Takumi memperhatikan Emu yang asik dengan game consulnya. Pemuda itu sejak sadar dari tiga jam yang lalu hanya acuh tak acuh saja, gak bicara gak menanyakan apapun asik dengan dengan benda ditangannya tampa peduli orang lain.
" Astaga, apa otaknya telah berubah karna tak kuat menanggung beban? " pikir Takumi heran.
" Emu? " ia mencoba memanggil.
" Hm? " Emu menjawab tanpa mengalihkan perhatian pada game ditangannya.
" Apa kau tidak lapar? Kau tidak ingin sarapan? Kasian ba- "
" Kau bisa diam tidak!! " Emu meradang. Dia membanting game consulnya hingga benda malang itu menghantam lantai dan hancur seketika.
" Aku tidak peduli! Terserah saja dia mau hidup atau mati..." kesalnya menatap Takumi nyalang.
" Emu aku..." Takumi gemetar ditatap Emu demikian. Belum pernah dia melihat Emu yang semarah itu. Apa karna menanggung beban membuat tabiatnya berubah separah itu?
" Tolong pergilah...aku ingin sendiri..." Emu membaring dirinya menghadap didinding berusaha untuk tidur. Tak dipedulikannya Takumi yang memandangnya dengan perasaan terluka. Dia lebih terluka lagi. Walaupun sudah mencoba tegar dan bersikap acuh tak acuh. Tapi tetap saja.
" Kalau begitu aku akan pulang! Parad akan kesini setelah jadwal operasinya selesai. Kau..tidak apa apakan aku tinggal? "
" Aku bukan anak kecil lagi. Yang perlu pengawasan. Pergilah...kau tak perlu mengkhawatirkan aku..." katanya acuh tak acuh. Berusaha memejamkan matanya. Berusaha untuk tidur lagi walau nyatanya tidak bisa dilakukannya.
" Baiklah...aku pergi dulu! kalau ada apa apa kau segera pencet tombol saja..dan jangan lupa makan sarapan kalau kau ingin cepat keluar dari rumah sakit ini..."
" Hn..." katanya singkat. Takumi menghela nafas sejenak lalu membalikkan badan dan keluar dari kamar rawat itu.
Setitik airmata mengalir keluar dari mata Emu yang terpejam. Perih hatinya telah bersikap demikian pada kawannya. Hatinya sebenarnya ikut sakit tapi ia berusaha menutupinya ia tidak mau teman temannua ikut repot karna mengkhawatirkannya. Perlahan dielusnya perutnya yang mulai membesar itu. Ia masih tidak bisa percaya akan kehadirannya didalam dirinya. Entah itu suatu anugrah atau petaka. Yang jelas ia tak dapat menerimanya.
" Aku seperti orang yang hamil diluar nikah saja. Tampa suami..aneh dan menjijikan pula..." katanya tersenyum miris.
" Haruskah aku menerimamu atau aku harus melenyapkanmu untuk melanjutkan karirku? " desahnya lagi.
" Sedang mencoba untk merasakan kehadirannya Emu? Beruntung sekali dirimu ya? " suara halus namun penuh sindiran itu membuat Emu menghentikan elusan pada perutnya dan menoleh.
" Kau? "
" Ya, aku! Apa kabarmu Emu? Aku dengar kau sedang hamil ya? Wah... Senangnya akan punya bayi walaupun dia tidak diakui ayahnya? "
" Apa maumu Saki? " Emu berusaha mengangkat tubuhnya untuk bersandar dikepala ranjang. Kepalanya pening ditambah ia melewatkan sarapan paginya yang ditawarlan Takumi tadi membuat badannya agak lemah. Dan kehadiran saki menambah amarah dan rasa kesal dihatinya bertambah tambah.
" Aku tidak menyangka aja kau hamil. Kau hebat sekali dalam memikat Hiro agar semakin jatuh kepelukanmu. Tapi apakah Hiro mau mengakui anak itu? Hah? " Saki tertawa.
" Jangan mimpi Emu! Kau...hanya akan menghancur karirnya saja..." katanya menatap tajam mata Emu.
" Apa jadinya ya? Kalau semua orang tau kau mengandung anak Hiro, tentu saja reputasinya akan habis dan dia akan- "
![](https://img.wattpad.com/cover/220302007-288-k919019.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aishiteru (End)
FanfictionEngkau benar, saki momose hanyalah masalalu buat aku, dan hanya akan menghadirkan luka yang terus berdarah bila aku terus mengingatnya. lebih baik aku menghadapi kenyataan yang ada. Bantu aku melupakan semua kenangan itu dengan cintamu,Emu Hojo atau...