Bagian Duabelas

851 47 145
                                    

Parad menatap Hiro dengan tangan terkepal. " Kau benar benar tidak punya perasaan Hiro! Kau lihat Emu...!!! " bentaknya sambil menunjuk Emu yang terbaring tak sadarkan diri tak jauh darinya. Hiro hanya diam tapi ia mengarahkan matanya kepada Emu. Sementara Parad sudah menghampiri Emu dan mengangkat tubuh lemah itu. Darah merembes keluar membasahi tangan Parad saat membawa tubuh lemah Emu kegendongannya.

" Ku pastikan kau akan menyesal Hiro..." kata Parad berlalu meninggalkan Hiro yang masih terdiam membisu. Ia melihat darah yang berceceran dari bekas jatuhnya Emu tadi. Separah itukah? Pikirnya. Ia akui dia terlampau emosi tadi hingga tak berpikir panjang. Dia tidak sengaja melakukannya.

" Hiro..." sentuhan Saki dibahunya membuat lamunannya buyar.

" Bibirmu terluka..." katanya kuatir.

" Ayo...kita obati lukamu..." bujuknya mengajak Hiro berdiri.

" Saki... Emu..." kata Hiro lirih. Hatinya tidak tenang memikirkan keadaan Emu tadi.

" Emu tidak akan apa apa! Lagi pula dia memang sering pendarahan bukan? Aku rasa itu bukan hal yang serius. Dokter Zaizen pasti bisa mengatasi hal itu...ayo! " Saki mengajak Hiro pergi. Tapi Hiro masih kelihatan bingung. Kata dokter Zaizen terngiang dikepalanya.

" Emu tidak boleh stress, kandungannya dan kondisi tubuhnya sama lemahnya. Kalau terjadi pendarahan lagi bisa saja nyawanya ikut melayang..saya ingin anda harus memperhatikan dan mengawasinya dokter Kagami. Jangan biarkan Emu tertekan lagi atau kita akan sangat terlambat untuk menolongnya. "

" Tidak..." ia menggelengkan kepalanya. Iapun beranjak untuk menyusul Parad sebelum ia mendengar rintihan kesakitan dibelakangnya.

" Arrggghhh....itte..hiks..."

Hiro membalik tubuhnya dan matanya membulat melihat Saki memegangi kepalanya yang berlumuran darah itu dengan tubuh terhuyung huyung. Hampir ia jatuh kalau Hiro tidak cepat memeluk tubuhnya.

" Sakiii..."

" Hiro..." kata Saki lemah untuk kemudian dia pingsan dipelukan Hiro dan Hiro panik dibuatnya.

" Saki...bangun..." diguncangnya tubuh Saki namun tak ada reaksi. Membuatnya panik. Apalagi melihat luka dipelipis Saki yang banyak mengeluarkan darah. Sebagai dokter ia tau kalau penyakit leukimia tidak boleh terluka. Tanpa pikir panjang iapun membawa Saki menuju keruang rawatnya untuk segera mendapatkan pertolongan.

Sementara didalam ruang UGD terlihat sibuk dan kepanikan mulai terasa. Dokter Seiko menatap Taiga dengan rasa cemas.

" Dokter...kita kehilangan detak jantungnya..." kata salah seorang perawat panik.

" Siapkan alat pemicu jantung..." perintah Taiga. Sang perawat segera menyerahkan alat itu ketangan Taiga dan Taiga segera meletakkan alat itu didada Emu. Berkali kali tubuh Emu tersentak oleh alat itu namun tak memberi perubahan yang berarti. Taiga makin panik. Ia melepas alat itu dan ganti menekan dada Emu dengan tangannya.

" Kumohon...kumohon Emu...kembalilah...!! " gumannya berkali kali.

" Kuatlah Emu...kumohon. Jangan tinggalkan kami..hiks..." tak sadar Taiga menangis. Ia sudah tidak sanggup melihat keadaan pemuda manis yang sudah dianggapnya adik ini.

Aishiteru (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang