Sendiri di Bilik Sunyi

37 4 0
                                    

Koridor kampus sudah ramai dilalui banyak orang. Kei bergegas menuju kelasnya. Pagi ini, dia ada presentasi.

"O genki desuka." Sapa seorang temannya menanyakan kabar ketika Kei memasuki kelas.
"Genki desu." Jawab Kei seraya tersenyum kearahnya.

Kanazawa pagi ini terasa berbeda. Mungkin, suhunya mengalami perubahan lagi. Kei menyiapkan beberapa hal untuk menunjang presentasinya agar berjalan dengan lancar. Tidak lama dari itu, dosen pun memasuki ruang kelas tepat waktu. Ya! Di sini orang-orangnya sangat disiplin dan menghargai waktu. Jadi, jarang sekali didapati orang yang datang terlambat.

Persiapan presentasi sudah siap. Kei maju kedepan, mempresentasikan materi yang akan di bahas pagi ini. Diskusi pun terjadi. Setiap orang saling berpendapat. Semuanya berjalan dengan lancar bahkan menyenangkan hingga tak terasa jam kuliah pun selesai.

"Kei, hari ini sibuk gak?" Tanya Kenzo yang mejanya tepat disamping Kei.
"Entahlah."
"Kamu tuh kalau ditanya jawabannya cuek terus. Kenapa? Aku ada salah?"
"Nothing."
"Are you sure?"
"Yes. Of course."
"Kei... Cerita dong. Kalau ada masalah bilang. Jangan cuekin aku kayak gini. Biasanya juga kamu ceria. Kadang juga kamu suka isengin aku."
"Oh..."
"Kei..."
"Apa lagi, Kenzo?"
"Kamu kenapa?"
"Aku gak apa-apa. Udah ya, aku lagi gak mau diganggu. Maaf. Aku duluan."
"Kei... Tunggu. Jangan pergi!"

Kei menghiraukannya. Ia tetap berlalu meninggalkan Kenzo di kelas. Kei hanya butuh waktu sendiri. Hanya itu. Tiba-tiba ponselnya berdering. Ternyata ada panggilan masuk.
"Hallo... Kei..." Ucap seseorang dari seberang sana.
"Iya paman, ada apa?"
"Kuliah hari ini sudah selesai?"
"Sudah paman. Ini lagi dijalan."
"Langsung ke kedai, bisa?"
"Siap paman. Aku lansung meluncur kesana ya."
"Ok, ditunggu. Hati-hati, Kei."
"Iya, paman."

Jarak dari kampus ke Kedai Zutto cukup memakan waktu sekitar 1 jam 45 menit. Memang sudah biasa, sehabis kuliah seringkali Kei langsung ke kedai.

"Daichi, paman Kantan dimana?" Tanya Kei di depan pintu kedai kepada salah satu pekerja.
"Ada di dalam bersama Hikaru."
"Ok. Thanks."

Kei segera memasuki kedai dan menemui pamannya.
"Hai, Kei." Sapa Hikaru seraya melambaikan tangannya.
Kei menyunggingkan senyum kepada keduanya.
"Kei, ada yang ingin paman bicarakan."
"Ada apa paman?"
"Rencananya, lusa Hikaru akan ke Indonesia. Kamu mau ikut?"
"Iya, Kei. Lusa aku mau ke Indonesia."
Sejenak, Kei terdiam. Raut wajahnya seperti memikirkan sesuatu.
"Kei..."
"Eh iya iya paman. Gimana?"
"Lusa, Hikaru mau ke Indonesia. Kamu mau ikut? Mumpung belum memasuki musim dingin."
"Hmmm... Kei gak tahu, paman."
"Kenapa? Memangnya kamu tidak rindu?"
"Kei rindu. Bahkan sangat rindu."
"Lalu kenapa?"
"Kei rasa.... Sekarang bukan waktunya kembali. Lagipula, lusa kan ada jadwal dengan dr. Ryozaki. Kei harus chek-up, kan?"
"Eh iya juga yaa.. Tapi, kalau mau ke Indonesia berangkat aja. Biar nanti paman yang bilang jadwal chek-up-nya dipindahin besok. Gimana?"
"Gak apa-apa, paman. Gak perlu. Kei gak akan ikut Hikaru ke Indonesia. Kei masih akan tetap di sini."
"Ya sudah kalau itu memang pilihanmu. Tapi, kalau tiba-tiba berubah pikiran, bilang aja ya."
"Siap, paman. Makasih ya."
Paman hanya tersenyum kearahnya.

Pengunjung siang ini sudah terlihat ramai. Kei segera menuju dapur. Menyiapkan segala pesanan pelanggan dengan penuh semangat.

Disisi lain, tanpa sepengetahuan Kei ternyata Kenzo berkunjung ke Kedai. Dia sedang asyik berbincang dengan paman Kantan.
"O iya paman, Kei kenapa ya? Akhir-akhir ini aku ngerasa Kei beda."
"Mungkin dia sedang dilema."
"Maksudnya? Gimana paman?"
"Iya dia rindu semua kenangan yang ada di Indonesia. Tapi, disisi lain dia masih ingin tetap di Kanazawa. Paman juga kurang paham dia kenapa. Kalau bisa, coba kamu bujuk dia ya biar mau cerita. Biar tidak banyak hal lain yang dia pendam. Paman khawatir dia sakit, Ken."
"Siap paman. Nanti aku akan berusaha lagi."
"Makasih ya, Ken."
"Iya, paman. O iya, aku izin menemui Kei ya? Dan kalau boleh aku mau ajak dia keluar."
"Iya, silahkan. Tapi pulangnya jangan larut malam ya! Jaga Kei. Paman percaya sama kamu."
"Siap. Aku akan menjaganya."
"Yaudah sana! Kei ada di dapur."

Kenzo berlalu meninggalkan paman di meja luar. Dia segera memasuki kedai. Ternyata benar, Kei sedang sibuk di dapur menyelesaikan beberapa pesanan.
"Hai... Cie lagi sibuk nih."
"Kenzo? Ngapain kamu disini?"
"Ketemu kamu."
"Aku lagi sibuk. Mending kamu keluar aja ya?"
"Aku mau keluar tapi sama kamu."
"Apaan sih? Gak jelas."
"Aku udah izin ko."
"Izin apa?"
"Izin bawa kamu keluar. Paman Kantan udah ngizinin. Udah ayoo..."
"Emang mau kemana sih?"
"Ada deh. Pokoknya aku akan membuatmu tersenyum lagi. Biar gak jutek mulu."
"Ya udah, bentar."
Kei menyelesaikan pesanan pelanggan. Setelah itu, dia pergi bersama Kenzo.

Sepanjang perjalanan, Kenzo berusaha membuat Kei tertawa. Tapi, hasilnya nihil. Kei sama sekali tidak tertawa. Bahkan, tersenyum pun tidak. Kenzo tidak pernah menyerah untuk berusaha membuat Kei seceria yang dulu lagi.
Selain Yara, Kenzo juga merupakan seseorang yang selama 3 tahun selalu ada untuk Kei selama dia di Kanazawa. Kei memang dekat dengan Yara dan Kenzo. Baginya, mereka adalah orang-orang yang berarti.

Setelah kurang lebih 1 jam perjalanan, Kenzo dan Kei sampai ditempat tujuan. Kenzo membawa Kei ke Taman Kenrokuen. Sebuah taman yang berada di Kota Kanazawa, Prefektur Ishikawa.
"Nah, ini dia tempatnya."
"Taman Kenrokuen?"
"Iya, Kei. Kita sudah lama tidak kesini. Tiap tahun sebelum musim dingin tiba, kita selalu kesini. Setelah itu, ketika musim dingin telah tiba kita kembali lagi kesini untuk menikmati nuansa bersalju. Kamu ingat?"
"Iya, Ken. Aku ingat. Makasih ya. Rasanya aku bahagia berada di sini." Ucap Kei seraya tersenyum.
"Yeeee... Akhirnya Kei tersenyum lagi."
"Apaan sih? Ha..ha..ha.."
"Cieee ketawa. Yes! Berhasil."
"Dasar Kenken. Ha.. Ha.. Ha.."

Kenzo mengajaknya mengelilingi taman, banyak hal yang ia ceritakan. Hingga akhirnya, Kei pun mau bercerita.
"Aku nggak tahu, Ken. Tapiii... Rasanya aku merindukan Indonesia. Terlalu banyak kenangan di sana. Aku rindu bunda. Aku juga rindu yang lainnya. Bahkan, aku merindukan seseorang."
"Seseorang? Siapa?"
"Dia adalah seseorang yang membuat hariku lebih berwarna saat itu. Aku sayang dia. Bahkan, sampai hari ini pun rasa ini tak pernah berkurang. Tapi... Selama satu tahun ini aku tak pernah lagi mendapat kabar darinya. Apa mungkin dia sudah menemukan yang baru, Ken?"
"Kei... Dengerin aku ya. Kalau dia benar-benar sayang sama kamu, tulus sama kamu, dia tidak akan membiarkanmu seperti itu. Yaa.. Aku gak tahu apakah dia sudah bersama yang lain atau tidak. Tapi yang jelas kalau memang dia serius, dia akan memperjuangkanmu. Dan persoalan jarak bukanlah masalah."
"Terkadang aku membayangkan kalau dia tiba-tiba datang ke sini. Rasanya bahagia gitu."
"Kei, mulai sekarang kamu harus ceria lagi ya? Kan masih ada aku di sini yang akan menjagamu."
"Makasih, Ken."
"Jangan nangis lagi di balkon seperti kemarin ya?"
"Kamu tahu darimana?"
"Kemarin kebetulan aku lewat situ, dan pas aku lihat ke lantai 2, ternyata kamu lagi termenung di atas sana. Lalu mengusap air mata yang jatuh. Kayaknya balkon udah jadi tempat nyaman buat nangis ya?"
"Entahlah. Tapi, aku menyebutnya bilik sunyi. Karena ketika aku butuh waktu sendiri, seringkali ketika malam tiba aku diam di sana."
"Sendiri di bilik sunyi dong?"
"Iya. Ah, sudahlah. Nggak perlu dibahas lagi."
"Oke. Ya udah kita beli ice cream, yuk? Mumpung belum musim dingin. Aku yang traktir deh pokoknya."
"Asyik ditraktir nih. Oke."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sakura TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang