Hari Kedelapan

5.6K 711 24
                                    

•••

Rapat Paripurna yang awalnya akan digelar pada hari senin (23/03/2020) setelah masa reses, akan ditunda. Akhirnya demo buruh untuk menolak Omnibus Law dibatalkan.

Nggak ngerti lagi deh apa yang mereka pikirkan di tengah pandemi yang sedang 'mencekik' rakyat seperti ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nggak ngerti lagi deh apa yang mereka pikirkan di tengah pandemi yang sedang 'mencekik' rakyat seperti ini.
(Riri)

•••

Ketika ayah Hakim meninggal lima tahun lalu, tanggung jawab keluarga dan semua kewajiban almarhum yang belum tertunaikan otomatis turun ke pundak anak laki-laki satu-satunya. Hakim yang baru lulus tes CPNS harus menjadi kepala sekaligus tulang punggung keluarga, menggantikan peran Ayah.

Riri sudah mengetahui semuanya sebelum memutuskan untuk menikah. Di mata Riri, selama ini Hakim pun sudah mencoba berlaku adil, walau sesekali masih terjadi percikan. Riri tidak menyoal Hakim yang membagi uang nafkah dengan ibu mertuanya, selama Hakim juga tidak melarang Riri bekerja. Bukan karena tidak yakin Hakim akan mencukupi semua kebutuhannya, melainkan mereka juga harus memiliki simpanan untuk hari depan. Hanya saja, Riri masih belum bisa sedekat dengan Ibu dan Naura jika dengan Sari.

Meski tidak selalu menunjukkan, Riri sering merasa cemburu atas interaksi Hakim dengan Sari. Kedekatan keduanya seperti membuat batas yang sulit untuk Riri lewati. Di beberapa momen, Riri harus mau mengalah, tapi di saat yang lain, Riri harus tetap mempertahankan eksistensinya sebagai istri. Sehingga di beberapa kesempatan, perselisihan pun tidak dapat dihindari.

Riri ingat saat awal-awal menikah dulu. Ia harus rela berbagi perhatian ketika Sari sakit. Riri mafhum jika Hakim khawatir dan harus bolak-balik mengecek kondisi adiknya. Namun, di saat yang sama Riri juga sedang memerlukan kehadiran suaminya, laki-laki itu malah memilih untuk mendampingi Sari. Itulah kekecewaan pertama yang Riri pendam. Dan seiring berjalannya waktu, daftar kekecewaan itu semakin menumpuk untuk Riri catat dalam hati.

***

Selepas menerima telepon dari Beni, Hakim langsung masuk ke kamar depan. Riri hanya menunggu sebentar sebelum kembali ke kamarnya di belakang. Entah Hakim menyadari kehadiran Riri saat itu atau tidak. Namun yang jelas, Hakim tidak membahasnya sedikit pun saat mereka duduk bersama untuk sarapan, termasuk kenapa Hakim tidak menyusul Riri ke kamar belakang seperti yang dilakukan pada malam sebelumnya.

Riri sedang tidak mau peduli.

Senin kedua Work From Home sudah mulai terasa menyesakkan. Riri memilih untuk memindahkan laptop dan semua berkas yang diperlukan ke dalam kamar. Hari ini ia sedang tidak ingin terlalu lama berinteraksi dengan Hakim. Jendela kamar yang berbatasan dengan halaman belakang pun sengaja ia buka lebar-lebar, berharap udara segar bisa mengurai pikirannya yang kusut.

Alin
____

Mbak, lo hari ini kenapa deh?

Work From Home [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang