar bunda kamu?"

Dirga salim ke Tantenya, bikin gue juga ngikut salim. "Alhamdulillah bunda baik kok, Tan. Udah lama Arya gak kesini. Kafe jadi rame banget."

"Iya nih. Mungkin karena abis ulangan kali ya jadi banyak anak SMA yang refreshing disini."

Cantik banget. Iya tantenya Dirga masih awet muda banget. Matanya juga cantik. Bikin gue ke ingat sama seseorang yang mirip sama dia.

"Ini siapa? Pacar kamu?"

Gue otomatis langsung mendongakkan kepala. Dirga kelihatan agak gelagapan gitu.

"Ng-nggak, tante. Saya Shana, adek kelasnya Kak Dirga," cerocos gue duluan sebelum Dirga ngeluarin perkataan serupa kode-kode yang bakal bikin gue pusing lagi.

"Ahh, tante kira pacarnya Arya," balasnya sambil tersenyum. "Salam kenal ya, Shana. Tante adik kandung bundanya Arya. Nama tante Iris."

"Oh iya, tan."

Persis kek namanya, iris mata Tante Iris juga cantik.

Beliau tersenyum lebar, yang gue balas dengan senyuman kecil.

"Kalian duduknya di rooftop aja ya. Tante lihat tadi rooftop lumayan sepi."

"Iya, tan. Gapapa kok," jawab Dirga.

"Tante pesenin minuman dan kue kesukaan kamu ya, Arya. Shana mau pesan apa?" tanya Tante Iris ramah.

"A-ah. Sama kayak Kak Dirga aja, tan."

Tante Iris segera menyampaikan pesanan ke bagian dapur terus mempersilahkan gue dan Dirga.

Kita berdua masih diem-dieman. Dirga yang gue biarin jalan di depan gue sesekali melirik ke gue.

Kita akhirnya duduk di salah satu kursi panjang di tepian rooftop, mengarahkan langsung ke pemandangan langit kota. Indah banget langit pas sore gini. Bikin gue tanpa sadar mengeluarkan hp untuk mengabadikannya.







"Reishana. Gue gak mau basa basi, karena pasti lo bakal nyuekin gue."

Ucapan Dirga membuat aktivitas memotret gue terhenti. Gue mengalihkan pandangan ke samping kiri gue, tempat Dirga duduk.

Saking gak percayanya gue -karena nada dan kalimat yang Dirga keluarkan-, bikin gue ingat sama Dirga versi galak. Iya, nada bicaranya yang datar sama persis kayak pas gue keciduk sama dia di aula sekolah waktu itu. Ah, mungkin karena gue terbiasa dengan sifatnya yang lebih lembut ke gue belakangan ini.

"Yaudah," balas gue ketus. Mampus lo gue ketusin balik.

"Jadi apa jawaban lo? Pasti lo gak suka sama gue kan? Mana mungkin lo bisa-"

Dirga ; [LDK] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang